16 - 8 : HAPPY ENDING

339 18 10
                                    

Di bawah teduhnya awan dan di antara pepohonan yang berangin di atas gunung, pagi harinya Kangtae terbangun

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Di bawah teduhnya awan dan di antara pepohonan yang berangin di atas gunung, pagi harinya Kangtae terbangun. Dia tidak mendapati Sangtae di sampingnya. Rupanya Sangtae tengah duduk di sebuah bangku di tepi lembah bersama tas selempangnya.

“Hyung, hari ini kita akan ke Namhae,” kata Kangtae, memutuskan. Dia masih penuh dengan semangat jalan-jalan, tapi Sangtae ….

“Kangtae-ya, Moon Kangtae,” panggilnya.

“Iya.” Kangtae menjawab.

“K-kau senang?”

“Ya, sangat sangat senang.”

“Kau ingin jalan-jalan terus dengan camping car?”

“Hahaha. Ya.”

“Sampai-sampai kapan?”

“Mmm, sampai bosan?”

“Oooh.”

Tanpa sengaja, Kangtae melihat ada tas besar milik kakaknya di bawah bangku. Kenapa itu ada di situ? Pikirnya, bertanya-tanya.

“K-kalau begitu, kau pergi berdua saja dengan Munyeong. Aku-aku mau ke tempat lain, tempat lain,” kata Sangtae, cukup menjelaskan keberadaan tas besarnya di bawah bangku.

Kangtae bicara, “Kenapa? Hyung sudah bosan jalan-jalan?”

“Tidak-tidak bosan, aku tidak bosan jalan-jalan, tapi-… aku … ingin kerja, kerja.” Sangtae telah memutuskan dan Kangtae merasa dirinya tidak boleh mengubah keputusan kakaknya itu.

“Be-bekerja menggambar, membuat dongeng. Aku-aku lebih suka itu, lebih suka,” kata Sangtae, memberi tahu alasannya.

 Aku-aku lebih suka itu, lebih suka,” kata Sangtae, memberi tahu alasannya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Kangtae terperangah dan, “Oh. Baiklah kalau begitu. Ayo kita pulang," pikirnya, dengan sayang sekali dan sebenarnya tidak ingin.

“Ti-tidak. Kau-kau main saja, main. Aku kerja. Huh? Akan ada-akan ada yang menjemputku ke sini, menjemputku ke sini, ke sini.” Sangtae tidak perlu diantar pulang Kangtae.

Munyeong keluar dari camping car dan telah siap untuk perjalanan berikutnya. Seperti Kangtae, dia juga masih bersemangat dan, “Nah, ayo kita berangkat sekarang. Aku sudah siap,” katanya, sambil menghampiri.

Sangtae berseru, “Go Munyeong!”

“Mm?”

“M-munyeong-ah, penulis dongeng yang lain katanya SUKA sekali gambarku, suka. Dia ingin bekerja denganku. Huh? Katanya, dia membutuhkan gambarku, membutuhkan,” Sangtae menceritakan permasalahannya.

Munyeong membingung.

“Aku … sekarang orang yang dibutuhkan, orang dibutuhkan!” seru Sangtae, perlu pergi.

“Oppa, aku juga membutuhkan gambar Oppa,” kata Munyeong, bermaksud mengubah pikiran Sangtae, tapi … Kangtae menghentikannya.

Kangtae bertanya pada kakaknya, dengan hati-hati, “Hyung, Hyung yakin akan baik-baik saja tanpaku? Hyung … tidak akan membutuhkanku?” dan dengan sedikit sedih

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Kangtae bertanya pada kakaknya, dengan hati-hati, “Hyung, Hyung yakin akan baik-baik saja tanpaku? Hyung … tidak akan membutuhkanku?” dan dengan sedikit sedih.

“Moon Kangtae itu … milik Moon Kangtae,” ucap Sangtae, menggetarkan. Rupanya Sangtae melihat dan mendengarkan kemarahan Kangtae pada ibu mereka ketika masih kecil dan masih mengingatkan sampai sekarang.

“Moon-Moon Kangtae itu milik Moon Kangtae,” ucap Sangtae, sekali lagi, “Kau-kau milikmu, aku milikku. Kau milikmu, aku milikku.” Bahkan Munyeong saja tersentuh menyaksikan ini.

Kangtae mengerti maksudnya dan, “Ya, aku milikku, bukan milik Hyung,” ucapnya, sangat sedih, dan dia mengulang bahwa, “Moon Kangtae itu milik Moon Kangtae.” Kangtae sangat berterima kasih pada kakaknya, karena telah mengatakan itu.

Sangtae pun berdiri, mengulang kalimat itu sekali lagi dan memeluk adiknya yang menangis erat-erat, memintanya untuk jangan menangis.

“K-kangtae-ya, terima kasih? Huh? Terima kasih?” Sangtae juga berterima kasih pada adiknya, atas semua yang telah dia lakukan untuknya selama ini. Dia terus memeluk adiknya itu.

“Aku juga terima kasih. Terima kasih telah menjadi kakakku. Terima kasih.” Kangtae benar-benar menangis dalam pelukan itu, sangat bersyukur. Dia bangga sekali memiliki Sangtae sebagai kakaknya, dan Munyeong ikut senang akan hal itu.

Kemudian mobil Wadir Lee tiba. Dia datang untuk menjemput Sangtae. Melihat itu, Sangtae otomatis melepas pelukannya, mengambil tas besarnya dari bawah bangku dan pergi menuju Wadir Lee. Kangtae dan Munyeong nampak berat melepas kakak mereka yang sangat istimewa itu.

Wadir Lee keluar untuk mengambilkan tas Sangtae dan membukakan pintu mobil untuknya. Sangtae terlihat ceria sekali. Tapi, baru sampai di titik ini saja Kangtae sudah merasa kehilangan meski walau bagaimanapun dia bangga karena kakaknya telah mengambil keputusan besar untuk mencoba mandiri. Kangtae bangga sekali padanya.

Kemudian dari dalam mobil yang mulai bergerak, Sangtae melongok keluar jendela dan melambaikan tangannya tinggi-tinggi pada kedua adiknya dengan sangat bahagia dan berkata, “Go Munyeong, Moon Kangtae! Sa-sampai jumpa! Hati-hati di jalan! Ja-jangan bertengkar! Lebih baik mencium daripada memukul! Huh?!” pesannya, sambil berlalu, dan akhirnya Kangtae, Munyeong dan Sangtae mengambil jalan masing-masing menuju bahagia, meski saat ini pun mereka sudah sangat berbahagia.

Kemudian dari dalam mobil yang mulai bergerak, Sangtae melongok keluar jendela dan melambaikan tangannya tinggi-tinggi pada kedua adiknya dengan sangat bahagia dan berkata, “Go Munyeong, Moon Kangtae! Sa-sampai jumpa! Hati-hati di jalan! Ja-jangan...

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
PSYCHO BUT IT'S OKAYМесто, где живут истории. Откройте их для себя