05 - 3 : AKU YANG SALAH

102 12 0
                                    

Pagi-pagi sekali, saat kebanyakan orang baru memulai harinya dan beberapa masih tidur, Juri pulang dari sif malamnya di RSJ OK. Saat turun dari mobil, Ibu Kang rupanya sedang membuang sampah sambil mengambil kiriman susu untuk seisi rumah dari tas ramah lingkungan yang menggantung di pagar.

Setelah dipikir-pikir, ah, Juri akan naik untuk mengantarkan susu milik Kangtae. Ibu Kang hanya geleng-geleng menilai tingkah putrinya itu. Juri pun, dengan riang hati, naik menuju rumah atap. Tapi, dari beberapa anak tangga terakhir, dia melihat Munyeong, di depan rumah atap, sedang merokok. Tentu saja Juri heran.

“Hey!” Juri menghampiri Munyeong, “kenapa kau ada di sini?” tanyanya, mengadili

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Hey!” Juri menghampiri Munyeong, “kenapa kau ada di sini?” tanyanya, mengadili.

Munyeong menoleh, juga dengan heran, dan menjawab, “Yah, karena semalam aku tidur di sini, makanya aku bisa ada di sini sekarang. Kau sendiri? Kenapa di sini? Two job? Jadi tukang antar susu?” tanyanya, karena melihat ada susu kotak di tangan Juri.

“Aku tinggal di sini. Ini rumahku,” jawab Juri, marah.

Sebentar. Ada yang perlu Munyeong luruskan di sini. Dia membuang puntung rokok sisanya dan, “Jadi, kau yang membuat Moon Kangtae pindah ke sini?”

“Ya,” sambar Juri, dengan meninggikan kepala, “aku yang merekomendasikan rumah ini padanya, dan aku juga yang memberitahunya tentang pekerjaan di rumah sakit. Tapi, akhirnya tetap Kangtae sendiri yang memutuskan.”

“Kok kesannya seperti kau ingin aku percaya kalau Kangtae itu pindah ke kota ini karena kau, ya? Kau naksir dia? Ouh, benar. Sudah nembak?” Munyeong bisa tahu banyak hal, tentang perasaan Juri, dalam waktu kurang dari satu detik.

“Itu bukan urusanmu,” jawab Juri, kesal.

“Kalau aku sih sudah. Aku bilang, ‘aku mencintainya, sangat mencintainya, aku sangat mencintainya’, begitu. Aku sudah menyatakan cinta padanya.”

“Gak usah bohong.”

“Benar kok. Habisnya,” Munyeong menyeka rambut, “dianya ngarepin sesuatu terus sih dariku. Jadi, ya, mau gimana lagi? Aku kasih saja apa maunya.”

Uh. Juri MARAH sekali pada Munyeong. Karena itu, sebelum kotak susu di tangannya dia remas hancur atau dia lemparkan ke wajah Munyeong, dia menaruhnya di atas pagar tembok.

“Kau pamer, hah?” kata Juri, menahan diri.

“Maling.”

“Apa?”

“Jangan tergiur. Sejak awal, Kangtae itu sudah ‘kutandai’.”

“Huh,” Juri menghardik dan, “kau itu … kalau sudah ‘menandai’ sesuatu, sesuatu itu pasti harus jadi milikmu, kan? Dan kalau itu tidak bisa, kau akan menghancurkannya sampai berkeping-keping. Itu cinta, hah? Bukan. Itu namanya obsesi, dan keserakahan.”

Munyeong tertawa mendengarnya dan, “Munafik. Muka dua. Buaya. Kau pura-pura baik, pura-pura lemah, pura-pura lugu. Makanya, waktu sekolah dulu, kau dikucilkan sama anak-anak. Tahu?”

PSYCHO BUT IT'S OKAYWhere stories live. Discover now