Bab 4

56.7K 3.1K 19
                                    

Happy Reading!

Usai menemani Alvarez tidur, Raina membawa langkahnya keluar kamar, kemudian berjalan menuju kamar sebelah, tempat di mana kamar Algha berada. Raina menarik napas dalam-dalam. Ia pasti bisa menaklukkan hati anak sulungnya itu.

Tok-tok-tok!

Dengan perlahan Raina mengetuk pintu kamar Algha. Meski itu kamar anak kandung tubuh ini, Raina tahu setiap orang pasti memiliki privasi, dan baginya, kamar juga termasuk salah satu tempat privasi.

“Masuk!”

Suara Algha yang sedikit nyaring itu mempersilakan Raina untuk memasuki kamarnya. Perempuan itu membuka pintu kamar, kemudian kembali berjalan. Pandangan Raina berkelana mengitari ruangan yang sedang dipijaknya kali ini. Jika kamar Alvarez bertemakan luar angkasa, maka kamar si sulung kali justru didominasi dengan warna kelabu. Di beberapa bagian dinding, terdapat lukisan yang terbingkai dengan pigura kayu. Terlihat menawan dan Raina suka melihatnya.

“Ada apa?” Tanpa menoleh atau menghentikan aktivitasnya, Algha bertanya dengan nada datar.

Raina tersadar dari kekagumannya. Ia pun menghampiri Algha yang sedang duduk di kursi meja belajar. Anak itu terlihat fokus membaca buku di hadapannya. Raina menarik napas pelan, entah kenapa rasa gugup tiba-tiba menyerang. Semangat yang sudah sejak tadi membara, kini luluh lantak dan lenyap entah ke mana.

Raina harus berusaha mati-matian untuk membangkitkan kembali semangatnya yang hilang. Tekadnya sudah bulat. Ini semua masih awal, ia tak ingin berhenti di tengah jalan. Ah tidak, lebih tepatnya tak mau berhenti sebelum berjuang.

“Nak,” panggil Raina, lirih sekali. Ia berdiri tepat di belakang kursi yang diduduki oleh Algha.

Raina mengangkat sebelah tangannya, rasanya ia sangat ingin mengelus kepala anak sulungnya itu. Namun, saat ini keadaan tak mendukungnya. Masih ada masalah yang harus diselesaikan dan masih ada rasa bersalah yang harus mendapatkan maaf. Meskipun bukan ia pelakunya, Raina merasa bahwa ini adalah tanggung jawabnya, sebab sekarang tubuh dan kehidupan Raina lama sudah diambil alih olehnya.

“Mungkin kata maaf yang Mama ucapkan tidak akan dapat menghapus luka yang kamu terima. Mungkin juga tidak dapat meredakan rasa kesepian yang selama ini kamu rasakan. Mama sadar, selama 16 tahun ini kamu hadir, Mama tak pernah menjalankan kewajiban Mama pada kamu dengan baik. Justru malah sebaliknya, Mama malah berperan besar dalam membuat kecewa di hati sucimu. Mama minta maaf atas semua kesalahan yang telah lakukan. Mama memang bukanlah orang tua yang baik untuk kamu. Mama berdosa kepada kamu. Mama ... maafkan Mama, Nak,” ucap Raina panjang, disertai tangisan di akhir kalimatnya.

Dadanya terasa sesak, dihimpit ribuan pilu yang perlahan muncul keluar. Entah karena memang ia yang terlalu mendramatisir keadaan atau karena semua ini adalah kesedihan yang selama ini Raina asli sembunyikan. Raina terlalu terbawa suasana, hingga perempuan itu berjongkok di posisinya sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Tanpa sepengetahuan Raina, sejak wanita itu masuk ke dalam kamar ini, Algha tak benar-benar membaca bukunya. Jujur saja, Algha bahagia ketika Raina datang ke kamarnya. Algha seperti merasakan apa yang anak-anak lain rasakan ketika sang mama datang berkunjung ke kamar mereka, dan melihat mamanya yang menangis, ada rasa tercubit di hatinya yang Algha rasakan. Walau sebanyak apa pun Raina mengabaikannya, Algha tak pernah sedikit pun merasa benci, apalagi menyimpan dendam untuk sang mama. Algha bersikap cuek dan dingin selama ini hanya karena memilih untuk menutup diri dan tak peduli, bukan berarti membenci.

Algha menutup bukunya, meletakkannya ke posisi semula. Anak lelaki itu berdiri dari kursi, kemudian ikut berjongkok tepat di hadapan Raina.

“Ma,” panggilnya dengan nada lirih. Tangannya terulur untuk menyentuh pundak sang mama. “Walau Mama tak pernah memperlakukan Algha dengan baik, walau Mama selalu mengabaikan Algha, walau selama ini kata maaf tak pernah terlontar dari mulut Mama, Algha akan selalu memaafkan Mama, apa pun itu kesalahannya. Seperti yang orang lain katakan, orang tua akan selalu memaafkan kesalahan anaknya. Maka sekarang, Algha juga ingin berlaku seperti itu pada Mama.”

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang