Extra Part (End)

13.3K 691 92
                                    

Happy Reading!

Sunyi, itulah kata pertama yang dapat Raina katakan kala membuka mata di tempat ini. Tempat yang tak asing dengan bau obat-obatan yang dengan halus memasuki indra penciumannya. Memejamkan matanya sebentar, Raina kembali membukanya dan menatap ke sekeliling. Tak salah lagi, ia kini tengah berada di rumah sakit.

Perempuan manis itu mengangkat tangannya, tetapi tak ia temukan sedikit pun luka di sana. Tangannya masih mulus, hanya terlihat sedikit lebih putih karena pucat saja. Kerutan di dahinya terlihat jelas. Raina ingat betul bagaimana ia terlempar begitu jauh saat mobil boks itu menghantam tubuhnya. Bahkan, Raina juga ingat bagaimana sakitnya tatkala tulang-tulang tubuhnya terasa seperti diremukkan secara paksa.

Namun, apa ini semua? Bukan luka yang ia temui, tetapi hanya tubuh yang terasa sedikit lemas saja. Raina tak merasakan luka di tubuhnya.

Ceklek!

Raina menoleh cepat ke sumber suara. Matanya terbelalak saat itu juga. Dua orang yang tak lagi asing baginya—yang sudah lama sekali tak ia temui—kini berada di sini, tengah berjalan ke arahnya.

“Ma ...,” ucap Raina, begitu lirih. Perasaannya yang semula hanya merasa heran, kini tergantikan dengan perasaan campur aduk; begitu sulit dijelaskan. Berbagai pertanyaan seketika mulai berkecamuk dalam pikirannya.

“Rei ... Reina? Kamu sudah sadar, Nak?” Reni yang pertama menyadari bahwa anak semata wayangnya sudah siuman pun segera membuka suara. Wanita itu bergegas menghampiri putrinya, lantas memeluknya erat. Air matanya ikut menetes, ia menangis.

Kemudian, sang kepala keluarga yang jua terkejut itu pun langsung ikut dalam acara berpelukan dadakan itu. Inilah yang mereka harapkan sejak lama dan akhirnya Tuhan mengabulkan permohonannya. Reina Paramita, putri satu-satunya yang begitu mereka sayangi akhirnya membuka mata, sesuai dengan yang mereka pinta pada Tuhan.

Sedang Raina, ah tidak, ia bukan lagi Raina. Ia telah kembali ke identitas sebelumnya, identitas asli yang diberikan orang tuanya sejak ia hadir ke dunia ini. Ia kini kembali menjadi Reina Paramita, bukan lagi Raina Kelia Stephan. Ia adalah putri dari Rudi, bukan lagi putri dari Geo. Ia masih berstatus lajang, bukan perempuan bersuami dengan dua anak.

Reina tak tahu apa yang ia rasakan. Seharusnya Reina bahagia karena dapat kembali ke tubuh aslinya dan bersama kedua orang tuanya lagi. Namun, apa-apaan ini, Reina merasa ada bagian yang hilang dari hidupnya. Terasa ada yang kosong. Ia sudah terlanjur menyayangi dua anak yang sempat ia asuh itu. Dua anak malang yang pernah ia janjikan untuk dibahagiakan. Lantas, jika Reina kembali ke tubuh aslinya, bagaimana ia dapat memenuhi janji itu? Reina betul-betul merasa bersalah.

Lalu, bagaimana jika kini Raina kembali menempati tubuh aslinya dan kembali mengabaikan serta berbuat tak wajar pada Algha dan Alvarez? Atau parahnya lagi, Reina dinyatakan meninggal atau koma karena kecelakaan parah itu? Air mata Reina makin deras kala membayangkan semua itu. Dua kemungkinan yang tadi ia sebutkan kemungkinan besar sama-sama akan membuat dua anak manis itu kembali kehilangan senyum ceria mereka. Jujur, Reina tak sanggup membayangkannya. Semoga saja semua itu hanya sebatas spekulasinya.

“Sayang? Kamu kenapa menangis? Ada yang sakit?”

Pertanyaan beruntun itu berhasil menarik Reina kembali ke dunia nyata. Ditatapnya kembali kedua orang tuanya yang selama ini ia rindukan. Kemudian, Raina menggeleng dan menghapus air matanya, yang sialnya justru terus saja jatuh dan membasahi pipinya.

“Rei nggak apa-apa, Ma, Pa. Rei cuma senang aja lihat Mama sama Papa lagi,” jelas Reina. Kedua sudut bibirnya ia paksakan untuk tersenyum. Reina tak ingin membuat Reni dan Rudi khawatir. Sudah cukup komanya—yang entah sudah berapa lama—membuat keduanya membuang banyak waktu untuk merawatnya.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang