Bab 36

22.6K 1.3K 43
                                    

Happy Reading!

Raina meletakkan seluruh belanjaannya di atas meja. Sejenak perempuan itu mengamati Alvarez yang berdiri di sisi kursi meja makan. Anak yang memegang susu kotak di tangannya itu terlihat tengah bersusah payah untuk menaiki kursi.

“Perlu bantuan, Nak?” tawar Raina sambil memberikan senyum terbaiknya.

Alvarez menoleh, ia ikut tersenyum lalu mengangguk cepat.

Tanpa menunggu lagi, Raina segera menurutinya, dengan mudah ia mengangkat tubuh Alvarez, lantas mendudukkannya di kursi.

“Kalo habis minta bantuan, kita harus bilang apa?” tanya Raina.

Raina melakukan itu bukan karena ia adalah wanita yang haus kata terima kasih, hanya saja itulah cara lain yang mengajarkan hal kecil untuk anak-anaknya. Sebab ada yang pernah bilang, sikap bisa terbentuk dari kebiasaan.

“Telima kasih, Mama,” ucap Alvarez.

“Pintar,” puji Raina, tak lupa menyematkan sebuah kecupan ringan di kening Alvarez. Perempuan itu lantas berdiri dan mulai menata barang belanjaannya.

“Mama mau buat apa?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir Alvarez kala melihat Raina sibuk menyiapkan wadah dan beberapa bahan-bahan, salah satu yang Alvarez ketahui adalah tepung.

Raina menoleh lalu menjawab, “Kue, Sayang.”

Alvarez bertepuk tangan ia mendengarkan. “Wah, kue! Alva suka kue!”

“Alva lebih suka kue apa?” tanya Raina sambil menuangkan tepung ke dalam wadah.

“Semuanya, Alva suka semuanya. Alva suka makanan manis!” sahut Alvarez dengan nada riang.

Raina tersenyum. Baginya, kebahagiaan itu sederhana, bahkan sangat begitu sederhana. Hanya melihat senyum dan tawa bahagia anak-anak dan orang di sekitarnya saja sudah membuat Raina bahagia. Raina ingin dapat selalu melihatnya, dan menjadi bagian dari kebahagiaan itu.

❄️❄️❄️

Alvarez menatap kue yang baru saja tersaji di hadapannya. Kue itu terlihat menggiurkan, ditambah asap-asap tipis yang menghiasinya. Alvarez mendongak, menatap sang mama yang duduk di kursi samping dirinya.

“Ma,” panggil Alvarez.

Sejenak Raina menghentikan kegiatannya yang tengah menata kue ke dalam  kotak bekal, sebelum menoleh pada sang anak.

“Kenapa, Sayang?”

“Alva udah boleh cobain ini?” tanya Alvarez sambil menunjuk ke arah kue.

Raina tertawa kecil sambil mengangguk. “Boleh dong, Sayang, tapi makannya pelan-pelan, ya?”

Alvarez menyengguk cepat. Ia pun meraih garpu yang telah disediakan oleh Raina di sisi kue. Tangan mungilnya berusaha  memotong ujung kue, hingga mendapatkan irisan kecil lalu melahapnya. Mata anak itu terpejam kala rasa kue mulai mengecap di lidahnya. Rasa manisnya membuat Alvarez tak mampu menyembunyikan raut wajah senangnya.

“Enak, Ma!” puji Alvarez, tak lupa sambil mengacungkan dua ibu jarinya.

“Terima kasih, Sayang,” balas Raina. Diusapnya kepala Alvarez lembut lalu berkata, “Alva mau ikut Mama?”

Anak kecil yang ditanya itu menoleh, kerutan terlihat di keningnya.

“Mama mau ke mana?”

“Jemput Abang, terus ke kantor Papa,” sahut Raina sambil menutup kotak berisi kue dan memasukkannya ke dalam sebuah paper bag.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang