Bab 41

19.1K 1.1K 32
                                    

Happy Reading!

Raina berjalan menuruni anak tangga sambil menggendong Alvarez yang sudah terlihat rapi dengan celana selutut dan baju kaos. Anak itu terlihat sangat menggemaskan, apalagi ditambah senyumnya yang seolah-olah tak akan luntur.

“Pagi, Papa! Pagi, Abang!” sapa Alvarez sambil melambaikan tangan tatkala Raina sudah mendudukkannya di kursi meja makan.

“Pagi juga, anak Papa,” jawab Farrell, sementara Algha hanya mengangguk sekilas.

“Kalian ada kegiatan atau acara hari ini?” Kali ini pertanyaan itu keluar dari bibir satu-satunya wanita cantik yang ada di rumah ini.

Farrell menggeleng. “Tidak ada. Memangnya kenapa?” Matanya melirik kecil ke arah sang istri, sebab dirinya tengah menyeruput kopi.

Raina tersenyum sekilas, pandangannya beralih pada Algha. Ia tak mengatakan apa pun, wanita itu menunggu sampai Algha menjawab pertanyaannya.

Sementara Algha yang merasa diperhatikan pun mendongak. Matanya memandang ke arah tiga orang di sekitarnya yang tengah mengarahkan pandangan padanya. Remaja itu menaikkan kedua pundaknya, lantas menggeleng.

“Nggak ada, Ma.”

“Kebetulan hari ini weekend, gimana kalo kita main ke Timezone?” tawar Raina. Ia sangat ingat janjinya kepada Algha untuk mengajak mereka bermain ke sana. Jika tidak salah, itu adalah ucapannya seminggu yang lalu, dan sekarang Raina ingin menepati janjinya.

“Boleh juga. Mau berangkat jam berapa?” sahut Farrell.

Sejenak Raina menoleh ke arah jam yang terpaku pada dinding. Perempuan itu lantas kembali menatap Farrell yang masih menunggu jawaban darinya.

“Setelah sarapan aja, biar anak-anak bisa puas main di sana.”

❄️❄️❄️

Sesuai dengan kesepakatan tadi pagi, kini Farrell sekeluarga tengah berada di Timezone yang berada di salah satu mal. Usai mengisi saldo, keluarga kecil itu pun mulai memasuki area Timezone.

“Mau main apa dulu nih?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir Raina. Ia menatap satu per satu tiga laki-laki di hadapannya, meminta jawaban.

“Alva mau itu!” jawab Alvarez riang sambil menunjuk ke arah mesin capit boneka.

“Kalo Abang?”

Algha tak serta-merta langsung menjawab, remaja itu justru membawa matanya berkeliling, hingga pandangannya tertuju pada permainan Street Basketball.

“Algha main itu aja,” jawab Algha, tak lupa jari telunjuknya menunjuk ke arah permainan yang ia inginkan.

“Oke, berarti Abang sama Papa, Mama sama Adek, ya? Setuju nggak?” tanya Raina yang dijawab dengan anggukan kecil oleh ketiga lawan bicaranya.

Setelahnya, keluarga kecil itu terpisah menjadi dua bagian, Algha dan Farrell menuju tempat Street Basketball, sedangkan Alvarez dan Raina menuju mesin capit boneka.

“Mama, Alva mau boneka Neo!” Alvarez berseru tatkala matanya tak sengaja melihat sebuah boneka bentuk ikan di dalam mesin capit boneka. Dengan gerakan sekuat tenaga, anak itu menarik tangan sang mama yang sudah digenggamnya menuju mesin itu.

Raina hanya tertawa melihatnya.
“Sabar, Sayang. Bonekanya nggak akan ke mana-mana kok,” sahutnya sembari mengacak pelan rambut Alvarez.

Alvarez hanya cengengesan sebelum memperlambat jalannya. Beberapa langkah kemudian, kedua orang itu telah tiba di depan mesin capit boneka. 

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang