Bab 66

13K 621 0
                                    

Happy Reading!

Setelah melewati berhari-hari di rumah sakit, Raina dan keluarganya akhirnya mendapatkan kabar baik. Geo yang berjuang melawan penyakit yang merintanginya, diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit.

"Dijaga pola makannya, ya, Tuan," pesan Dokter Efendi dengan senyuman hangat yang hadir di bibirnya.

Geo dengan tubuh yang masih lemah itu duduk di tepi ranjang sembari mendengarkan kata-kata dokter dengan penuh perhatian. Ia tahu, meski telah diizinkan untuk pulang, perjalanan penyembuhannya masih jauh dari selesai. Dokter memberi arahan yang jelas, perlu diingat bahwa istirahat adalah hal yang sangat penting.

"Terima kasih, Dok," ucap Raina.

Dokter Efendi mengangguk.
"Kalau begitu, saya permisi dulu." Pria itu mundur beberapa langkah, sebelum berbalik dan pergi meninggalkan ruangan ini.

Seusai kepergian pria berjas putih itu, pandangan Raina kembali berfokus pada sang papa.
"Untuk sementara waktu, Papa tinggal di rumah kita aja dulu. Biar Rai juga bisa ngurusin Papa."

Farrell yang berdiri di samping Raina itu menyengguk setuju.
"Iya, betul apa dikatakan Raina, Pa."

Geo menggeleng. "Papa nggak mau ngerepotin kalian, Nak."

"Papa ngomong apa sih? Raina nggak merasa direpotkan sedikit pun sama Papa. Lagi pula, merawat Papa udah jadi tugas Raina sebagai anak Papa," sanggah Raina. Kepalanya menoleh pada Farrell, meminta persetujuan dari sang suami.

Farrell pun mengangguk.
"Iya, Pa. Selain Raina bisa jagain Papa, Papa juga bisa main sama anak-anak."

Akhirnya, mau tak mau, Geo mengangguk setuju. Sangat betul apa yang dikatakan oleh anak dan menantunya itu.

"Aku ngurus biaya administrasi dulu, ya," pamit Farrell. Sebelum pergi, pria itu lebih dulu mengecup kening Raina, lantas membawa Alvarez yang tengah duduk anteng di sofa ke dalam gendongannya, membawa serta anak itu keluar dari ruang rawat Geo.

"Raina beresin barang-barang Papa dulu, ya, sambil nunggu Mas Farrell balik."

Geo hanya mengangguk dengan tatapan yang tak lepas dari Raina. Geo sangat bersyukur, di umur senjanya ini, ia masih memiliki keluarga yang menyayanginya dan orang-orang yang peduli padanya. Geo tak dapat membayangkan, bagaimana hari tuanya tanpa mereka, bagaimana jika ia hanya sendirian di umurnya yang kian menua. Untung saja, Tuhan masih berbaik hati padanya. Tuhan memberikannya nikmat yang begitu melimpah. Kini, harapan Geo hanya satu, yaitu melihat orang-orang yang disayanginya dapat hidup bahagia. Sebab baginya, tak ada yang lebih penting daripada itu. Urusan dunia tak akan ada habiskan jika terus dipikirkan.

❄️❄️❄️

Algha duduk di meja belajarnya dengan buku-buku matematika yang berserakan di sekelilingnya. Hari-hari terakhir sebelum olimpiade matematika tampak membuatnya kian sibuk. Di sisi meja, lemari khusus komik kesayangannya tersusun rapi. Meski hatinya merindukan petualangan para pahlawan super dalam halaman-halaman komik tersebut, Algha tahu bahwa saat ini adalah waktunya untuk fokus pada tujuannya yang lebih besar.

Dengan pulpen di tangan dan ponsel yang setia di sampingnya, Algha memulai rutinitas belajarnya. Ia membuka aplikasi bimbel online favoritnya dan memutar video penjelasan soal matematika. Suara guru virtual yang penuh semangat mengisi ruangan, menjelaskan teori dan strategi dalam menghadapi soal-soal rumit.

Algha menatap layar ponselnya dengan serius, mencermati setiap kata dan rumus yang disampaikan oleh guru di video. Ia paham bahwa mendengarkan penjelasan hanya setengah dari pertempuran, dan yang terpenting adalah melatih dirinya sendiri dengan mengerjakan soal-soal yang disediakan. Dengan penuh semangat, Algha mencoret-coret kertas kosong di depannya, mencoba menyelesaikan setiap tantangan matematika yang diberikan.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang