Bab 15

41K 1.9K 35
                                    

Happy Reading!

Alvarez  tak hentinya memandangi ikan barunya yang tengah berenang dalam akuarium dengan mata berbinar kagum yang sesekali berkedip-kedip. Anak itu seketika menoleh kala mendengar suara langkah kaki. Ditatapnya sejenak wajah lelah sang kakak yang baru saja pulang dari sekolah.

Dengan senyum lebar, Alvarez menghampiri Algha, kemudian menarik lengan pemuda itu agar mendekat ke arah akuarium barunya berada.

“Bagus nggak, Bang?” tanyanya.

Algha mengangguk seadanya.

Alvarez mengangguk senang. “Iya, tadi balu (baru) dibeliin sama Mama. Tadi tuh ikannya banyak banget.”

Lagi dan lagi Algha hanya mengangguk. Ia dengan lembut melepas pegangan tangan Alvarez pada lengannya, lantas berjalan menuju kamar.

Melihat sifat kakaknya yang abai, Alvarez merasa sedih. Ia sudah tak minat lagi menatap ikan barunya yang lucu. Alvarez berjalan menghampiri Raina yang sedang sibuk menyiapkan makan siang.

“Mama,” panggilnya lirih sambil memeluk erat kaki kanan Raina. Ia menyembunyikan wajahnya di sana. Tak lama kemudian, suara isak tangis terdengar dari bibir mungilnya.

Raina segera meletakkan piring yang dipegangnya di atas meja. Ia mengangkat tubuh Alvarez, kemudian mengusap air mata di pipi anak itu lembut.

“Anak Mama kenapa nangis?” tanyanya.

Alvarez menggeleng, ia segera memeluk leher Raina, kemudian kembali menangis setelah meletakkan kepalanya di pundak sang mama.

Cup-cup-cup, sini cerita sama Mama. Alva kenapa, Sayang?” Raina kembali bertanya setelah mendudukkan diri di salah satu kursi meja makan sambil memangku anak itu.

Alvarez mengangkat kepalanya. Ia mengusap kedua matanya, kemudian menarik napas panjang untuk menghentikan tangisnya sebentar, meskipun isakannya sesekali masih terdengar.

“Tadi Abang cuekin Alva,” jelasnya di sela-sela tangis yang mulai turun kembali.

Raina tersenyum, ia menghapus air mata Alvarez lalu mengusap kepala anak itu. Setelah merasa Alvarez sudah sedikit tenang, ia pun memulai pembicaraan untuk menenangkan perasaan si bungsu.

“Alva, dengarkan Mama. Abang bukannya nggak suka sama Alva. Abang cuma capek habis pulang dari sekolah. Abang capek tadi habis belajar banyak,” tuturnya.

Alvarez mendongak, menatap tepat di manik mata sang mama. Seperti anak kecil pada umumnya, Alvarez pun mengangguk percaya. Namun, bertolak belakang dengan apa yang diucapkannya.

“Ya udah, kalau gitu Abang nggak usah sekolah, bial (biar) nggak belajar, telus (terus) nggak capek.”

Jawaban polos Alvarez membuat Raina tertawa.

“Ya nggak bisa gitu, Sayang. Abang sekolah, kan biar pintar. Biar bisa jadi orang sukses kayak Papa,” sahut Raina yang dibalas anggukan kecil oleh sang lawan bicara.

Masih dengan menggendong Alvarez, Raina berdiri dari duduknya. Ia membawa Alvarez menuju kamar Algha.

“Sekarang kita ajak Abang buat makan, ya?” Alvarez mengangguk. “Gih, ketuk pintunya, terus panggil Abang.”

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang