Bab 26

30.6K 1.5K 47
                                    

Happy Reading!

“Hai, Farrell. Apa kabar?” tanya seorang wanita sembari mendudukkan diri di sofa yang berada tepat di sisi Farrell.

Dengan sengaja ia menumpukan paha kanannya di atas paha kiri, hingga membuat dress yang dikenakannya sedikit terangkat, memperlihatkan paha mulusnya yang jelas sekali merupakan hasil dari perawatan khusus yang pastinya perlu mengeluarkan fulus yang tidak dapat dikatakan sedikit.

“Baik,” sahut Farrell datar tanpa menoleh sedikit pun.

“Kamu kenapa jarang main ke sini?” Lagi dan lagi, perempuan dengan nama Salsa itu kembali melontarkan pertanyaan. Tak memedulikan raut tak nyaman yang kentara sekali terlihat dari wajah Farrell, ia pun menggeser duduknya, mendekat ke arah pria itu. Salsa adalah perempuan yang memiliki hubungan keluarga dengan Raina, tetapi tidak sedarah. Ya, ia adalah anak dari ibu tiri Raina.

“Saya sibuk, dan saya akan ke sini jika istri saya yang mengajak,” jawab Farrel. Kemudian, lelaki itu bergeser, agar duduk tak terlalu dekat dengan Salsa.

Jawaban itu membuat Salsa mendengkus. Namun, perempuan itu tetap mempertahankan senyumnya. Terbesit rasa iri dalam hatinya pada Raina. Andaikan saja dulu ia yang menikah dengan pria di sampingnya ini, pastinya ia bahagia. Ia akan memiliki suami tampan dan hidup dengan bergelimang harta.

Lelaki itu masih tetap setia dengan wajah datar dan suara dinginnya—dari dahulu hingga sekarang. Entah kenapa, Farrell selalu saja bersikap seperti itu padanya, padahal jika dengan yang lain, lelaki itu terlihat lumayan ramah. Rasanya sangat sulit baginya untuk mendekati pria yang masih berstatus sebagai suami dari adik tirinya ini.

Tatapan Salsa beralih pada Alvarez dan Algha yang tengah menonton video di tablet yang sama.

“Anak-anak, kalian sudah makan? Tadi Tante Salsa masak makanan kesukaan kalian lho.”

“Alva sama Abang udah makan tadi di lumah,” sahut Alvarez, sementara sang abang hanya diam tanpa mengalihkan perhatiannya dari film yang tengah ditonton.

Tak lama, seorang wanita datang menghampiri mereka dengan bunyi kerincing yang mengikutinya. Sandra namanya. Wanita itu terlihat begitu glamor dengan berbagai perhiasan yang terpasang di tubuhnya—yang seolah-olah sedang memberitahukan pada semua orang bahwa ia memiliki harta yang berlimpah ruah. Mulai dari gelang, anting, kalung, dan cincin yang terpasang hampir di seluruh jari-jemarinya.

“Eh, ada Nak Farrell,” sapanya, “Apa kabar?” tanyanya, lalu mengambil duduk di dekat Alvarez.

Farrell mengangguk.  “Baik.”

“Mama kangen lho sama kamu dan cucu-cucu Mama yang ganteng ini,” ucap Sandra lagi. Ia ingin mencubit pipi Alvarez. Namun, sebelum keinginannya itu terlaksana, Alvarez sudah lebih dulu menghindar darinya dan memilih untuk lebih merapatkan dirinya pada Algha.

Farrell hanya mengangguk tanpa menjawab. Jujur saja, ia tak pernah betah berada di rumah ini, apalagi dengan kehadiran dua wanita yang sudah seperti lalat baginya, sangat mengganggu ketenangan. Dua perempuan itu teramat suka mencari-cari perhatian, padahal sudah jelas-jelas dirinya tak nyaman.

“Mas Farrell!” panggil Raina yang baru saja tiba bersama Geo. Ia memasang senyum selebar mungkin.

Kaki jenjang Raina melangkah menghampiri Farrell dan duduk di antara sang suami dan sang kakak tiri. Dengan sengaja perempuan itu menggeser duduknya, hingga Salsa terpojok di ujung sofa. Mau tak mau, Salsa akhirnya beranjak dan pindah ke lain sofa. Hal itu membuat senyum di bibir Raina terlihat makin lebar dan semringah.

“Apakah Ibu dan Kakak tidak merindukanku?” tanya Raina, masih mempertahankan senyumnya.

Namun, bukannya mendapat jawaban, seluruh mata justru tertuju padanya. Bagaimana tidak, mereka dibuat heran oleh tingkah perempuan itu kali ini. Sebab Raina biasanya diam dan hanya akan menjawab ketika ditanya—itu pun hanya berupa gelengan atau anggukan saja. Akan tetapi, hari ini ia tiba-tiba berbicara seperti itu.

“Bagaimana kabarmu?” Sandra akhirnya mengeluarkan suara. Lukisan yang membentuk bulan sabit terlihat di wajahnya.

Namun, Raina dengan jelas tahu bahwa itu bukanlah senyum yang benar-benar tulus. Seperti serigala berbulu domba, wanita itu tak sebaik apa yang diperlihatkan, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh jiwa asli Raina.

“Oh, tentu saja baik. Seperti yang kalian lihat,” jawab Raina sambil kembali memeluk lengan suaminya yang sempat ia lepaskan.

Tatapan Raina beralih pada Salsa yang sejak tadi meliriknya dan Farrell. Ini memang kali pertamanya mereka bertemu. Namun, Raina sudah dapat merasakan hawa-hawa buruk jika ada mereka di sekitarnya. Mereka terlihat seperti dua nenek lampir yang saling bekerja sama untuk menguasai dunia. Raina tidak bercanda, itu hanya opini pribadinya. Jika orang lain tidak percaya, itu urusan mereka.

“Kalian akan menginap di sini?” tanya Geo.

“Tidak, Pa,” jawab Raina. Sejenak matanya melirik kecil ke arah sang suami, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “Mas Farrell harus kerja besok. Iya, ‘kan, Mas?”

Farrell mengangguk-angguk saja dengan tangan yang mulai bergerak untuk mengelus kepala Raina yang tengah bersandar di pundaknya.
“Mungkin lain kali, jika Farrell tidak sibuk, Pa.”

Raut kecewa sedikit terlihat di wajah Geo. Namun, tak lama, sebab pria itu langsung kembali memasang ekspresi biasa. Meskipun sejatinya ia sangat merindukan kehadiran anak semata wayangnya dari Hilda itu. Sejak menikah, Raina memang jarang sekali ke sini.

Entah apa yang membuat putri kesayangannya itu memiliki hanya sedikit minat untuk mengunjungi rumah yang telah ditempatinya sejak hadir ke dunia ini. Entah karena Raina terlalu nyaman dengan rumah dan keluarga barunya atau karena hal lain.

Namun, apa pun itu, sebagai seorang ayah yang baik, ia tak akan memaksakan apa pun kepada Raina. Geo pasti akan ikut bahagia jika sang putri tetap dalam keadaan bahagia. Ya, itulah harapan terbesar dalam hidupnya.

“Ya sudah, tak apa, tapi kalian harus makan siang bersama di sini.” Yang diajak berbicara segera mengangguk setuju. “Sambil menunggu para perempuan memasak, bagaimana kalau kita bertarung catur lagi, Rel,” ajak Geo.

Farrell mendongak. Dengan memasang senyum jemawa, lelaki itu segera mengangguk.
“Tentu saja, siapa takut. Papa pasti akan kembali kalah.”

Geo terkekeh. Ia berdiri dan menepuk pundak Farrell beberapa kali.
“Kau masih saja sama seperti terakhir kali kita bertemu, masih tetap bertahan dengan kepercayaan dirimu yang tinggi.”

“Karena Farrell yakin bisa mengalahkan Papa,” jawab Farrell. Pria itu tak pernah bersikap sungkan kepada papa mertuanya.

“Ya, ya. Kau memang selalu berhasil membuat Papa sekakmat, Rel.”

Raina tersenyum melihat keakraban suami dan ayahnya. Dua orang itu tidak terlihat seperti menantu dan mertua, tetapi justru lebih terlihat seperti anak dan ayah kandung. Setelah punggung dua pria berbeda usia itu hilang di balik pintu belakang, pandangan Raina beralih kepada kedua anaknya yang masih sibuk dengan tontonan milik Algha.

“Algha sama Alva di sini dulu, ya. Mama mau bantu masak di dapur.”

“Iya, Ma.”

To be continued ....

Spill tipis, xixi!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spill tipis, xixi!

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang