Bab 12

46.3K 2.3K 35
                                    

Happy Reading!

Raina menoleh kala merasakan kehadiran seseorang di sofa tunggal yang berada tepat di sampingnya. Keningnya mengernyit heran tatkala melihat sang suami justru duduk dengan santainya setelah berhasil mengambil sebuah donat dengan lelehan cokelat yang terlihat begitu nikmat, yang tentunya milik si bungsu.

“Mama, Papa lebut (rebut) donat Alva!” seru sang kecil. Matanya memandang marah ke arah Farrell.

“Mas,” tegur Raina. Namun, Farrell hanya mengangkat bahunya acuh, lantas melahap habis donatnya. “Eh, Mas nggak balik ke kantor lagi?”

Alvarez langsung mengangguk, menyetujui ucapan sang mama. “Iya, biasanya Papa sibuk kelja (kerja) telus (terus).”

Farrell tak menjawab. Ia meraih tisu untuk mengelap telapak tangannya. Dengan gaya angkuh, pria itu mengangkat sebelah kakinya, menumpuknya di atas kaki satunya.

“Papa, kan bosnya,” jawabnya dengan nada jemawa.

“Dih, sombong,” cibir Raina.

Berbeda dengan Raina, Alvarez justru bertepuk tangan riang.

“Wah! Bos, kan banyak uang. Jadi, Papa punya banyak uang dong? Kapan-kapan beliin Alva mainan banyak-banyak, ya!”

Farrell segera mengangguk. “Jangankan mainan, pabriknya pun akan Papa belikan untuk anak kesayangan Papa ini.” Usai mengucapkan itu, Farrell segera mengangkat tubuh kecil Alvarez ke dalam dekapannya lalu menghujani wajah menggemaskan itu dengan ciuman. Tak lama, ia kemudian menggelitiki perut anak itu.

“Hahaha, Papa! Geli, Pa! Haha!”

Tawa itu terdengar begitu senang. Tawa murni tanpa adanya kepura-puraan. Tawa yang membuat seseorang iri mendengarnya dan tawa yang membuat seseorang ingin merasakannya.

Algha hanya dapat menatap Farrell dan Alvarez dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ada rasa yang tercampur aduk dalam hatinya. Rasa marah, bahagia, dan kecewa begitu hebat mempermainkan sanubarinya. Marah karena kenapa hanya Alvarez yang diperhatikan dengan begitu intens. Bahagia karena melihat orang yang ia sayang tertawa. Serta kecewa karena kenapa ia tak pernah merasakan berada di posisi itu juga.

Sejak Alvarez hadir di dunia ini tiga tahun yang lalu, kasih sayang Farrell selalu dilimpahkan kepada si bungsu itu. Bahkan, Farrell telah meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani dan bermain dengan Alvarez. Algha tahu semua itu, tetapi ia hanya mampu diam. Memangnya apa yang dapat ia lakukan? Memohon agar Farrell berlaku adil? Memberontak karena ia tak pernah merasakan apa yang didapatkan oleh Alvarez?

Tentunya diam adalah pilihan yang sangat tepat untuk Algha lakukan, daripada harus melakukan berbagai macam cara untuk menarik perhatian sang papa, bila akhirnya hanya ketegasan yang didapat, bukan limpahan kasih sayang dari pria itu.

Lantas, bolehkah Algha merasa cemburu pada anak sekecil Alvarez, apalagi Alvarez adalah adik kandungnya sendiri? Algha iri, ia juga ingin merasakannya. Namun, kapan waktu itu akan tiba?

Terlalu memikirkan hal itu membuat Algha tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya kuat. Ia baru sadar ketika Raina tiba-tiba meraih tangannya sambil menggeleng pelan. Wanita itu dengan lembut membuka kepalan tangannya. Raina tersenyum, senyum yang terasa begitu menenangkan bagi Algha, yang membuat anak itu dengan perlahan berhenti mengepal.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang