Bab 39

21.4K 1.1K 55
                                    

Happy Reading!

Seorang pria dengan setelan jas kantorannya itu memarkirkan mobil yang dikendarainya di garasi rumah. Ia turun dari mobil sembari membawa serta tas kerjanya.

Tangan pria itu terulur membuka pintu besar di hadapannya, lantas kembali melangkah memasuki rumah. Senyap menyambutnya kala kakinya bertapak di depan pintu. Ia Farrell, lelaki yang baru saja menyelesaikan kewajibannya hari ini sebagai kepala keluarga untuk mencari nafkah.

Farrell terus melangkah, hingga kakinya berhenti tepat di depan ruangan yang menjadi musala di rumah ini. Kepalanya menoleh, dengan sendirinya bibir pria itu terangkat kala melihat istri dan kedua anaknya di sana. Raina tampak begitu cantik dengan mukena yang dikenakannya.

Perempuan itu terlihat mengajari Alvarez membaca huruf Hijaiah lewat media Iqra. Sedangkan si sulung yang memakai peci di kepalanya itu tengah membaca Al-Qur’an dengan posisi yang tak terlalu jauh dari Raina dan Alvarez.

Farrell makin sadar, ungkapan yang berkata bahwa ibu adalah pendidikan pertama bagi anak-anaknya memang benar. Meskipun Raina berubah belum lama ini, setidaknya wanita itu sedang berusaha untuk menjadi ibu yang lebih baik, dan Farrell akan berusaha mendukung apa pun keputusan Raina, selagi itu baik dan tidak merugikan siapa pun.

“Shoduqollahulazim,” ucap Raina dan Alvarez kala mengakhiri kegiatan mengaji mereka.

“Anak Mama makin pintar,” puji Raina pada Alvarez, tak lupa mengusap kepala anak itu yang juga tertutupi oleh peci anak-anak.

Alvarez tersenyum hingga kedua matanya menyipit. “Telima kasih, Mama.”

“Sama-sama, Sayang,” sahut Raina. Wanita itu mendongak, dan matanya tak sengaja berserobok dengan pria pemilik mata cokelat terang yang tengah berdiri di depan pintu musala sambil memasang senyum.

Raina segera berdiri dari duduknya, kemudian berjalan menghampiri Farrell. Perempuan itu meraih tangan sang suami lalu menciumnya.

“Mas baru pulang?” tanyanya yang dibalas anggukan oleh sang lawan bicara. “Udah salat?”

“Sudah, tadi mampir ke masjid sebelum pulang.”

“Ya sudah, sekarang Mas mandi dulu,” ucap Raina. Ia berniat mengambil alih tas kerja Farrell, tetapi langsung dicegah oleh pria itu.

“Kamu lanjutkan saja mengajari anak-anak. Aku bisa bawa sendiri,” kata Farrell. Ia kembali memamerkan senyumnya. Farrell menyempatkan untuk mengusap kepala Raina yang tertutupi mukena itu, lantas pergi meninggalkan wanita itu dan berjalan menuju kamarnya.

Seperginya Farrell, Raina mengangkat kedua sudut bibirnya. Ia mengusap kepalanya sendiri sembari tersenyum malu-malu. Tak ingin larut dalam acara salah tingkahnya, Raina pun memilih berbalik dan kembali menghampiri kedua anaknya.

“Abang udah selesai ngajinya?” tanya Raina tatkala melihat Algha menutup Al-Qur’an miliknya dan meletakkannya di tempat seharusnya.

Algha menoleh, ia mengangguk sambil melepas pecinya.
“Iya, Ma. Algha mau belajar dulu.”

“Ya sudah, sana gih belajar. Nanti kalo waktunya makan malam, Mama bakalan panggil Abang.”

Algha menyengguk lalu berkata, “iya, Ma.” Remaja itu pun melangkah pergi dari musala, meninggalkan Raina dan Alvarez di sana.

Usai tubuh Algha tak terlihat lagi, Raina pun berjongkok di depan Alvarez yang masih duduk di posisi semula.

“Sekarang waktunya Adek buat belajar juga,” ucapnya seraya mencolek hidung Alvarez. “Mama lipat mukena dulu, ya, Sayang,” lanjutnya. Wanita itu pun melepas mukenanya dan meletakkannya di lemari kecil khusus peralatan salat yang terdapat di sana.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang