Bab 70 ENDING

23.7K 1K 141
                                    

Happy Reading!

Raina, jiwa yang semula terus berada di alam antara hidup dan mati itu kini kembali menempati tubuh aslinya. Rasanya, ia sangat ingin tertawa terbahak-bahak. Raina merasa, takdir begitu kejam dalam mempermainkan dirinya. Raina yang semula sudah merasa nyaman menjadi arwah bergentayangan dan merasa bersyukur karena ada sosok yang jauh lebih baik darinya menggantikannya, kini merasa terus ingin mengutuk takdir hidupnya.

Raina merasa dipermainkan. Kenapa ia harus kembali ke tubuh aslinya? Ada satu hal yang membuat Raina tak ingin menempati kembali tubuhnya. Ia hanya tak ingin emosinya kembali meletup-letup dan sulit dikendalikan kala berhadapan dengan sang suami dan kedua anaknya. Ya, selama ini Raina lebih memilih mengabaikan daripada harus mencaci maki kedua anak yang tidak bersalah itu. Dua anak manis dan baik yang lahir dari rahim seorang perempuan dengan emosi yang sulit sekali stabil.

Raina bukan tidak menyayangi Algha dan Alvarez, ia hanya merasa berdosa terlalu banyak kepada dua anak itu. Ibu mana yang tidak menyayangi anaknya, tetapi Raina telah terlanjur mengabaikan keduanya, hingga mendekat pun rasanya terasa begitu asing.

Usai menertawakan semua takdir sialan ini, air mata Raina benar-benar menetes deras. Ia menangis, meski tak tahu hal apa yang sebenarnya ia tangisi. Mungkin, semua hal pantas Raina tangisi. Tentang semua dosa-dosanya dan tentang hidupnya yang dipermainkan.

"Ma, Mama kenapa menangis?"

Pertanyaan dengan nada yang terdengar begitu khawatir membuat Raina menoleh. Wajah yang sebelumnya terlihat terus datar itu kini telah menampilkan ekspresinya. Reina memang telah benar-benar berhasil dalam memberikan kasih sayang seorang ibu pada dua anaknya.

Raina tahu semuanya, sebab selama ini jiwanya terus bergentayangan di antara orang-orang yang ingin ia pantau. Seperti suami dan kedua anaknya. Raina telah menyaksikan semuanya, tentang begitu lembut dan sabarnya Reina dalam meluluhkan hati Farrell dan Algha yang sempat membeku-atau hampir membencinya.

Ini sebuah kutukan atau sebuah kesempatan yang diberikan Tuhan padanya sehingga ia dapat kembali ke tubuh aslinya dan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Namun, alih-alih menjawab pertanyaan itu, Raina justru memilih membuang muka. mulutnya sangat ingin berbicara, tetapi rasa bersalah memenuhi hatinya. Raina bukan seorang ibu yang baik. Akan tetapi, daripada berniat untuk memperbaiki semuanya, yang diinginkan Raina justru kembalinya Reina agar menempati tubuhnya dan berperan sebagai sosok ibu untuk kedua anaknya lagi.

Dosanya sudah terlalu besar dan Raina merasa tidak akan sanggup untuk menebus semua kesalahannya. Ia lebih memilih menjadi arwah gentayangan sampai tiba waktunya Tuhan membawanya ke alam yang sudah seharusnya.

Menghela napas pelan, Raina kemudian menoleh, menatap putra sulungnya yang masih dalam posisi dan raut wajah yang sama seperti sebelumnya. Ia mengusap kedua pipinya, berusaha menghapus jejak air mata yang berada di sana.

"Tolong panggilkan papa dan adikmu."

Yang diajak bicara pun mengangguk. Algha berdiri dari duduknya dan melangkah keluar. Namun, ketika tubuh Algha menghilang di balik pintu, Raina merasa napasnya begitu berat dan dadanya terasa sesak.

'Apalagi ini, Tuhan?' batinnya. Perempuan itu meremat kuat dadanya yang terasa kian sesak. Raina memejamkan mata saat sakit itu makin terasa begitu kuat.

"Apa benar kau tak ingin kembali menempati tubuhmu?"

Suara itu spontan saja membuat Raina membuka mata. Di hadapannya, kini berdiri seorang pria berpakaian serba putih. Pria itu berdiri dengan tangan kiri yang diletakkan di belakang punggung.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang