Bab 11

46.9K 2.7K 41
                                    

Happy Reading!

“Dasar anak itu, tega sekali membuat wajah tampan anakku menjadi memar begini,” gerutu Raina sambil mengobati luka Algha. Kini ketiganya sedang berada di taman.

“Maaf,” ucap Algha, singkat.

Raina menghentikan gerutuannya.
“Meminta maaf untuk apa, Sayang?”

“Maaf karena Algha sudah membuat Papa dan Mama kecewa serta malu. Maaf Algha tidak bisa jadi anak yang baik seperti yang Mama inginkan. Maaf Algha tidak dapat menjadi ....” Meski suaranya terdengar datar, tetapi ada nada bersalah yang tersirat di sana.

Raina segera menghentikannya. Ia meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Algha, yang membuat anak itu seketika diam. Tangan Raina terulur mengusap kepala Algha. Ia menoleh ke arah anak itu dan segera mengubah mimik wajahnya menjadi selembut mungkin.

“Kamu memang salah tidak dapat mengatur emosimu. Papa sudah sering bilang, jangan buat masalah di sekolah dan kendalikan ....” Ucapan Farrell terhenti seketika saat Raina yang duduk di sampingnya tiba-tiba menginjak kakinya. Mata perempuan itu melotot lebar, memperingatinya agar tidak mengeluarkan suara yang membuat suasana makin keruh.

“Algha sayang, dengarkan Mama, ya. Kamu memang salah karena membalas satu pukulan dengan pukulan bertubi-tubi. Mama yakin, jika kamu tidak menghajarnya sampai babak belur, mungkin sekarang kamu yang akan berada di posisi itu. Mama tidak marah karena kamu melakukan itu sebagai bentuk pertahanan diri, tapi Mama juga tidak membenarkan kamu melakukan kekerasan pada orang lain,” tutur Raina sambil tersenyum kecil. “Algha paham bukan apa yang dimaksud Mama?”

Algha mengangguk kecil. Ucapan sang mama seperti sihir yang dapat membuatnya langsung kembali merasa tenang.

“Sudah selesai, bagaimana jika kita sekalian makan siang?” tawar Raina. Ia menoleh ke arah Farrell dan Algha bergantian saat tak mendapatkan jawaban dari keduanya. “Sudahlah, ayo.”

Ketiga orang itu segera melangkah menuju mobil Farrell, kemudian masuk ke dalam.

“Mau makan apa?” tanya Farrell yang tengah mengemudikan mobil.

Raina menoleh ke arah Algha yang duduk di kursi penumpang bagian tengah.

“Algha pengin makan apa?”

“Beef teriyaki,” balas Algha, kemudian mengalihkan pandangannya untuk menatap ke luar kaca mobil.

Raina mengangguk. “Mas, ke restoran yang menjual teriyaki.”

“Sudah dengar,” sahut Farrell cepat.

Raina hanya mampu mengepalkan tangan, berusaha untuk menahan perasaan dongkol akibat perkataan sang suami. Sungguh, kali ini Farrell telah berhasil membuatnya kesal bukan main.

❄️❄️❄️

Usai mengisi perut, mobil yang membawa tiga orang itu melaju melewati jalanan yang terasa lenggang. Raina, perempuan itu menoleh ke belakang, tempat Algha berada.  Sejak tadi, Algha hanya diam sembari menatap keluar jendela. Bahkan ketika sedang restoran tadi, hanya Raina yang berambisi untuk memecahkan rasa canggung, walau tetap saja tak membuahkan hasil yang memuaskan.

Raina menghela napas, ia kembali duduk dengan benar. Sungguh, Raina tak dapat menebak apa yang saat ini tengah Algha rasakan. Anak itu terlalu pendiam dan menutup diri. Apa pun resikonya, Raina akan terus berjuang untuk mewujudkan rencananya—membuat kedua anaknya menyayanginya.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang