Bab 46

17.3K 1K 26
                                    

Happy Reading!

Raina membuka matanya perlahan. Pandangan wanita itu mengitari sekitar. Ia masih berada di dalam kamarnya, masih sesuai dengan apa yang diingatnya. Raina memilih bangkit dari tempat tidur, kemudian berjalan ke arah meja rias. Ia ingat—entah mimpi atau memang benar-benar terjadi, tentang sesuatu yang diamanahkan Kelia kepadanya perihal benda yang berada di laci meja rias. Walau apa yang diucapkan oleh Kelia semalam hanya sebagian, bahkan samar-samar saja yang Raina ingat.

Raina memegang pegangan laci, lantas menariknya. Benar saja, ada sebuah kertas di sana. Selama ini Raina memang tak pernah membuka-buka laci seperti ini. Sebab ia pikir tak ada sesuatu yang menarik atau penting.

Raina memilih mengambil duduk di kursi, kemudian membuka lipatan kertas itu. Ia meletakkan gantungan kunci berbentuk kepala kucing dengan tiga buah anak kunci yang menggantung di atas meja. Sejenak ditatapnya kalimat yang tertulis pada kertas. Isinya berupa kata To Algha, lengkap dengan alamat—yang Raina yakini adalah alamat apartemen yang dimaksud oleh Kelia.

Raina menarik napas pelan. Ia menoleh pada jam dinding yang tergantung apik di dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi. Raina pun beranjak, dan berjalan menuju kamar mandi. Ia akan menunaikan ibadah salat subuh, sebelum nantinya memasak, dan mengantarkan Algha ke sekolah.

❄️❄️❄️

Raina menyajikan piring terakhir berisi makanan yang telah ia buat di atas meja. Tak banyak yang ia masak, hanya ada ayam goreng dan tumis kangkung saja. Sebab perempuan itu tak ingin makanan hari ini mubazir. Apalagi ini hanya untuk sarapan.

“Ani, saya bangunin anak-anak dulu, ya. Nanti kamu tinggal siapkan air minum saja,” pesan Raina.

Ani segera mengangguk. “Siap, Bu.”

Usai itu, Raina langsung meninggalkan dapur dan pergi ke lantai dua. Pertama-tama ia menghampiri kamar si sulung, lantas mengetuk pintunya.

“Algha!”

Tak lama Raina memanggil, pintu itu pun terbuka, menampilkan sosok Algha yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

Raina tersenyum melihatnya, diusapnya dengan lembut kepala Algha.
“Abang ke meja makan dulu, gih. Mama mau bangunin Adek.”

Algha menurut, ia mengangguk, lantas pergi sesuai dengan perintah sang mama.

Raina menatap punggung Algha yang kian menjauh. Setelah anak itu tak terlihat dari pandangannya, Raina pun memutuskan untuk langsung menghampiri kamar Alvarez.

Sesampainya di kamar bernuansa luar angkasa itu, Alvarez terlihat sudah duduk di atas ranjang sambil mengucek matanya.

“Adek udah bangun?” tanya Raina. Perempuan cantik itu mengambil duduk di samping Alvarez, lalu mengangkat anak kecil itu ke dalam pangkuannya. “Langsung mandi, ya?” tawar Raina, yang hanya dibalas anggukan oleh Alvarez. Anak itu terlihat masih lesu karena bangun tidur, terbukti dari wajahnya yang makin dibenamkan di ceruk leher Raina.

Raina hanya mampu menggeleng pelan, lantas membawa Alvarez menuju kamar mandi, dan memandikan anak itu. Usai kurang-lebih sepuluh menit kemudian, Alvarez tampak sudah lebih segar dan bersemangat dari sebelumnya. Anak dengan balutan baju overall jeans dan dalaman baju putih bergaris-garis hitam itu menggenggam jemari Raina. Keduanya bersamaan melangkah menuruni anak tangga, lantas menuju meja makan.

“Abang nggak makan duluan?” tanya Raina setelah mendudukkan Alvarez di kursi meja makan.

Algha meletakkan ponsel yang sejak tadi dimainkannya, lalu mendongak. Ia tersenyum dengan kepala menggeleng. Namun, tak sedikit pun ada suara keluar dari bibirnya.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang