Bab 28

29.8K 1.3K 69
                                    

Happy Reading!

“Terima kasih sudah mempercayaiku,” ucap Raina sebab Farrell telah memberinya satu kepercayaan yang tak akan mungkin untuk ia sia-siakan.

Farrell mengangguk. Ia beranjak dari duduknya dan berdiri tepat di depan Raina. Perlahan, senyumnya terlihat. Pria itu sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, lantas menyematkan sebuah kecupan di kening sang istri. Kecupan yang tanpa sadar telah berhasil menebarkan kupu-kupu di perut keduanya.

“Sudah seharusnya aku mempercayaimu. Sebab aku ingin menjadi suami yang baik untukmu dan ayah yang baik untuk anak kita, sesuai dengan impian kita yang ingin membangun keluarga bahagia.”

Pernyataan dengan nada lembut itu berhasil menggugah rasa asing di hati Raina. Perempuan itu terharu dengan apa yang diucapkan oleh Farrell barusan. Raina berdiri lalu memeluk erat tubuh Farrell.

“Terima kasih, Mas.”

Farrell mengangguk, ia melepas pelukan mereka lalu menatap lekat paras ayu di hadapannya ini. Sejenak keduanya saling bertukar pandang dan menyalurkan rasa yang tak dapat dijelaskan lewat kata-kata. Perlahan Farrell memajukan wajahnya, hingga kening keduanya menyatu. Namun, sebuah suara tiba-tiba masuk ke indra pendengaran mereka.

“Mama! Papa!”

Seketika saat itu juga Farrell menjauhkan diri dari Raina. Ia menoleh pada si kecil yang baru saja datang mengganggu.

“Eh, Sayang. Abang ke mana?” tanya Raina sembari berjongkok di depan Alvarez yang sudah berdiri di hadapannya. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dari rasa gugup yang tiba-tiba melanda. Sial, ia hampir saja kecolongan. Jika Alvarez tak datang, mungkin ciuman pertamanya sebagai Reina akan terenggut saat itu juga. Meskipun wajar bagi suami-istri untuk melakukan hal itu, tetapi Raina sama sekali belum pernah melakukannya.

‘Astaga, Raina. Apa yang sudah kamu pikirkan?’ batin Raina sambil menggeleng cepat.

“Tadi Abang sama Kakek.”

Raina mengangguk, ia mengacak-acak rambut hitam Alvarez lalu kembali berdiri.
“Ayo masuk. Mama mau bantuin Bi Minah masak,” ajaknya. Ia berjalan terlebih dahulu, kembali memasuki rumah, meninggalkan Farrell yang memilih menyusulnya setelah membawa Alvarez dalam gendongannya.

❄️❄️❄️

Di sebuah kamar dengan nuansa putih dan beraroma bunga mawar yang pekat terdapat dua orang wanita tengah berdiri berhadapan. Keduanya berdiri dengan wajah yang terlihat menahan amarah yang meledak-ledak terhadap seorang wanita lainnya—yang tadi pagi datang berkunjung ke rumah ini.

“Kita harus bagaimana, Ma?” tanya Salsa, perempuan itu berjalan mondar-mandir sambil menggigiti ujung kukunya yang dipercantik dengan nail polish.

Sandra masih diam, ia memilih mengambil duduk di sofa dengan posisi kaki kanan yang diletakkan di atas kaki kiri. Tatapannya mengarah pada suasana di luar ruangan. Di luar sangat menyengat, terlihat dari betapa teriknya sinar matahari yang menelusup lewat celah-celah kaca jendela.

“Kita tidak bisa membiarkan ini, Ma. Raina terlihat makin berani sekarang.” Salsa kembali berucap.

Sejenak Sandra menatap kuku-kukunya—yang juga tampak dipoles dengan cat kuku berwarna merah dari salon langganannya, sebelum menjawab ucapan sang anak.

“Kita akan menyingkirkannya, tapi nanti, setelah waktu yang tepat telah tiba,” jawabnya.

Sejenak Salsa menatap pantulan dirinya pada cermin lemari, lantas bergegas menyusul sang mama dan duduk di samping wanita itu.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang