Bab 58

16K 838 32
                                    

Happy Reading!

“Opa!”

Seruan suara anak kecil bernada riang itu membuat Geo yang semula tengah mengecek laporan keuangan perusahaannya dari tablet pun menoleh. Matanya menyipit, diiringi dengan sebuah garis lengkung di bibirnya yang mulai terlihat.

“Cucu Opa,” ucapnya. Pria itu terlebih dahulu meletakkan tabletnya di atas nakas.  Lantas, tatapannya mengarah pada Alvarez yang kini tengah bersusah payah menduduki kursi di sisi ranjang pasien, sebelum akhirnya dibantu oleh Farrell.

“Telima kasih, Papa,” ujar Alvarez, yang dibalas tepukan ringan di kepalanya.

“Kata Mama, Opa sakit, ya?” Pertanyaan itu terlontar dari bibir anak kecil yang kini memandang Geo dengan tatapan kasihan. “Tangan Opa sakit, ya, di-cus sama suntik?”

Geo tertawa mendengar pertanyaan itu.
“Opa nggak apa-apa. Opa, kan kuat, kayak Superman.”

Alvarez mengangguk cepat. Tangan kecilnya bertepuk tangan.
“Iya, Al mau kuat kayak Opa, bial bisa lindungi Mama.”

“Bagus,” puji Geo. Diusapnya kepala sang cucu dengan sayang.

Tatapan Farrell yang semula berfokus pada sang anak pun kini berpindah pada sang mertua yang masih setia memandang Alvarez. Ia mencium punggung tangan pria itu, sebelum melontarkan pertanyaan.

“Papa gimana keadaannya? Maaf Farrell baru sempat jenguk Papa sekarang.”

“Alhamdulillah, udah lumayan baik,” sahut Geo. Lantas, matanya menoleh ke arah pintu.

“Raina lagi ngambil barang yang ketinggalan di mobil, Pa,” kata Farrell tiba-tiba, seolah-olah memahami apa yang tengah dipikirkan oleh sang papa.

Geo menoleh. Kepalanya menyengguk, lantas menepuk pundak Farrell yang sudah mendudukkan diri di sisi ranjang pasien.
“Terus baik-baik sama Raina, ya. Kalo ada masalah, langsung selesaikan.”

Ucapan itu terang saja membuat Farrell bergeming. Ditatapnya lama mata Geo, seakan-akan tengah menyelami apa yang ada di dalam sana. Pikirannya mulai berkecamuk dengan sendirinya. Apakah Raina sudah menceritakan semuanya kepada Geo? Apakah Raina memberitahukan kepada Geo betapa brengseknya ia—walau dipengaruhi oleh obat sialan itu? Serta, pertanyaan-pertanyaan lain yang makin membuat otak Farrell kian rumit. Meski masalah itu sudah dijelaskan sejelas-jelasnya pada Raina dan perempuan itu sudah menerima permintaan maaf darinya, tetap saja Farrell adalah seorang pria yang menganut kepercayaan bahwa wanita tidak akan melupakan sedikit pun kesalahan yang pernah dilakukan oleh  prianya.

“Raina cerita sama Papa?” tanyanya, kemudian. Namun, baru saja ia akan mendapat jawaban, pintu ruangan yang dibuka itu membuat tiga laki-laki yang berada di sana seketika menoleh, menatap Raina yang baru saja tiba sambil membawa rantang susun.

“Firasat seorang Ayah tentang putrinya tidak akan meleset, Nak,” ucap Geo pelan, tetapi untungnya Farrell masih bisa mendengarnya.

“Papa.”

Pandangan Farrell mengikuti arah gerak Raina yang kini tengah menyalimi Geo dan meletakkan rantang yang dibawanya di atas lemari kecil samping ranjang.

“Masih ada yang sakit, Pa?” tanya Raina. Semua orang tentu dapat dengan jelas melihat tatapan yang menyiratkan kekhawatiran yang terlalu kentara di mata wanita itu.

“Udah agak mendingan, Rai,” sahut Geo, “Algha mana? Nggak ikut?”

Raina menggeleng. “Algha sekolah, Pa. Tadi udah Raina suruh absen, tapi katanya ada ulangan harian. In syaa Allah dia ke sini pas udah pulang sekolah.”

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang