Bab 60

15K 807 18
                                    

Happy Reading!

“Kondisi Papa kenapa bisa kritis lagi, Faj?”

Saat baru saja tiba di ruang ICU, Raina langsung menerjang Fajri dengan pertanyaan. Raut khawatir terlihat begitu jelas di wajah Raina, dengan mata yang kian berkaca-kaca.

Fajri yang tadinya bersandar pada dinding sembari menunduk pun segera mendongak. Pria itu seketika berdiri tegak, lantas membungkukkan tubuhnya sebentar ke arah keluarga anak sang majikan.

“Sebelum saya tinggal pergi tadi, ada Nyonya Sandra dan Nona Salsa datang kemari. Lantas, beberapa saat setelahnya, saya dikabari oleh pihak rumah sakit bahwa kondisi Tuan kembali kritis,” ungkap Fajri.

“Sial,” rutuk Raina, yang langsung dihadiahi tatapan tak suka dari Farrell dan tatapan bingung oleh Fajri. “Kenapa kamu bisa seceroboh itu meninggalkan Papa bersama dua wanita ular itu, Fajri?” lanjutnya. Tangan Raina terkepal, menahan segala rasa emosi yang mulai berkecamuk dalam batinnya.

“Ke mana perginya Mama, Faj?” Pertanyaan dari Farrell itu membuat Raina ikut menoleh, menatap sang suami, lantas berpindah pada Fajri.

“Saat saya tiba di sini, Nyonya Sandra dan Nona Salsa sudah tidak ada di sini, Tuan,” jawab Fajri.

Terang saja jawaban itu membuat Raina makin dibuat tak karuan. Raina sangat yakin, kondisi Geo saat ini pasti ada sangkut pautnya dengan Sandra. Meskipun bisa saja takdir yang berkehendak, tetapi keyakinan Raina bahwa dua wanita itulah yang menjadi dalang kian besar tatkala tak menemukan kehadiran Sandra dan Salsa di sini. Ternyata, diamnya Raina membuat dua orang itu bergegas dalam bertindak. Dan, Raina pun tak bisa tinggal diam begitu saja.

“Mas,” panggil Raina pada sang suami.

“Ada apa, Rai?”

“Temani aku mengecek CCTV ruang rawat inap Papa,” ajak Raina. Ia  sudah berambisi kuat. Jika Sandra bisa bertindak, maka sebisa mungkin Raina harus mengimbanginya. Karena kekuatan doa dan kepercayaan telah melekat di hati Raina. Ia percaya bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam jika pihak yang benar terus dinistakan. Suatu saat nanti, Raina pasti dapat melihat masa di mana ia menemukan Sandra dengan kehancurannya, ataupun sebaliknya. “Fajri, bisa saya minta kamu jaga Papa di sini?” tanya Raina. Ya, itu memang sebuah kalimat dengan tanda tanya di akhir kalimat, akan tetapi nada suara sang nona yang terdengar tak ingin dibantah itu membuat Fajri hanya dapat pasrah mengangguk.

“Ayo,” ajak Farrell. Setelahnya, sepasang suami-istri itu langsung berjalan menjauhi ruang ICU.

Farrell dan Raina terus berjalan sampai tiba di sebuah ruangan rumah sakit bagian keamanan. Di sana, terlihat beberapa orang yang berjaga, salah satunya ada yang tengah duduk di depan komputer yang menampilkan rekaman dari CCTV yang terdapat di beberapa sudut bangunan.

“Permisi.” Salam dari Farrell itu membuat semua orang yang semua berada di sana menoleh, memusatkan perhatian padanya dan Raina. “Kami ingin melihat rekaman CCTV,” lanjut Farrell. Namun, cubitan di pinggangnya membuat pria itu menoleh ke arah sang istri sembari meringis kecil.

Raina ikut melihatnya beberapa saat sambil melotot, sebelum akhirnya menatap orang-orang yang berjaga di sana bergantian dengan tatapan tak enak.

“Begini, beberapa saat yang lalu terjadi sebuah kejadian yang membuat kondisi Papa saya kembali kritis. Jadi, kami datang ke sini untuk melihat rekaman CCTV yang siapa tahu dapat membuat kami mengetahui penyebabnya,” jelas Raina.

Beberapa orang di sana mengangguk paham. Lantas, yang duduk di depan komputer itu pun memutar sedikit tubuhnya, hingga dapat menghadap ke arah sepasang suami istri yang masih berdiri di depan pintu itu.

“Boleh saya tahu orang tua Ibu berada di ruangan mana?” tanyanya.

“Ruang VVIP 002,” jawab Raina.

Yang bertanya mengangguk, kemudian kembali pada posisi duduknya yang sebelumnya. Pria itu terlihat mulai fokus berkutat dengan monitor di hadapannya, sebelum kembali menoleh pada Raina.

“Ini rekaman CCTV dari ruang VVIP 002 hari ini,” ucapnya, “silakan masuk dan Ibu bisa cek sendiri.” Setelahnya, pria yang mengenakan seragam keamanan itu langsung berdiri dari duduknya dan mempersilakan dua orang itu untuk masuk.

Raina mengangguk, tanpa menunggu lebih lama, kakinya pun memasuki ruangan yang tak terlalu lebar itu dengan Farrell yang mengikuti langkahnya. Perempuan itu mengambil duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh pria tadi. Pandangan Raina mulai fokus pada layar monitor di hadapannya. Jari jemarinya memegang mouse, lantas mengendalikannya. Tak lama, jarinya berpindah pada papan keyboard, mengetik beberapa hal di sana, lantas kembali mengoperasikan mouse.

Monitor itu mulai menampilkan rekaman tatkala Raina dan keluarganya keluar dari ruangan itu. Raina kembali mempercepat rekaman itu, hingga akhirnya tiba pada bagian datangnya Sandra dan Salsa. Dua perempuan itu tampak berbincang pada Fajri yang tengah memegang ponsel di depan ruangan. Tak lama setelah Fajri melangkah pergi, perhatian Raina berfokus pada dua orang yang tersisa.

“Bisa perbesar rekamannya?” tanya Farrell, yang dibalas anggukan kecil oleh Raina.

Kemudian, jemari Raina kembali bergerak menuruti permintaan sang suami, hingga wajah Salsa yang menghadap CCTV tersorot jelas.

“Apa Mama yakin?” ucap Farrell tiba-tiba dengan mata yang terus berfokus pada rekaman. Terang saja hal itu membuat Raina menoleh bingung. Lantas, Farrell ikut menoleh pada Raina. “Itu yang diucapkan Salsa,” sambungnya.

Menghela napas pelan, Raina pun mengangguk. Entah apa yang dimaksud oleh kakak tirinya itu. Yang pasti, dugaan Raina makin kuat. Namun, ia sedikit menyesali kenapa bukan wajah Sandra saja yang tersorot kamera? Kenapa wanita itu harus membelakangi CCTV?

“Mereka masuk.”

Ucapan itu membuat Raina kembali berfokus menatap layar monitor. Pintu terbuka, kali ini tatapan Raina berpindah pada monitor yang menayangkan CCTV di dalam ruangan Geo. Di sana terlihat Geo tengah tertidur. Dua perempuan itu berjalan mendekati ranjang pasien. Keduanya bertukar pandang sejenak, sebelum akhirnya Sandra mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

Zoom lagi, Rai,” pinta Farrell.

Tanpa disuruh dua kali, Raina kembali menurutinya. Tatapan mereka berfokus pada sesuatu yang tengah dipegang oleh Sandra. Itu sebuah suntikan dan botol berukuran sebesar jari kelingking.

“Apa itu?” gumam Raina. Matanya kembali menatap pada rekaman di hadapannya. Tampak Sandra menyuntikkan cairan yang sebelumnya sudah berpindah menjadi isi dari suntikan itu ke dalam selang infus yang terpasang pada punggung tangan Geo.

Tak lama, Sandra kembali memasukkan suntikan dan botol itu ke dalam tasnya. Wanita itu langsung menarik lengan Salsa, membawanya keluar dengan langkah yang terlihat tergesa-gesa. Beberapa menit setelah mereka keluar, tubuh Geo mulai menunjukkan reaksi dengan kejang-kejang. Raina menahan napas melihatnya. Hingga kemudian, seorang suster yang membawa nampan makanan memasuki ruangan itu dan segera menekan tombol panggilan dokter yang terdapat di ruangan itu.

“Sialan!” Raina kembali mengumpat dengan tangan yang memegang mouse dengan erat. Ternyata benar dugaannya. Sandra telah melakukan sesuatu terhadap Geo.

“Tenang, Rai,” bisik Farrell. Pria itu memegang kedua pundak Raina, menggiring perempuan itu untuk berdiri. Tatapan Farrell beralih pada pria yang tadi duduk di kursi depan komputer. “Bisa tolong kirimkan rekaman CCTV itu ke email saya?” tanyanya.

Yang diajak bicara mengangguk. “Boleh saya minta alamat email Bapak?”

Farrell ikut mengangguk, ia segera mengambil kartu namanya dari dalam dompet, lalu memberikannya kepada sang lawan bicara.

“Terima kasih atas bantuannya, kami permisi,” ucapnya. Setelah mendapati anggukan, ia pun menggiring sang istri yang masih terlihat emosi itu kembali ke ruang ICU, dengan harapan ketika mereka tiba di sana, kabar baiklah yang mereka terima. 

To be continued ....

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang