Bab 32

25K 1.5K 63
                                    

Happy Reading ....

Raina dibuat kelimpungan sendiri karena si bungsu mulai rewel. Sejak tadi, Alvarez tidak hentinya merengek dan mengeluh bahwa kepalanya pusing. Ya, anak itu terserang demam setelah dengan bahagia bermain hujan. Entah karena terlalu lama berkecimpung dengan air hujan, atau karena semalam adalah hujan penyakit. Dan kini, yang terkena imbasnya juga ia sendiri.

“Mama, kepala Alva sakit,” keluh Alvarez yang saat ini tengah berbaring di atas ranjang, ditemani Raina di sampingnya.

Dengan lembut Raina mengusap kepala anak itu.
“Alva tidur aja, Mama temani.”

Alvarez segera menggeleng. Ia tidak mengantuk dan tak ingin tidur. Alvarez merentangkan tangan, meminta gendong pada sang mama.

Dengan sabar Raina menuruti keinginan si bungsu. Diangkatnya tubuh hangat Alvarez ke dalam gendongannya, lantas berdiri. Perempuan itu berjalan menuju kotak P3K yang terpasang di sudut ruangan, kemudian mengambil plester yang digunakan pada anak untuk meringankan demam.

“Alva pakai ini dulu, ya? Biar demamnya turun,” tutur Raina yang dibalas anggukan menurut oleh si bungsu.

Raina membawa Alvarez menuju sofa. Ia membuka penutup plester, lantas menempelkannya di kening anak itu. Tak lama ia duduk, Raina kembali berdiri sembari mengelus punggung Alvarez. Jujur saja, melihat si bungsu sakit begini membuat hati Raina ikut sakit. Ia tak tega melihat Alvarez dengan wajah lesu dan pucatnya. Lenyap sudah Alvarez si cerewet dan di ceria itu.

“Alva mau makan lagi?” tawar Raina.

Alvarez menggeleng, ia justru makin menyelusupkan kepalanya ke ceruk leher sang mama. Alvarez sedang tak menginginkan apa pun, selain berada di dekat Raina dan bermanja dengan wanita itu.

“Ya udah, Alva bobok aja,” ucap Raina lagi tanpa menghentikan elusannya di punggung Alvarez.

Cukup lama Raina menggendong Alvarez, dan elusan itu berhasil membuat mata Alvarez mengantuk. Perlahan, mata sayunya mulai terpejam. Ia terlalu menikmati apa yang sang mama lakukan kepadanya. Namun, ketika ia merasakan tubuhnya hendak kembali diletakkan, Alvarez kembali membuka mata. Tanpa dipandu, suara isak tangis perlahan terdengar dari bibir mungilnya.

Raina menghela napas panjang, ia harus bersabar. Dengan cepat Raina kembali berusaha menenangkan Alvarez, hingga anak itu berhenti menangis. Menghadapi anak kecil yang sedang sakit memang sangat merepotkan. Namun, ada secercah kebahagiaan yang Raina rasakan. Jiwa keibuannya mau tak mau muncul, dan yang Raina harapkan hanyalah kesembuhan Alvarez agar anak itu dapat kembali ceria seperti sedia kala.

Ah, ya. By the way, Devan sudah diantar pulang setelah selesai mandi dan makan siang. Anak itu meminjam dan memakai pakaian milik Alvarez karena baju yang dikenakan olehnya sudah basah kuyup sebab bermain hujan bersama Alvarez tadi.

Ceklek!

Raina segera menoleh ke arah pintu, ditatapnya si sulung yang berdiri di sana dengan tubuh yang masih terbalut seragam. Wajah lelahnya sungguh kentara terlihat. Masih dengan menggendong Alvarez, Raina membawa langkahnya menghampiri Algha.

“Abang baru pulang?” tanya Raina berbasa-basi.

Algha mengangguk. Matanya beralih pada Alvarez yang kembali menyembunyikan wajahnya di pundak Raina.
“Adek kenapa, Ma?”

“Demam, tadi main hujan-hujanan.”

Algha mengangguk paham. Diusapnya kepala sang adik yang mau tak mau membuat si empu mendongak.

“Sakit?” tanyanya yang diangguki oleh Alvarez. “Rasain tuh, kurang lama main hujan-hujanannya,” lanjutnya, mencibir Alvarez yang terlihat lemah, letih, dan lesu.

Our Dream House (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang