08

34K 2.8K 5
                                    

"Eugh, sakit nona!" Lirih Ellia.

"Ambil posisi nyonya! Dan coba dorong sekuat tenaga!" Titah Thalia, Ellia kooperatif melakukan instruksi Thalia.

Hanya dua kali dorongan bayi berjenis kelamin perempuan pun lahir dengan suara tangisan yang keras memenuhi ruangan. Thalia menghela nafas panjang--ia merasa sangat lega karena bayi Ellia dalam kondisi sehat. Berhubung ini pengalaman pertamanya menolong  persalinan di dunia novel serta di tambah dengan peralatan modernnya belum ada di zaman ini.

Mungkin Thalia akan membuat peralatan sendiri dengan meminta bantuan para ahli pedang atau pembuat pedang di pandai besi. Thalia akan menggambarkan desainnya nanti setelah sampai di rumah.

Dengan cekatan ia menghangatkan bayi itu dengan kain bersih, memotong tali pusatnya, dan mengikatnya. Bayi kemerahan itu di selimuti dengan beberapa selimut setelah di keringkan karena air ketuban. Setelah selesai dengan bayinya, giliran Yasmin menjaga bayi yang sekarang tidur lelap.

Thalia kembali fokus dengan kondisi Ellia. Beberapa saat plasenta pun lahir dan kondisi rahimnya bagus serta berkontraksi, Thalia mengajari Ellia untuk memassase perut bagian bawahnya. Jika rasa mulesnya hilang, Ellia bisa memassase sendiri untuk menjaga rahimnya tetap kontraksi dan mencegah perdarahan.

Ia memeriksa jalan lahir dengan teliti, ada ruptur (robekan) sedikit pada perineum bawah kanan, darah merembes dari sana. Dokter yang sudah datang sejak Thalia menolong melahirkan kepala bayi. Dengan sigap dokter itu menjadi assisten Thalia karena Talia memberinya perintah dengan nada yang tegas. Tanpa sengaja jiwa kedokterannya keluar jika menyangkut keselamatan nyawa 2 orang.

"Dokter, ada alat untuk menjahit luka?" Tanya Thalia pada dokter yang kini memeriksa kondisi Ellia. Louise menunggu di luar menemani Xenon.

"Tidak ada, nona." Jawab dokter itu.

"Kalau begitu ambilkan aku kain bersih lagi, aku akan menahan rembesan darah yang keluar dari robekan jalan lahir. Untungnya robekannya sedikit." Ujar Thalia sambil menekan beberapa saat dimana darah di luka itu merembes keluar. Setelah melakukannya tiga kali baru darah tidak keluar lagi.

Dalam hati Thalia ingin membuat sebuah klinik bersalin yang tidak terlalu besar. Tapi, cukup untuk merawat kebutuhan ibu serta anaknya dan akan membuat beberapa alat medis untuk membantu menunjang proses kelahirkan.

Setelah selesai merampungkan semua pekerjaan dan membersihkan si ibu di bantu Yasmin, Thalia segera menemui Xenon untuk bertanya kemana Ayahnya pergi.

"Ayah masih bekerja, beliau pulang malam, nona!" Jawabnya.

"Baik lah, Louise aku minta tolong kirimkan pelayan kita untuk bermalam di sini memantau nyonya Ellia setelah melahirkan! Aku butuh seseorang untuk melaporkan hasil observasinya padaku!"

Louise mengangkat sebelah alisnya, "observasi?"

"Ahhh, maksudku melaporkan hasil pemantauan dan memeriksa kondisi Ellia setelah melahirkan. Aku membutuhkannya. Tidak mungkin kan aku bermalam disini ayah pasti akan marah padaku," Jawab Thalia.

Louise mengangguk, "Baik, Nona!"

"Baiklah, mari pulang sebelum gelap!" Ujar Thalia pada Yasmin dan Louise.

***___***

Suara dentingan peralatan makan menemani acara makan malam hari ini. Xandros duduk di depan Thalia, Duke Aaron duduk di kursi tengah menghadap mejanya yang panjang. Setengah jam berlalu mereka sudah menyelesaikan makan malamnya.

"Nat!" Panggil Duke Aaron.

Thalia menoleh "Iya, Ayah?"

Ada tatapan mata yang meragukan Thalia--seperti tatapan takjub dan tidak percaya di satu waktu. Thalia memahami hal itu.

"Aku sudah mendengar apa yang sudah kau lakukan tadi siang, Nak." Kata Duke Aaron membuat Thalia mengerti arah pembicaraan Ayahnya.

Thalia tersenyum kaku. "Maafkan saya, Ayah! Saya hanya tidak tega meninggalkan Miss Ellia di saat kondisinya membutuhkan pertolongan."

Duke Aaron menggelengkan kepala, "Bukan begitu maksudku, Sayang. Aku takjub dengan apa yang sudah kau lakukan! Bahkan aku tidak tahu kau bisa membantu orang lain melahirkan,"

"Saya menyukainya Ayah. Bahkan saya berniat ingin membuka klinik khusus bersalin yang nantinya semua wanita hamil bisa datang kesana. Entah itu mau memeriksakan kehamilannya, melahirkan, dan bahkan mau memeriksakan anaknya pun juga bisa," Jelas Thalia.

"Aku baru menyadari kalau kau suka hal seperti ini," Kata Duke Aaron masih tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan Nathalia putri kesayangannya itu.

"Semenjak dia bangun dari tidur panjangnya otaknya sedikit bergeser, Ayah!" Celetuk Xandros yang langsung mendapat tatapan tajam Thalia.

Xandros tak menggubris pelototan Thalia. "Bahkan, dia sempat memitingku kemarin. Ayah tahu rasanya sangat menyakitkan. Aku merasakan tenaga Nathalia benar-benar kuat!" Adunya pada sang Ayah.

"Itu karena kakak mengagetkanku! Apa kali ini kakak mengadu pada ayah?" Protes Thalia kesal.

Alexandros terkekeh melihat tingkah Nathalia yang sedang marah padanya.

Duke Aaron menghela nafas panjang. "Jangan lupa! Sebentar lagi ulang tahun Putra Mahkota akan segera di selenggarakan! Kau tidak akan melupakannya kan, Nat?" Tanya Duke Aaron pada Thalia.

Thalia tertawa sinis. "Saya beruntung Ayah mengingatkannya. Gegar otak dan kehilangan semua ingatan ini membuat saya frustasi! Terimakasih, Ayah!" Thalia tersenyum karena Ayahnya masih mengkhawatirkan perasaan putrinya.

Duke Aaron takut putrinya marah dan sakit hati jika mengingat kenangan akan Putra Mahkota. Duke Aaron tahu bahwa hati Putra Mahkota tidak untuk putrinya, melainkan putri angkat Baron.

Duke Aaron tersenyum. "Kau bisa menceritakannya padaku, sayang!"

Gadis itu mengangguk. "Tentu ayah! Saya hanya ingin mengakhiri pertunangan dengan Putra Mahkota saja!" Ujar Thalia mantap.

Duke Aaron membeku mendengar langsung penuturan putrinya yang ia kenal tidaklah seperti ini. "Apa kau yakin?"

Thalia mengangguk "Yakin, Ayah!"

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang