32

16.1K 1.2K 12
                                    

"Ini tempat rahasiaku. Dan hanya aku dan garis keturunan pemilik mata merah saja yang bisa kesini,"

"Lantas bagaimana caranya aku kesini jika hanya untuk satu kalangan saja yang bisa," Thalia mendengus kesal, ia kembali menatap pantulan cahaya bulan di air.

Netra merah Ace menatap datar Thalia. Tangannya meraih tengkuk Thalia yang membuat wanita itu menoleh. Sebuah kecupan mendarat di bibir Thalia. Hangat, lembut, kenyal, dan memabukkan. Kedua mata emas madu itu membola sempurna karena terkejut mendapat serangan mendadak pada bibirnya, sekilas ia dapat mencium aroma maskulin dari tubuh Ace yang menguar menggelitiki indera penciumannya. Ace melepas tautan bibir mereka-ya Ace hanya melakukan kecupan singkat. Thalia mengetahui kecupan sesaat telah berakhir hanya merasa sedikit kecewa hal tersebut sangat mudah terbaca oleh pria yang menatapnya intens-Ace tersenyum tipis karena dapat membaca eskpresi wajah Thalia yang terkejut dan kecewa bergantian di waktu singkat.

Kedua netra merah Ace melirik singkat kilatan cahaya merah yang muncul di dada kiri Thalia. Cahaya tersebut bergerak membentuk sebuah pola seperti simbol-Thalia tak menyadari hal tersebut karena memang tidak menimbulkan rasa tak nyaman. Setelah cahaya menghilang sempurna, sebuah simbol berbentuk sepasang sayap hitam bertengger di dada kiri Thalia.

Tanda itu muncul sebab di tubuh Thalia sudah mengalir elemen sihir milik Ace. Pria menyalurkan sedikit elemen sihirnya ke tubuh gadis itu bukan tanpa alasan. Ace ingin melindungi Thalia dimana pun gadis itu berada, meskipun dalam kondisi Ace tak di sampingnya sekalipun-tapi Ace akan merasakan sesuatu jika Thalia dalam bahaya.

Terkesan berlebihan untuk Thalia yang notabene ia dapat melindungi dirinya sendiri. Tapi Ace tetap akan melakukannya, selain memiliki kelebihan juga yaitu Thalia bisa memasuki serta mendatangi ruang dimensi dimana hutan dan danau indah tersebut berada-itulah kelebihan sihir yang Ace miliki selain berteleportasi.

Thalia menutup mulutnya, ia masih menatap Ace tak percaya 'Ciuman pertamaku,' Batinnya menjerit. Ia belum menyadari keberadaan simbol yang terukir manis di dada kiri Thalia.

'Sekarang kau bisa pergi ke tempat ini kapan pun kau mau Tha,' Ace tersenyum manis melihat netra emas madunya bergerak gelisah. Ace kembali mengalihkan pandangan ke arah lain agar Thalia tidak terlalu canggung karena ulahnya. Ace sadar betul ia telah mencium seorang wanita meskipun itu hanya sekilas. Bibir Ace menyunggingkan senyum tipis, ia menahan gejolak dalam hatinya yang benar-benar bisa membuatnya gila.

Thalia ingin memprotes tindakan Ace yang mendadak, namun ia urungkan. Thalia tahu isi hatinya sangat berbeda dengan kemauan otaknya kali ini, ia menyukai sentuhan yang di berikan Ace hanya saja mereka berdua belum memiliki status yang jelas seperti contohnya sepasang kekasih.

'Dasar wanita bodoh. Yang membuat hubungan tidak jelaskan kamu sendiri. Ace mah sudah lantang memberikan separuh hatinya padamu. Jadi siapa yang salah di sini?" Logika Thalia sedikit bersuara yang mampu mencubit perasaannya sendiri. Ia tahu telah membuat perasaan orang lain menjadi tidak jelas kepadanya, harusnya ia tak boleh membuat orang lain menunggu terlalu lama.

Thalia membulatkan tekadnya untuk menjawab pernyataan Ace tempo hari. Mendadak ia mendapat serangan jantung dan tak mampu mengeluarkan suara, tenggorokannya tercekat-memalukan sekali Thalia. Ia bisa berbicara halus, kasar, serta memarahi pasiennya jika bebal. Namun sekarang, ia merasa tak sanggup. Lidahnya terasa kelu saat mencoba berbicara satu kata 'iya' pada lelaki yang berdiri di hadapannya tersebut.

Demi menghilangkan kegilaan yang mulai menyerangnya, Thalia berlari menuju danau, ia memasukan kakinya ke dalam air itu. Segar dan sangat dingin, itu lah yang ia rasakan. Tak berapa lama ia pun berakhir main air karena kesenangan, jubah abu-abunya sudah bertenger di atas bebatuan besar agar tidak basah. Ace melihat itu tak tinggal diam, ia bergabung dengan Thalia.

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang