15

33.2K 2.3K 28
                                    

Berbagai macam bentuk makanan manis nan cantik itu menghiasi meja berbentuk bundar. Thalia, Ace, serta Yasmin duduk santai di sekeliling meja tersebut. Mulut Thalia sudah menerima suapan kue entah yang ke berapa kalinya, tidak lupa di temani teh chamomile hangat.

Yasmin, pelayan pribadi Thalia sudah selesai menyantap kue keduanya--ia sangat menyadari tata krama dan sopan santun kepada junjungannya, meskipun Yasmin tahu junjungannya sekarang sudah sangat berubah, menjadi pribadi tenang dan sangat royal sekali. Seperti sekarang, Thalia membebaskan Yasmin mengambil kue apapun sepuasnya.

Sementara iris mata merah milik Ace menatap datar kedua gadis di depannya. Ia tak menyantap makanan di depannya- bukan berarti Ace tidak suka sama sekali, melainkan ia merasa eneg jika memakan makanan manis, lidahnya tak bisa menolerir hal tersebut.

Thalia menatap kembali lembaran desainnya, ia cukup lelah dengan menggambar semua ide desain gaun serta baju untuk butiknya nanti. Ia juga gencar melakukan promosi di kalangan bangsawan, maupun rakyat biasa. Target pasarnya memang bukan untuk bangsawan saja, ia ingin semua rakyat sama rata bisa menikmati pakaian bagus, nyaman, berkualitas dan ramah di kantong para rakyat terutama rakyat jelata dengan kasta paling rendah.

Madame Jasmine sudah menerima gulungan desainnya beberapa hari lalu, saat ini masih dalam proses pembuatan. Madame Jasmine tidak mewujudkannya sendiri, ia di bantu satu asisten setianya.

Gedung yang rencananya untuk butik sudah Thalia desain pernak- perniknya sesuai dengan gayanya di dunia tempat jiwa asli Thalia berasal. Meskipun tidak 100% mirip dengan dunia asalnya, gadis itu tidak mempermasalahkan. Thalia bersyukur karena masih hidup dan ia bisa mengobati rasa rindunya pada dunia aslinya dengan caranya sendiri.

Semua rancangan desain interior ia percayakan kepada Madam Jasmine. Thalia memantaunya dari jauh yaitu dengan bantuan mata Yasmin atau Thalia akan datang sendiri ke butiknya selepas ia beraktivitas di RS ataupun saat ia libur.

Ace sedari tadi menatap Thalia yang sibuk makan sambil membolak-balikkan lembaran kertas yang isinya pola-pola bergambar aneh. Pemuda berparas rupawan itu menghela nafas panjang dan merebut pensil arang milik Thalia yang membuat si empunya menatap garang pada Ace.

"Berikan pensil saya, Pangeran Ace!" Pintanya yang di abaikan oleh pemuda beriris merah itu.

Ia meletakkan pensil di meja. "Istirahatlah sebentar, Nona! Tidak baik menguras tenaga terlalu berlebihan. Kau bisa sakit!" Katanya menasehati-tak bisa di pungkiri Ace diam-diam memperhatikan kesibukan wanita di depannya ini.

Ace baru pertama kali ini duduk dengan wanita, sebuah kemajuan bagi yang meihatnya. Tetapi, wanita bernetra emas madu dan berambut blonde highlight dengan tak acuhnya berani mengabaikan Pangeran Kedua yang terkenal berdarah iblis itu-padahal semua wanita di Orthello tak ada yang berani mendekati Pangeran Kedua yang berstatus Pangeran Haram melekat pada dirinya.

Ace terkenal sebagai Pangeran Kedua dengan paras sempurna bak malaikat. Akan tetapi, dengan kepribadiannya yang dingin, sadis, dan gampang menebas kepala orang jika ia merasa terusik dan terganggu. Membuat citra dirinya perlahan tenggelam. Tak lama, timbul sebutan Pangeran Tyrani setelah banyak rumor kesadisan dan kengerian Pangeran Ace di Medan Peperangan.

Thalia melongo mendengar penuturan Ace. "Maafkan aku, Pangeran Ace! Tapi, aku harus segera menyelesaikannya. Sebentar lagi, pengawal setia Ayah akan datang kesini untuk mengambilnya." Jelas Thalia mengambil kembali pensilnya.

Ace berdehem, "Panggil nama saja, Lady!" Pintanya.

Thalia kembali melongo, ia masih bertanya- tanya dalam hati. 'Kenapa Ace bisa sekalem ini?'

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang