47

12K 1K 10
                                    

Chapter ini sedikit tidak nyaman untuk di baca!
Ingat! Cerita hanya Fiksi belaka!
Ambil ilmunya saja ya 😁😁

HAPPY READING SAJA 😘

😁😁😁

"Nona Thalia, kami rindu Nona!" Sahut Lucy dan Lisse. Keduanya berhambur memeluk Thalia, keesokan harinya Thalia kembali bekerja di RS.

"Bagaimana keadaan selepas aku libur selama satu minggu?" Tanya Thalia.

Lucy menghela nafas "Buruk Nona! Pasien keguguran bertambah!" Lapornya pada Thalia.

Thalia menghela nafas panjang "Tetapi bisa kan menanganinya?"

Lizze dan Lucy mengangguk kompak "Bersyukur sebagian dari ibu hamil tertangani Nona," Ujar Lucy.

Thalia kembali berkutat dengan tiga orang yang ingin bersalin. Beruntung peralatan di RS sudah mengikuti seperti desain milik Thalia dan peralatan milik Thalia sudah ia ambil kembali untuk di simpan di rumah, hanya tersisa satu set saja yang masih tersimpan di ruang bersalin. Perawat yang berjaga di ruang bersalin pun sudah bisa menolong persalinan sesuai dengan metode yang di ajarkan oleh Thalia.

Ketiga pasien tersebut sudah berhasil melahirkan bayi mereka dengan selamat. Dua laki-laki dan satu perempuan, para perawat juga sudah bisa menjahit luka robekan di jalan lahir--meskipun pergerakan mereka saat melakukan hecting luka terhitung masih lama. Thalia memakluminya, karena mereka juga masih tahap belajar.

Jahitan luka tersebut nantinya akan di angkat setelah luka mengering dan sembuh. Pekerjaan Thalia menjadi sedikit ringan, tidak seperti awal kedatangan dia di RS yang masih perlu perbaikan agar pelayanan menjadi lebih berkualitas.

Thalia sedang meneliti buku laporan tentang rekam medis pasien yang di tulis oleh perawat bertugas menolong ibu bersalin, ia mengangguk samar sambil tersenyum tipis. Karena ia bangga pada perawat RS khususnya bagian Ibu dan Anak sudah nampak kemajuannya dalam menangani pasien, serta sudah mulai rutin dalam mencatat segala tindakan yang mereka lakukan.

Thalia sudah bersiap untuk pulang kembali ke rumahnya, tapi saat melintasi depan pintu gawat darurat, kedua netra emas Thalia menangkap keributan di dalam ruang gawat darurat. Kedua kaki Thalia tertarik mendekat kearah sumber keributan.

"Nona Thalia!" Sahut perawat yang tahu Thalia mendatangi mereka.

"Ada apa?" Tanya Thalia, kedua netra emasnya terpaku melihat pasien yang sudah pucat pasi wajahnya, pasien itu mengeluarkan banyak darah dari tubuh bagian bawahnya.

Hanya melihat kondisi pasiennya, Thalia sudah bisa menduga kalau pasien di depan matanya merupakan pasien keguguran dengan perdarahan hebat yang menyertainya.

'Sepertinya Abortus Incomplete?' Dalam hati Thalia bertanya 'Tapi memang perdarahannya lumayan sekali'

Thalia segera memberi titah untuk memanggil tabib spesialis pemasang cairan atau infus, tak lama tabib pun datang dan segera mengambil perasatnya. Karena kondisi pasien sudah lemas dan pucat, pemberian cairan lewat jarum pun menjadi sulit di lakukan. Keringat sebesar jagung pun keluar dari dahi sang tabib, ia beberapa kali mencoba dan berakhir gagal.

Thalia yang melihatnya merasa gemas sendiri, ia penasaran ingin mencoba peruntungan untuk memasang infus--dalam hati ia berharap tindakannya berhasil. Padahal di dunia aslinya, Thalia sudah terhitung jarang memasang infus, karena tindakan tersebut sudah di lakukan oleh perawat sebagai langkah pertama pertolongan pada pasien.

Thalia mengambil seutas tali, ia mengikat tangan yang terlihat pembuluh darah yang ia yakin pembuluh darah itu besar. Thalia membendungnya beberapa saat, hingga pembuluh darah tersebut terbendung hingga timbul di permukaan kulit. Ia mengambil jarum yang sudah siap di pakai, dengan gerakan tangan Thalia yang begitu mantab dan yakin. Akhirnya jarum pun masuk ke dalam pembuluh darah, aliran darah keluar dari jarum pertanda bahwa jarum tersebut berhasil terpasang. Setelah itu, Thalia meminta tabib melanjutkan pemasangan infusnya. Cairan pun masuk dengan harapan bisa menolong keadaan umum pasien tersebut.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now