52

11K 1.1K 22
                                    

Keduanya menghilang seiring dengan mereka menaiki anak tangga menuju ke ruang atas. Thalia dan Ace memutuskan untuk segera menyusul kedua orang tadi, dengan langkah mereka yang mengendap-ngendap dan sangat berhati-hati.

"Perhatikan langkah kakimu, Tha!" Ace mengingatkan.

"Iya aku tahu. Tapi, bisakah kau melepaskan tanganku terlebih dahulu. Aku tidak akan kemana-mana!" Bisik Thalia, gadis itu terkekeh tangannya masih setia di genggam erat oleh tangan kekar milik Ace.

Ace menghela nafas panjang, ia pun melepaskan genggaman tangannya. Thalia tak mengerti, ada apa dengan pria di depannya ini? Seolah-olah, Thalia akan menghilang di hadapannya.

Tiba di ujung anak tangga, Ace mengamati keadaan sekilas. Netra merahnya mengintip di balik pintu. Mereka tak bisa bertahan lama di tempat mereka berdiri mengintai sekarang ini, karena sewaktu-waktu para pelayan maupun pria bernama Zen akan naik melewati anak tangga tersebut.

"Mereka keluar dari rumah ini, setelah menaruh kendilnya!" Ujar Ace yang masih mengintai, Thalia mengangguk sambil mengawasi ke arah bawah, gadis itu sigap dengan pisau kecil di tangannya. Setelah menunggu beberapa saat dan sudah di rasa aman. Ace pun membuka pintu, mereka berdua keluar dari lorong anak tangga.

"Ayo lekas keluar!" Thalia mengajak Ace dengan menarik tangan pria itu.

"Sstt..! Tunggu!" Ace menarik kembali tangannya yang membuat Thalia limbung dan menabrak tubuh Ace. Thalia yang mendapat perlakuan seperti itu cukup kaget dan membuatnya menatap Ace penuh tanda tanya.

Cklek

Suara pintu terbuka sontak tubuh Thalia terjingkat kaget. Kalau sendiri, ia bisa langsung lari sembunyi di bawah kursi panjang. Berhubung ada Ace, sia-sia jika mereka berdua sembunyi di kolong kursi. Dalam kekalutan, Ace segera menarik Thalia memasuki pintu kedua.

Kedua netra emasnya menatap ruangan berukuran 3 x 3 meter. Didalamnya, terdapat 1 lemari, 1 buffet, 1 meja dan 2 kursi berhadapan. Di atas meja terdapat sebuah kendil berisi kain putih yang di letakkan di atas nampan. Nampan tersebut berisi kendil lain yang berukuran lebih kecil dan berisi benda-benda aneh seperti benda penunjang ritual.

Ace menarik tangan Thalia untuk bersembunyi, ia pun menjatuhkan pilihan untuk membuka lemari yang berisi pakaian yang di gantung rapi milik laki-laki. Ia meminta Thalia masuk terlebih dahulu kemudian Ace menyusul memasuki lemari tersebut. Tepat pintu lemari tertutup, pintu ruangan pun terbuka. Dua sosok laki-laki dan perempuan menyembul dari balik pintu.

Ratu Julie dengan anggun berjalan dan duduk di atas kursi miliknya, di susul oleh Tuan Snowhite. Thalia dan Ace memperhatian dari balik lubang kecil-kecil di lemari tersebut. Meskipun lemari tersebut lebar, tapi kalau menampung Ace dan Thalia ukuran lemari tersebut menjadi sempit.

Ace masih fokus memantau keadaan di luar lemari, ia berpikir jika dalam keadaan terjepit. Akan kah Ace terluka jika menggunakan teleportasi jarak dekat dengan membawa Thalia? Beruntung Thalia juga nampak tenang di dekapannya.

Thalia tampak tenang dari luar, tapi dalam hati ia berusaha untuk tidak gugup karena posisinya dengan Ace terlalu dekat. Perasaan hangat menyeruak di dalam diri Thalia, ia bisa merasakan postur hingga padat dan teraba kerasnya otot tubuh Ace yang berbalut pakaian hitam--Thalia memainkan tangannya sesekali.

Ace memang sengaja tidak mengancing bajunya hingga kancing ketiga jika tidak mengikuti acara formal--sudah jadi kebiasaan Ace, pria itu merasa tak nyaman jika memakai baju harus di kancingkan seperti orang-orang yang memakai setelan kemeja pada umumnya. Di balik baju hitamnya, bayang-bayang cahaya putih menerpa kulit putih Ace yang membuat otot dadanya sedikit terekspose--rantai dengan liontin separuh sayap juga mengintip dari balik kemeja yang Ace kenakan. Thalia sudah menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menelan ludahnya sendiri--ia tidak tahan dengan godaan iman di depan matanya itu, apa daya jiwa Thalia Navgra sudah matang.

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang