80

3.5K 426 7
                                    

Thalia melongo, "Bisa-bisanya berkata seperti itu disaat kondisi genting begini." Ujar Thalia kesal-ia memang tak menyadari kondisi serta penampilannya saat ini.

Thalia mencoba bangkit dan duduk sendiri tanpa bantuan Ace. Ia sedikit meringis ketika merasakan nyeri di sekujur tubuhnya.

"Rasanya aku ingin sekali di pijat. Seluruh tubuhku sakit." Gumam Thalia kesal.

Ace tersenyum samar, "Aku akan memijatmu nanti." Tawar Ace membuat Thalia menatapnya horor.

"Terima kasih." Jawab Thalia singkat tanpa ada perlawanan.

Portal kegelapan semakin membesar hingga membuat keseimbangan alam menjadi terganggu. Angin berhembus kencang membuat seluruh tatanan istana menjadi kacau. Kobaran api semakin membesar karena hembusan angin besar tersebut. Kerajaan Orthello perlahan-lahan berubah menjadi puing-puing hitam dan berabu, asap membumbung tinggi membuat siapapun yang mendekat merasa pedih di mata dan pernafasan mereka.

"Paman Sandiano gila! Hancur semua kerajaan ini." Ujar Thalia masih terdiam melihat kehancuran Orthello.

Wanita itu berdiri, ia bersiap untuk menyerang kembali. Tidak ada rasa takut menyelimutinya karena ia sudah memiliki apa yang tidak ia punyai. Thalia fokus memusatkan kekuatan sihirnya di sebilah pedang yang ia genggam di tangan kirinya. Aura merah kegelapan menyelimuti pedangnya.

"Apakah aku bisa melakukan teleportasi?" Tanya Thalia asal.

Ace menggelengkan kepalanya, "Tetap tidak bisa. Keahlian itu spesial karena memang diturunkan sesuai garis keluarga mereka."

Thalia menghela nafas, "Kalau perkara bawaan gen. Aku tidak bisa membantahnya."

"Gen?" Tanya Ace.

"Iya, Gen. Seperti pewarisan sifat dasar dari keturunan." Jawab Thalia singkat. "Lekas bawa aku kesana, aku tidak ingin portal itu terbuka sempurna." Sambungnya sambil meraih tangan Ace-mengajak pria itu untuk berteleportasi bersama.

"Tapi, kamu tetap bisa berpindah tempat dengan memanfaatkan perpindahan dimensi." Sahut Ace mengingatkan.

"Memang benar. Tapi, aku selalu meleset jika menentukan lokasi untuk kembalinya." Balas Thalia dengan ekspresi malas.

"Setelah hampir kehilangan nyawa, kamu masih tidak merasa takut?" Tanya Ace.

Thalia menggelengkan kepalanya, ia tersenyum manis. "Aku sudah pernah mati sebelumnya. Dan itu karena dia." Jawab Thalia dengan nada kesal.

Ace tidak lagi bertanya. Ia pun melakukan teleportasi dan kembali menyerang monster yang sudah membuat kerajaan Orthello hancur berkeping-keping.

"Apakah aku bisa melayang atau melompat-lompat seperti seorang penyihir dan ninja?" Pertanyaan random Thalia kembali terlontar.

Ace terdiam, sebelah alisnya terangkat. "Aku tidak tahu pasti. Tapi, kamu bisa mencobanya." Jawab Ace masih memegang Thalia agar wanita itu tidak jatuh.

Thalia terdiam, ia mencoba fokus membuat berat badan ringan di pikirannya-mencoba hal yang tak pasti memang diperlukan meskipun hal itu merupakan tindakan paling konyol yang ia perbuat.

"Coba lepaskan tanganku, Ace." Celetuk Thalia.

Ace menatap lamat-lamat istrinya, Thalia menyadari suaminya terdiam menatapnya lekat. "Jangan khawatir. Tidak akan terulang. Aku janji." Jawab Thalia mencoba menenangkan.

Pria itu menuruti Thalia, ia melepas genggamannya. Tak menunggu lama Thalia menghilang di hadapan Ace, ia berpindah dimensi-memanfaatkan kekuatan yang pernah Ace berikan padanya. Thalia benar-benar menfokuskan pikirannya, ia tak mau berakhir salah dalam mendaratkan langkahnya yang akan membuatnya berakhir mengenaskan.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now