74

5.9K 684 12
                                    

"Namanya, Sandiano Matarius. Paman yang sudah membunuhku di dunia asliku." Jawab Thalia.

Nafas Ace memburu, ia menahan emosi yang sudah membara di dalam dirinya. Ace tidak akan mengampuni orang yang sudah mencelakakan wanitanya-tapi dalam hati Ace sedikit bersyukur karena ulah paman Thalia, dirinya bisa bertemu dengan Thalia meskipun didalam raga Nathalia.

"Apa kalian sudah selesai berdebat? Atau merencanakan sesuatu?" Tanya Ratu Julie sedikit kesal diabaikan. "Berani sekali mengabaikan keberadaanku."

"Aku tidak mengabaikan keberadaanmu, Paman." Ujar Thalia menatap ekspresi kesal Ratu Julie.

"Berhenti memanggilku paman. Kamu benar-benar membuat kehormatanku menjadi tercoreng!" Bentak Ratu Julie.

"Tapi, paman sendiri kan yang tidak menerima kondisi saat ini. Kenapa aku memanggil paman malah aku yang kena marah?" Thalia tak terima.

Duke Aaron memijit pangkal hidungnya saat melihat kedua wanita berselisih. Entah keberanian apa yang dimiliki oleh pitrinya sehingga berani meninggikan nada kepada Ratu Julie.

"Setidaknya, hargailah akun sedikit-sebagai wanita penguasa kerajaan. Bukan sebagai jiwa pria tersasar. Aku merasa di tatap oleh mata penasaran oleh pasukanku sendiri." Sorot mata heterochromia menatap tajam Thalia.

"Maaf, paman! Eh, Yang Mulia Ratu!" Sahut Thalia dengan senyuman miringnya.

"Prajurit! Tangkap mereka bertiga dan jebloskan ke penjara bawag tanah. Aku akan memberikan hukuman mati kepada mereka bertiga karena berani menyalahi perintah Raja dan Ratu!" Seru Ratu Julie.

Prajurit menyerang secara serentak, membuat ketiga orang yang menjadi sasaran tersangka harus kembali menghadapi serangan demi serangan yang di lontarkan oleh para prajurit.

Thalia mengambil pedang salah satu prajurit yang tewas dengan sekali ayunan kakinya sambil memberikan tendangan pada lawan yang bergerak maju kearahnya. Thalia salto di udara, belatinya tepat jantung lawan, sementara tangannya yang bebas meraih pedang yang terlempar keatas kembali kebawah karena tarikan gravitasi bumi.

Pegangan pedang panjang tepat jatuh ke telapak tanganya. Ia mengayun-ayunkan pedangnya dan ujung pedangnya mengoyak dan menghunus organ vital para prajurit. Satu per satu prajurit berguguran, Thalia melirik ke Ratu Julie. Dengan gerakan cepat ia melemparkan belatinya kearah Ratu Julie.

Sang Ratu melebarkan matanya, ia refleks menggunakan sihirnya. Belati milik Thalia melayang tepat di depan matanya. Gerakan mata sang Ratu membuat belati yang penuh dengan bercak darah mengering terlempar ke samping kiri sang Ratu.

"Kekuatan yang menakjubkan." Ujar Thalia dengan nada antusiasnya.

"Kekuatan ini belum ada apa-apanya. Aku masih membutuhkan satu janin lagi untuk menyempurnakan kekuatanku." Jawab Ratu Julie.

Thalia tertawa. "Aku rasa, Anda tidak akan pernah mendapatkan tumbal untuk yang terakhir."

"Kamu terlalu naif, sayang." Ujar Ratu Julie. "Aku bisa merasakan jiwa kecil yang baru di hembuskan kedalam perut seorang wanita."

Thalia melebarkan matanya, "Paman bisa merasakannya? Jiwa dari seorang bayi-bukan jiwa dari janin di dalam perut?" Tanyanya.

Ratu Julie terkekeh, "Dalam kondisiku saat ini. Aku bisa merasakannya. Dia amat sangat dekat dengan kita."

Thalia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru istana. Ia tak menemukan seseorang wanita disana.

"Tak perlu di cari. Aku sudah mengendalikannya dengan sihirku, tak lama ia akan datang kesini." Jawab Ratu Julie.

Di balik pintu yang menghubungkan lorong istana dengan tempat mereka berdiri saat ini. Muncul seorang wanita memakai gaun berwarna biru tua, rambut pirangnya melambai terkena angin karena ia membiarkannya tergerai bebas. Mata abu-abunya menyorot dengan tatapan yang kosong.

Thalia melebarkan kedua matanya. "Salsabila!" Seru Thalia saat melihat Salsabila berjalan perlahan kearah Ratu Julie.

"Ibu! Apa yang ibu lakukan?" Tanya Ricard menatap khawatir pada Salsabila.

Pria itu berusaha menarik dan memanggil Salsabila. Tapi, hasilnya nihil. Salsabila tidak terganggu sama sekali. Ia benar-benar jatuh dalam pengaruh yang di hasilkan oleh Ratu Julie.

"Diamlah, Ricard!" Seru Ratu Julie. "Kau tetaplah di tempatmu dan jangan mengganggu!" Perintah Ratu Julie.

Ricard menurut dengan apa yang di perintahkan oleh Ibunya. Ia kembali di kendalikan oleh sang Ratu.

"Paman, kau benar-benar tak punya hati! Dengan kondisi paman seperti ini. Paman jadi semakin mengerikan." Celetuk Thalia membuat konsentrasi Ratu Julie terpecah dan sihir yang mempengaruhi Salsabila pun hilang.

Salsabila kembali sadar dan sedikit lingkung, kedua matanya melebar saat ia tahu berada di tengah-tengah konflik. Salsabila hanya ingat dirinya berusaha melihat dan mengintip kondisi suaminya. Karena ia amat mengkhawatirkan Ricard.

"Yang Mulia!" Seru Salsabila yang berlari mendekati Ricard yang terdiam dengan tatapan sedikit kosong. Ia seperti mayat hidup-seperti orang linglung tak tahu jalan pulang karena tersesat.

"Lady Nathalia!" Celetuknya saat menyadari Thalia berdiri dengan baju perangnya. Netra abu-abunya menatap horor pada pedang dan tangan Thalia yang berlumuran darah. "Apa yang Lady lakukan?" Tanya Salsabila.

"Aku? Aku hanya membela diri agar nyawaku selamat." Jawab Thalia dengan senyum tipisnya.

"Nona Salsabila!" Panggil Ratu Julie saat ia berjalan mendekati Salsabila.

Salsabila sedikit menunduk memberikan rasa hormat. "Salam Yang Mulia."

Ratu Julie tersenyum "Jangan terlalu formal." Ucapnya.

Jemari Ratu Julie mengelus lembut perut Salsabila. Kedua mata Salsabila melebar, ia berusaha menyembunyikannya. Akan kah rahasia yang ia simpan selama ini telah terbongkar oleh sang Ratu.

"Berjalan 5 bulan kan?" Tanya Ratu Julie, sontak membuat tubuh Salsabila menegang dan Thalia tertegun.

Kedua netra emas madunya beralih menatap perut Salsabila yang masih terkesan datar tersebut. "Hamil? Benarkah Nona Salsabila hamil?" Tanya Thalia pada Salsabila tak percaya.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now