50

11.7K 1K 26
                                    

"Gelap!" Gumamnya. Thalia pun membuka pintu tersebut. Kedua netra emasnya melebar sempurna karena melihat pemandangan di depannya.

Ada banyak anak tangga menuju ke bawah, tiap dinding bermotif bata merah terdapat obor menyala setiap dua meter yang membuat ruangan tersebut sedikit lebih terang. Akan tetapi, suasana tetap hening dan sedikit menakutkan.

"Hmm, ruang bawah tanah. Masuk atau enggak ya?" Thalia menimang-nimang lagi. Karena ruangan itu sempit akan sedikit beresiko jika bertemu musuh secara langsung.

Kriet

Suara derit panjang yang di timbulkan oleh engsel pintu berkarat membuat Thalia terperanjat kaget. Ia yang awalnya berniat ingin masuk menjadi mengurungkan niatnya. Thalia segera menutup pintu dengan cepat, dan ia berlari untuk bersembunyi, gadis itu memutuskan untuk bersembunyi di kolong kursi panjang di ruang tamu tersebut--ia tak peduli lagi perihal debu tebal mengotori gaunnya, terpenting ia bisa bersembunyi dan selamat.

Netra emasnya mengamati, ada pria lain yang datang dengan membawa beberapa barang yang di bungkus tas yang berasal dari kain kanvas tipis. Ia meletakkannya diatas meja ruang tamu, salah satu tas kanvas terguling dan isinya berhamburan keluar, salah satunya jatuh tepat di depan Thalia.

Kedua netra emasnya membola sempurna melihat ranting-ranting kering rumput fatimah yang berjatuhan, jemari lentiknya mengambil satu yang terjatuh di depannya dan menyembunyikannya agar tidak menarik perhatian pria itu untuk mendekat ke tempatnya bersembunyi.

Laki-laki itu mengomel dan memunguti satu persatu ranting kering tersebut. Ia mengedarkan matanya untuk mencari rumput fatimah yang masih jatuh di lantai. Thalia merapatkan tubuhnya mendekati dinding, saat ia melihat boots hitam kumal itu mendekat ke kursi panjang. Lelaki itu merapikan kembali bungkusan tersebut diatas meja. Lalu, ia duduk diatas kursi panjang tempat Thalia bersembunyi.

Tak lama, pintu paling sudut terbuka. Menampakkan pria paruh baya yang memakai setelan hitamnya. Dengan ekspresi datar, pria paruh baya itu mendekat dan melihat bungkusan di atas meja.

"Kerja bagus Zen! Kau membawa lebih banyak hari ini," Sahut Pria paruh baya dengan nada senangnya.

"Para pedagang itu membawa persediaan banyak saat itu, Tuan Snowhite!" Jawab Zen tersenyum bangga.

Thalia tertegun, ia merasa tak asing dengan nama Snowhite. Ia mengingat-ingat, nama yang mirip tokoh putri salju itu bukanlah nama dari seseorang melainkan nama marga seseorang.

'Snowhite, marga sama seperti Salsabila!' Serunya dalam hati, Thalia menutup mulutnya yang melongo karena tidak percaya. Netra emasnya kembali melihat ke pria yang bermarga Snowhite itu. Ia menerka-nerka pria itu memiliki umur yang sama dengan Ayahnya, Duke Aaron. Dia memiliki warna rambut yang sama seperti Salsabila yaitu pirang dan tersisir rapi kebelakang, serta kedua netra abu-abunya menatap kearah pria yang duduk di kursi panjang.

'Memang benar, pria itu mirip sekali dengan Salsabila!' Ujarnya dalam hati.

'Lalu, apa yang sebenarnya mereka lakukan di tempat ini?' Thalia bertanya-tanya dalam hati.

"Ayo, lekas kita bawa ini! Mereka akan memprosesnya dengan segera, Nyonya Ruth dan beberapa asistennya sudah menunggu kedatanganmu!" Kata Smith yang mengambil bungkusan tersebut.

Zen segera bangkit dari tempat duduknya dan membantu membawakan sisanya "Bagaimana dengan Yang Mulia, Tuan?"

Smith tersenyum miring "Sebentar lagi dia akan kesini! Karena bahan ritualnya sudah menunggunya," Jawab Smith. Kedua pria paruh baya itu beranjak pergi dari ruang tamu, Smith membuka pintu yang menuju ruang bawah tanah. Saat pintu tertutup, keheningan pun menyerang.

I WANT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang