82

4.4K 517 13
                                    

"Kalian berdua pria pengecut. Berani mengeroyok seorang wanita." Raja Helium menatap nyalang kedua pria didepannya.

"Pengecualian kalau wanitanya seperti Lady Nathalia." Balas Duke Smith dengan senyum miringnya.

Ricard mencegah Duke Smith yang akan menyerang Raja Helium. "Biar aku saja yang menghadapinya, Tuan Smith! Aku ingin mengalahkan pemimpin Renegades yang sudah membuat kerajaanku hancur lebur tidak tersisa dan membuat istriku menutup mata selamanya." Tekad Ricard.

Duke Smith menatapnya penuh tanda tanya setelah mendengar perkataan Ricard. Akan tetapi, 'Kenapa Raja Ricard ingin menuntut balas kepada Raja Helium bukannya kepada ibunya sendiri?' Pertanyaan itulah yang bersarang di kepala Duke Smith.

Ricard seakan tahu ekspresi wajah Duke Smith yang penuh tanda tanya, "Aku tidak bisa mencelakai dan membalas ibuku sendiri. Meskipun ibu telah tega berbuat buruk kepadaku, kerajaan maupun calon anakku yang ada di kandungan Salsabila. Maka, aku akan menghabisi mereka yang terlibat melawanku dan ibuku disini." Balas Raja Ricard.

Duke Smith mendengar perkataan Ricard—ia benar-benar tidak memahami cara berpikir pemuda di depannya itu, "Terserah apa maumu. Akan tetapi kau harus tetap hati-hati melawannya." Balas Duke Smith memperingatkan.

'Tapi aku akan membalas ibu dengan cara yang lain jika aku berhasil memulihkan keadaan kerajaanku.' Sambung Ricard didalam hatinya.

Raja Ricard menatap tajam Raja Helium. Tampak tidak ada rasa lelah tersirat di wajahnya yang berwibawa. Kedua mata merahnya seolah-olah sudah menargetkan lawan untuk dimangsa, tubuh kekar dan tegapnya mengeluarkan aura membunuh yang dominan tanpa ada rasa takut sedikit pun. Pedang sihir panjang dengan aura hitam kemerahan tergenggam di tangan kirinya.

"Jika kau Raja yang adil dan bijaksana. Maka kita bertarung tanpa menggunakan sihir sekalipun. Hanya menggunakan pedang atau boleh dengan tangan kosong." Ucap Ricard dengan nada dingin.

Raja Helium tersenyum miring, "Kau takut kalah jika aku menggunakan sihir, bukan?" Tanyanya sedikit meledek.

Rahang Ricard mengetat, ia menahan emosi didalam hatinya. "Ada atau tidak adanya sihir. Kamu haruslah adil."

Tawa remeh Raja Helium menggema, "Apakah kamu dan ibumu berlaku adil untuk rakyat dan rakyatku. Terutama mereka yang menjadi korban ibumu?" Bentak Raja Helium, hatinya memanas karena emosi. "Jangan berbicara adil jika kamu tidak bisa mempraktekkannya, Yang Mulia." Sambungnya.

Hati Ricard tersentil, "Dan kamu menyerang wilayahku. Karena ulahmu, sekarang kamu lihat kerajaan ini rata akan tanah!" Ketusnya.

"Hancur atau tidaknya kerajaanmu semua karena ulah ibumu dan orang kepercayaannya, Duke Smith. Jangan pernah mengabaikan fakta hanya untuk menghindari kenyataan yang benar. Dan jangan pernah cuci tangan karena kamulah yang harus bertanggung jawab sebab kamu pemimpin Kerajaan Orthello." Raja Helium menatap nyalang Raja Ricard.

"Aku akan membantumu, Ricard. Jangan khawatir. Aku ada dipihakmu." Duke Smith bersiap untuk menyerang.

"Apakah yang meminta keadilan akan mejilat kembali ludahnya, Duke Smith?" Ledek Raja Helium. "Lagipula, Orthello tidak pantas di pimpin oleh laki-laki rakus, plin-plan, lemah dan tak cakap seperti dia. Aku rasa Ace lebih unggul dari apa yang kamu miliki, Yang Mulia." Sambungnya.

Kedua mata biru milik Ricard berkilat marah, ia tidak terima di pandang remeh Raja Helium. "Aku tidak akan segan untuk memenggal kepalamu." Serunya.

Detik itu juga, Ricard berhambur menyerang Raja Helium dengan pedang panjang di tangan kirinya. Bergulatan dan dentingan pedang menemani sepanjang pertarungan, mereka sama-sama kuat dan sama-sama bisa bertahan. Raja Ricard mengerahkan seluruh kemampuannya, ia tidak ingin kalah di tangan pemimpin Renegades.

Duke Smith memperhatikan sejenak, kemudian ia berjalan melipir menjauhi pertarungan Ricard. Wajahnya menunjukkan ekspresi bak maling sedang beraksi mencuri barang, kedua netra heterochromia-nya bergerak cemas mencari tempat perlindungan.

"Ternyata laki-laki di dunia ini tidak semuanya jantan ya?" Tanya Thalia yang mengetahui gerak-gerik Duke Smith.

"Aku masih ada urusan lain." Jawab Duke Smith.

Thalia tertawa, "Urusan apa lagi? Bukan kah urusan tuan sudah berjalan di depan mata?"

Duke Smith tidak menggubris perkataan Thalia, ia hanya ingin mengamati dan menyerang jika ia melihat ada celah kemenangan disana. Thalia yang mengetahui gelagat musuh di depannya akhirnya ia pun harus turun tangan kembali. Satu lawan satu, tidak buruk bagi wanita itu—Thalia sangat membenci pria yang suka bermain keroyokan dan kabur jika ia dalam keadaan terjepit.

"Tuan benar-benar bukan tipe Sugar Daddy-ku." Ujarnya disela-sela pertarungannya dengan Duke Smith.

Duke Smith tidak mengerti maksud perkataan Thalia, ia menyerang Thalia dan sesekali ia menggunakan sihirnya. Tapi, wanita itu dapat dengan mudahnya menghindari dan membalas serangannya. Duke Smith kelimpungan.

Thalia yang masih fokus menyerang Duke Smith merasa heran akan keadaan tubuhnya. Ia merasa aneh, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Thalia merasa ringan, tubuhnya penuh dengan tenaga yang meledak-ledak didalam. Dan satu lagi, setiap pergerakan lawan Thalia dapat melihatnya secara jelas—ia merasa pengelihatannya bekerja 2 kali lipat lebih baik.

Terakhir ia dapat menggunakan sihir tanpa merapalkan mantra. Ia hanya perlu fokus menitikkan serangan seperti apa kepada lawan bertarungnya. Senyuman manis mengembang di wajahnya. Ia tidak pernah menggunakan sihir sebelumnya, dan sekarang ia dapat menggunakan sihirnya.

"Arghhhh!" Duke Smith terkena ledakan sihir api yang Thalia keluarkan. Tepat mengenai bahu kirinya, pria paruh baya tersebut terlempar kebelakang.

Thalia bergegas menyerang kembali. Ledakan akibat lemparan bola sihir tepat jatuh di depan matanya membuat Thalia terpelanting kebelakang. Ia hampir terkena—nyaris terkena—serangan Mictlain yang meleset mengenai Ace—Phoenix si burung api.

Netra heterochromia-nya berkilat menatap tajam kearah Mictlain, monster tersebut masih bergulat dengan burung api—tanpa ada jeda dan rasa lelah diantara dua makhluk mitologi tersebut. Thalia menatap nanar lingkungan sekitar yang penuh dengan bara api, pohon-pohon serta tanaman hias menghitam akibat terbakar. Bangunan istana sudah tak berbentuk.

Duke Smith melangkah menjauh, ia bersembunyi di balik reruntuhan bangunan. Thalia hanya menatapnya datar. "Pria pengecut." Umpatnya kesal.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now