73

6.8K 808 17
                                    

Kini Ace melihat, mimik wajah Ricard tampak sangat kecewa. Apa yang menjadi keinginannya telah gagal ia dapatkan—Ricard tak mau kalah dalam bersaing dengan siapa pun termasuk Ace sang adik tiri.

Jemari tangan Thalia di genggam erat oleh Ace, ia melirik suaminya yang juga menatapnya dengan senyuman masih terpampang nyata disana. "Ayo kita pergi!" Ajak Ace. Thalia menurut saja.

Ricard melihat pemandangan di depannya merasa kesal. "Kalian sudah menentang perintah Raja! Itu artinya, kalian adalah pemberontak yang harus di hukum mati!" Nada tinggi menggema.

Thalia membeku di tempat. 'Mati!' Batinnya terkejut.

"Jangan di dengar. Terpenting kita segera pergi dari sini!" Ujar Ace.

Pasukan Ricard datang dari belakangnya. Mereka berjalan dan menyebar membentuk lingkarang—mengepung tiga orang yang akan pergi meninggalkan istana Ace.

"Kali ini akan lebih rumit!" Duke Aaron waspada. "Ace! Lindungi istrimu! Aku akan menghadapi mereka!" Perintahnya.

"Tidak, Ayah! Terlalu beresiko jika Ayah menghadapi sendirian." Jawab Thalia enggan menuruti perintah Ayahnya.

"Kau akan terluka. Ingat kau tak bisa bela diri!" Nadanya meninggi, Duke Aaron tak mau di bantah.

"Aku bisa, Ayah! Ace telah melatihku." Bohongnya. Thalia melirik netra merah suaminya yang berusaha menahan tawa—Istri barbarnya bisa juga berbohong.

Thalia mendengus melihat Ace meledeknya. Ia berusaha tak mempedulikan—waktunya tidak tepat jika harus bercanda dengan suami nakalnya.

Sring

Duke Aaron mengeluarkan pedangnya, Ace memasang kuda-kuda. Thalia mempersiapkan beberapa pisau kecil di tangannya, belati kecil ada di sepatu bootsnya.

"Tangkap mereka hidup maupun mati!" Seru Ricard.

Pasukan pun menyerang bersamaan. Duke Aaron bersama pedang panjangnya beberapa kali menebas dan mengoyak tubuh prajurit hingga berguguran.

Thalia berlari menjauh sembari ia melemparkan pisan kecilnya—akurasinya tajam hingga tepat mengenai bagian vital tubuh. Gadis itu juga menghindar beberapa serangan senjata, ia mencari celah agar bisa membalas meskipun ia bertarung dengan tangan kosong.

Ace menghadapi pasukan lebih banyak, ia menangkis serangan bersamaan. Sesekali ia menggunakan sihirnya untuk melempar dan memberikan luka dalam lawannya.

Duke Aaron menatap tak percaya putrinya bisa bela diri, ia sesekali melihat Thalia yang lincah menghindar, menyerang dan melemparkan senjata kecilnya itu. Duke Aaron bertanya-tanya, sejak kapan Thalia berlatih bela diri dengan Ace. Duke Aaron tak akan mudah percaya jika latihan itu sebentar, karena ia melihat gerakan Thalia seperti profesional.

Ricard menarik pedangnya, ia menyerang Ace yang di keroyok oleh pasukannya. Thalia melihat pergerakan Ricard, tanpa di minta kakinya bergerak untuk membantu suaminya.

Syut

Syut

Syut

Pisau kecil melayang dan mendarat di kepala dan punggung kiri para pasukan. Ketika pisau lemparnya habis, Thalia segera menyerang beberapa prajurit dengan tangan kosong—Thalia mengeluarkan teknik tendangan taekwondo-nya.

Di kesempatan yang ada, saat ia memberikan serangan tendangan tinggi tepat ke bagian dagu lawan, belati yang tersimpan di sepatu boots-nya terlempar—Thalia mendesain sepatu boots-nya seperti di film-film action china di dunianya. Tempat menyimpan belati dan saat ia mengayunkan kaki keatas maka belati tersebut akan terlepas. Sangat memudahkan Thalia dalam mengambil senjatanya—cukup merepotkan bagi Madam Jasmine, orang yang sudah berjasa melahirkan outfit aneh-aneh milik Thalia.

Dengan brutal dan tanpa belas kasihan Thalia menebas, menusuk, serta mengoyak tubuh pasukan Ricard menggunakan belatinya. Ia tak akan memilih musuh lagi—karena sedari awal Ricard-lah yang sudah mengusik ketenangan hidupnya.

Ricard kelimpungan saat Ace dan Thalia membabat habis pasukannya, ia tak tahu gadis manja dan selalu merengek saat di dekatnya kini berubah seperti orang lain. Sorot mata Thalia penuh dengan sarat membunuh.

Pasukan telah mereka lumpuhkan. Ace dan Thalia saling menyandar di punggung pasangannya. Tatapan kedua mata mereka tajam terlempar kearah Ricard, seperti pedang dan belati yang mengacung kearah Ricard—menunggu menangkis serangan yang akan Ricard layangkan.

"Biarkan kami lewat!" Ujar Duke Aaron.

Ricard menggelengkan kepalanya. "Tidak semudah itu, Tuan Duke!" Jawabnya.

Pasukan kembali datang—jumlahnya semakin banyak, Ratu Julie muncul dengan gaun perangnya berwarna putih, mahkota kecil bertenger di puncak kepalanya.

Thalia mengedarkan pandangannya. Semua prajurit telah siap siaga untuk menyerangnya.

"Harusnya keponakan manisku tidak mengacaukan semua rencanaku." Ujar Ratu Julie.

"Terlambat untukmu, Paman. Karena kau tak bisa lagi melakukan semua rencanamu." Jawab Thalia.

Duke Aaron menatap putrinya. "Apa maksudmu dengan paman?"

Thalia tersenyum, "Aku akan menjelaskannya, Ayah. Setelah semua ini selesai. Aku janji." Jawab Thalia.

"Tidak masalah kau menghancurkan semua rencanaku, karena tinggal satu lagi persembahan, maka kesempurnaan sihir akan aku kuasai." Ratu Julie tertawa, netra Heterochromia-nya kembali muncul.

"Matanya seperti itu lagi!" Seru Thalia. Gadis itu takjub melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana netra langka dengan warna yang berbeda—sangat cantik, jujur ia sedikit kagum.

"Dia melakukan Perjanjian Hitam atau Magia Nera Cannibale. Di kerajaan Renegades, sihir ini sudah di kutuk. Raja Helium akan memberi hukuman mati jika pelaku sihir tertangkap mempraktikkannya. Ratu Julie rela menggadaikan jiwanya dan sebagai bayarannya untuk menyempurnakan kekuatan, maka Ratu melakukan perbuatan keji yaitu memangsa janin manusia." Papar Ace.

"Itu sama dengan menganut ilmu hitam kalau di duniaku. Pelakunya suka memangsa jasad manusia atau bisa di sebut dengan manusia kanibal." Ujar Thalia.

"Akan tetapi, Ratu Julie tidak memangsa sembarangan janin. Tentu ada syaratnya yaitu janin murni yang baru mendapat hembusan jiwa suci dari sang Dewi Keabadian." Jelas Ace, kedua netra merahnya masih menatap Ratu Julie.

"Pantas sang Ratu menggunakan media Rumput Fatimah demi mendapatkan janin tersebut. Ia membuat seolah sang Ibu mendapat penyakit sehingga mengalami keguguran." Thalia mengangguk setelah memahami ritual hitam yang di jalankan pamannya.

"Aku rasa tujuan Ratu Julie bukanlah kekuatan semata. Seperti ada satu hal yang menjadi obsesinya." Ace menerka-nerka.

Thalia tersenyum tipis. "Jangan lupa! Ratu Julie sama denganku, Sayang!"

Sontak netra merah melirik Thalia. "Jiwa tersasar yang terobsesi untuk mencari jalan pulang."

"Apakah jiwa tersebut berbahaya?" Tanya Ace.

Thalia berpikir sejenak. "Berbahaya, kalau obsesinya membuat kerusakan."

"Kalau boleh aku tahu, siapa nama pamanmu itu?" Tanya Ace, tatapannya mulai menunjukkan sorot mata khawatir.

"Namanya, Sandiano Matarius. Paman yang sudah membunuhku di dunia asliku." Jawab Thalia.

I WANT YOUWhere stories live. Discover now