Bab 3 ~ Impian Yara

137 53 3
                                    

Namun Piri mengerti, tidak mungkin menyamakan isi kepala setiap anak.

Yara anak yang berbeda sejak dulu. Dia pandai, selalu bertanya-tanya, dan Piri yakin anak perempuan itu sebenarnya sudah memikirkan soal ini sejak lama. Dia berbicara sekarang dan tanpa ragu mengeluarkan semua hal yang mengganggu pikirannya pastinya gara-gara pelajaran dari Kakek tadi.

"Mungkin kamu benar," Piri akhirnya berkata dari atas pohon, "tapi kamu tetap belum bilang apa yang sebenarnya kamu mau."

"Yara ingin pergi ke pegunungan seberang." Jiro melompat turun. "Mencari apakah ada jalan keluar menuju dunia lain!"

"Tetapi, Yara, jarak ke pegunungan seberang jauh sekali," Piri berkata. "Lima hari itu tidak sebentar, dan bisa lebih lama." Terpisah jauh di atas dan di bawah pohon, ia dan anak perempuan itu saling menatap.

"Aku tahu. Makanya aku memang tidak akan pergi ke sana."

Piri sedikit lega mendengar jawaban Yara.

Tetapi di luar dugaannya anak perempuan itu lalu tersenyum dan mendongak ke arah sebaliknya. Dia kini menatap pegunungan yang lebih dekat dan menjulang tinggi di seberang sungai, di balik rerimbunan pohon allumint.

"Aku tak perlu jauh-jauh pergi ke pegunungan yang jauh di sebelah sana," kata Yara. "Untuk menemukan jalan menuju dunia yang lebih besar, aku cukup naik ke puncak pegunungan yang ini."

Begitulah, Yara tak pernah berhenti membuat anak-anak lain terkejut.

Dia ingin naik ke atas pegunungan?

Untuk mencari dunia yang lebih besar?

Tidak. Piri tidak percaya dia benar-benar akan pergi. Ini sama seperti kejadian dulu, ketika Yara pernah berkata bahwa dia akan masuk ke dalam gua gelap tempat keluarnya sungai, atau bahkan ke Menara Hitam, hanya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada di dalam sana.

Nyatanya itu hanya kata-kata belaka. Yara tidak pernah pergi. Dan tidak ada yang menyalahkannya, karena memang butuh keberanian yang luar biasa hanya untuk mendekat ke halaman Menara Hitam, dan Piri tak yakin Yara memiliki hal itu.

Demikian juga soal naik ke puncak pegunungan ini. Apakah Yara sudah cukup berani? Rasanya tidak.

"Yara, tapi pegunungan ini tinggi sekali," kata Sera. "Kita bahkan tidak bisa melihat puncaknya. Awan selalu menutupinya."

"Bisa jadi malah tidak ada puncaknya, karena begitu tingginya," gumam Nere sambil terus memandang ke atas pegunungan.

"Maksudmu tinggi menyambung sampai ke langit?" timpal Buro.

"Ya," jawab Nere. "Mungkin seperti itu."

"Apa kalian sudah lupa kata Kakek, kalau pegunungan ini seperti dinding mangkuk?" tukas Yara. "Sudah tentu ada batasnya di atas sana!"

"Tapi kamu tadi bilang agar jangan percaya begitu saja pada kata-kata Kakek," balas Jiro. "Ternyata sekarang kamu sendiri percaya."

"Baik, anggap saja benar dunia kita ini seperti mangkuk," kata Buro, "dan kamu mau naik pegunungan ini sampai ke puncaknya. Lalu kamu mau melakukan apa nanti di atas sana?"

"Aku tidak tahu ... Tertawa saja, mungkin hanya itu. Hahahahah!" Yara menunjukkan tawanya.

"Aku bisa senang karena ternyata pendapatku benar," lanjut Yara. "Lalu aku bisa melihat seluas apa dunia kita yang sebenarnya. Setelah puas aku turun lagi, bercerita pada kalian."

"Kamu naik, hanya untuk turun lagi?" Piri bertanya dari atas.

"Seperti kamu, selalu naik pohon, hanya untuk turun lagi," tukas Yara.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now