Bab 70 ~ Lorong Gelap

24 24 0
                                    

Setelah ternyata tidak terjadi sesuatu yang aneh, Rufio tersenyum lebar. "Lihat, tidak ada apa-apa kan?"

"Ya! Tapi untuk selanjutnya jangan pernah melakukan apa pun tanpa seizinku!" kata Tuan Karili dengan mata melotot. "Mengerti? Kau tidak tahu apa-apa tentang tempat ini!"

"Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada Piri dan Yara!"

"Aku juga tidak mau! Tapi kita tetap tidak boleh ceroboh!"

"Jangan bertengkar," kata Yara takut-takut. "Toh tidak terjadi apa-apa, bukan? Sejauh ini ..."

Tuan Karili mengangguk, walaupun wajahnya masih menunjukkan kekesalan. "Baik, jangan bicarakan itu lagi. Sekarang tinggal ... bagaimana menggunakan batu hijau ini?"

Batu seukuran telapak tangan itu masih bersinar di dalam ceruk. Pecahan-pecahan kaca bertebaran di sekelilingnya.

"Kau yakin, hanya anak-anak keturunan kesatria terpilih yang bisa membuka pintu?" tanya Rufio. "Dan bukannya yang boleh?"

"Maksudmu?" tanya Tuan Karili yang masih tampak kesal.

"Yang bisa, bukan yang boleh?" Rufio memperjelas. "Kalau yang boleh, berarti hanya mereka berdua yang boleh melakukannya, supaya tidak terjadi sesuatu yang aneh-aneh. Tapi kalau yang bisa, sebenarnya kita boleh mencobanya, walaupun nanti mungkin gagal."

"Dia benar." Duran mengangguk-angguk.

Tuan Karili terdiam, berusaha mengingat-ingat pesan yang dulu disampaikan padanya. Ia lalu menggeleng, sepertinya tidak yakin pada ingatannya sendiri. "Mungkin aku akan mencobanya."

"Kau yakin?" anak buahnya bertanya.

Tuan Karili menarik napas. "Ya."

Perlahan ia mendekatkan telapak tangan kanannya ke arah ceruk. Lalu menyentuh batu hijau.

Semua orang menanti dengan tegang. Tidak terjadi apa-apa di sekitar mereka, dan kelihatannya Tuan Karili pun baik-baik saja. Ia menggenggam batu hijau, mencoba menggerakkannya, dan Piri melihat, tampaknya batu itu bergeser sedikit ke kanan.

Dentuman keras terdengar.

Semua terperanjat, mengarahkan obor ke berbagai arah dan melihat dengan panik ke setiap sudut ruangan. Tetapi perhatian mereka kembali tertuju secepatnya pada pintu besi. Pintu terangkat sedikit demi sedikit, masuk ke celah sempit di atasnya.

Piri merasakan dadanya berdebar semakin kencang, takut, gelisah tetapi juga penasaran. Lorong terakhir menuju penjara bawah tanah telah terbuka, dan sebentar lagi mereka akan bertemu dengan makhluk menyeramkan yang ada di dalam sana.

"Betul, kan?" Rufio tertawa memecah ketegangan. "Tidak ada salahnya kita mencoba, tidak mesti Piri dan Yara yang melakukannya."

"Ssshhh," Tuan Karili berbisik sambil mengarahkan obor ke arah lorong yang terbuka. "Ini baru awal. Tetap hati-hati."

"Kita masuk?" tanya Duran.

Tuan Karili tampak ragu. Sepertinya ia mulai sedikit meragukan pesan yang dulu didapatnya dari roh Tuan Guiras. Sejauh ini ternyata mereka tidak butuh keturunan ksatria Frauli untuk membuka pintu, dan mungkin saja mereka juga tidak butuh Piri dan Yara sampai seterusnya.

Ya, semoga demikian!

Piri yakin Yara juga pasti sependapat. Lebih baik kalau mereka tidak usah ikut masuk ke dalam lorong dan bertemu dengan grayhayr raksasa!

Tuan Karili menoleh, menatap Piri dan Yara beberapa saat, seolah berusaha meyakinkan diri. "Kita masuk."

Tuan Karili melangkah, masuk ke dalam lorong.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now