Bab 9 ~ Dasar Lembah

73 37 1
                                    

Piri menuruni tebing dengan cepat. Ia sempat tergelincir beberapa kali, dan kakinya tergores batu tajam di sana-sini.

Untungnya ia masih bisa bergantung dengan tangannya, sehingga akhirnya ia bisa sampai di bawah dengan selamat.

Di bawah pohon ia mendongak, menatap Tero yang masih bergelantungan di salah satu dahan. "Kamu bisa meraih batangnya?"

"Sebentar ..." Tero menjawab di sela-sela sengal napasnya. Satu tangannya direntangkan ke arah batang, lalu ditarik lagi secepatnya. Kepalanya menggeleng.

"Masih terlalu jauh!" serunya. "Aku harus bergerak sedikit lagi!"

"Bertahanlah! Aku naik!"

Piri memanjat secepat yang ia bisa. Ia melihat apa yang tak disadari oleh Tero: dahan yang dipakai Tero untuk bergantung lebih kecil daripada dahan yang patah tadi, dan bisa saja itu ikut patah.

Pohon allumint di pegunungan ini tampaknya sedikit berbeda dibanding pohon serupa di lembah yang biasanya mereka naiki. Dahannya lebih rapuh.

Piri sampai di dahan pertama, lalu naik lagi ke dahan kedua. Ia mengatur napas. Matanya mencari dahan mana lagi yang bisa dipijak supaya ia bisa meraih tubuh Tero di atasnya. Suara berderik kembali terdengar.

Piri terperangah, ketakutannya terbukti. Dahan yang dipegang Tero semakin membengkok, dan akhirnya patah.

Jeritan panjang terdengar. Semua terjadi begitu cepat.

Piri tak sempat bereaksi. Sesaat Tero masih bisa menahan berat tubuhnya dengan berpegangan pada dahan yang patah, namun akhirnya ia terjatuh menimpa Piri.

Keduanya meluncur deras, menghantam dahan terbawah.

Sakit mendera dada dan perut Piri. Untuk sesaat ia selamat karena berhasil memeluk dahan terakhir itu.

Namun bencana berikutnya datang. Pegangan Tero terlepas, dan tangannya yang satu lagi malah menarik tubuh Piri. Piri mencoba bertahan, tetapi tidak kuat. Pegangannya terlepas, dan keduanya jatuh.

Tero mendarat lebih dulu dengan sebelah kaki, dan giliran Piri yang sekarang menimpanya. Keduanya terguling di tanah yang menurun tajam.

Dunia berputar. Seolah tanpa henti.

Saat Piri kehilangan kesadaran, putaran itu tetap belum berhenti.

Suara erangan adalah yang pertama kali sampai di telinga Piri ketika ia tersadar, sebelum memar di sekujur tubuhnya terasa.

Ia memegangi dahinya, terdiam beberapa lama. Kepalanya berdenyut-denyut, sakit bukan kepalang.

Suara berikutnya memaksanya membuka mata. "Piri ..."

Bukan suara Tero! Itu suara ...Yara?

Piri mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Pandangannya masih kabur, tetapi ia bisa mengenali sosok anak perempuan itu.

Kenapa ada Yara di sini?

Dan ada di mana mereka sekarang?

Piri menggeliat. Yara duduk di samping kirinya dan di kanan ada Tero yang bersandar ke sebuah batu besar.

Mereka ada di dalam ruang bercahaya minim dengan dinding-dinding tanah curam di sekeliling mereka. Jarak antar dinding cukup jauh, tetapi tidak terlalu jelas. Sinar langit hanya datang dari rongga memanjang di atas yang lebarnya sama dengan lebar sungai.

Takut dan bingung, Piri merinding dan bergantian menatap Tero dan Yara. "Ada di mana kita?"

"Di dasar lembah, mungkin," jawab Yara.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now