Bab 36 ~ Membuat Tertidur

39 24 0
                                    

Rufio membantah. "Aku belum bisa membuat rencana jika belum tahu keadaan di dalam sana! Yang penting masuk dulu. Yang penting berani."

"Tapi kami bisa membantu," Kasen membantah.

"Kalian semua anak kecil, mau membantu apa?" tanya Rufio tak sabar.

"Oh, kita bisa membantu!" kata Tero.

Anak-anak memandanginya, ragu.

"Bagaimana?" Piri tak yakin.

"Kita bisa membuat penjaga itu tertidur." Tero tersenyum lebar. "Kita beri dia buah teropiriyaraint. Kita masukkan buah itu di makanannya, dan dia akan tertidur."

"Teropiri ... apa?" tanya Rufio bingung.

"Buah maullavaloa," jawab Yara.

"Oh." Rufio mengangguk. "Ya, itu bisa membuatmu mengantuk."

"Memangnya buah itu ada di sini?" tukas Yara. "Ada beberapa pohon dengan buah di hutan, tapi aku tidak tahu kalau ..."

"Ada. Aku melihat satu dua pohonnya tadi," jawab Tero yakin. "Kalau kalian setuju, aku akan mencarinya. Tidak jauh."

"Tetapi bagaimana caranya memasukkan buah itu ke makanannya?" tanya Yara.

"Di minumannya lebih bagus. Rasanya akan bercampur dengan rasa arak. Dia tidak akan curiga." Rufio menyeringai. "Kalau kita bisa membuat penjaga itu tertidur, kita bisa mengambil kunci dan membuka gerbang, lalu membawa anak-anak kabur. Tero dan Kasen, kalian cari buah itu sekarang. Tapi jangan lama-lama. Nanti penjaga itu keburu muncul."

Semua anak setuju, walaupun detil dari rencana itu sebenarnya belum jelas. Tero dan Kasen bergegas pergi, sementara anak lainnya menunggu, sambil berharap Golik tidak muncul.

Untunglah, Tero dan Kasen pergi tidak lama. Napas keduanya memburu, tapi senyum mereka terkembang saat menunjukkan buah-buah teropiriyaraint yang mereka dapatkan.

"Cuma sepuluh?" Kening Yara berkerut. "Apa ini cukup?"

"Dulu aku makan tidak sampai sepuluh, dan aku bisa tertidur!"

"Tapi Golik ini orang dewasa, pasti dia lebih kuat daripada kita."

"Ini cukup, mudah-mudahan," kata Rufio.

Ia mengambil daun lebar dan menjadikannya alas. Dengan tangan terkepal ia menumbuk buah-buah itu sampai hancur berair, lalu pelan-pelan memasukkannya ke kantong minumnya yang berisi sedikit air dan mengocoknya sampai tercampur sempurna.

"Sudah siap." Anak itu nyengir.

Rufio berjingkat mendekati dinding, sementara anak-anak lainnya mengawasi rumah. Ia memanjat dengan cara menyelipkan jari tangan dan kakinya di sela-sela dinding batu. Anak-anak hanya bisa berharap semoga ia tidak sampai ketahuan.

Piri menahan napas, saat Rufio sampai di atas dinding lalu dengan cepat berguling dan menghilang dari pandangan.

"Ia sudah masuk," kata Kasen. "Sekarang kita tinggal menunggu Golik."

Si penjaga muncul tak lama kemudian. Di tangan kirinya ada sebungkus makanan dan di tangan kanannya sebotol minuman. Di balik gerbang ia berhenti sejenak, memperhatikan langit yang mulai gelap.

Anak-anak merunduk di balik semak. Sejauh ini tak masalah, Golik tidak curiga pada apa pun. Laki-laki itu meletakkan makanan dan minumannya di kursi di bawah pohon besar, lalu menyalakan obor di kiri dan kanan gerbang.

Cahaya api menerangi tempat itu, Golik menyeringai puas. Ia duduk di kursinya, kemudian membuka bungkus makanannya. Botol minumannya diletakkan di rerumputan tak jauh dari kakinya. Ia minum beberapa teguk, lalu meletakkan botolnya dan mulai makan dengan lahap.

Ketika itulah, Piri melihat Rufio. Kakak Pofel itu bersembunyi di balik pohon di belakang Golik.

Dia betul-betul berani! Entah bagaimana caranya dia bisa mengendap-endap tanpa terlihat atau terdengar oleh Golik. Piri pun mengerti, Rufio bermaksud memasukkan cairan teropiriyaraint ke botol minum Golik saat laki-laki itu makan. Benar-benar nekat.

"Ia tak mungkin berhasil." Kasen menggeleng khawatir. "Begitu ia mengulurkan tangannya untuk meraih botol itu, Golik pasti melihatnya, lalu menangkapnya!"

"Kita harus membantunya," kata Yara panik, lalu menoleh. "Piri, bagaimana?"

Piri berpikir keras. Apa yang bisa ia lakukan?

Satu ide muncul. Ia meraih sebuah batu berukuran sekepalan tangan. Ia merentangkan tangannya kemudian melemparkan batu itu ke arah kiri halaman Rumah Merah, melewati dinding batu. Anak-anak terkejut.

"Piri, apa—?" Ucapan Yara tertahan begitu suara keras menembus semak terdengar. Di balik gerbang Golik berdiri kaget, lalu menatap tajam ke arah suara tersebut.

Piri menunggu sementara anak-anak lainnya merunduk semakin dalam di balik semak. Mereka berharap Golik pergi dan memeriksa ke halaman, supaya Rufio mendapat kesempatan mengambil botolnya. Namun ternyata laki-laki itu hanya mengangkat bahu, lalu makan kembali.

Piri mengambil batu kedua, dan melemparkannya sekali lagi, ke arah yang sama. Kali ini suara kerasnya membuat Golik tertegun. Bergegas laki-laki itu meletakkan makanannya di kursi lalu pergi dengan langkah-langkah panjang untuk memeriksa.

"Sekarang, Rufio, sekarang!" bisik Kasen.

Tentu saja Rufio tak mungkin mendengar. Namun anak itu muncul dari balik pohon lalu meraih botol milik Golik. Campuran buah teropiriyaraint ditumpahkannya ke dalam botol, lalu dikocok-kocok. Tidak lama. Rufio meletakkan lagi botol itu di tempatnya semula, dan kembali bersembunyi.

Anak-anak saling menatap, kali ini dengan senyuman lega.

Lama tidak terdengar apa pun. Hanya semilir angin dan gemerisik semak belukar di halaman. Tak lama Golik muncul. Wajahnya tampak sedikit masam dalam remang cahaya obor. Laki-laki itu mengambil kembali bungkusan makanannya dan duduk, melanjutkan makan.

Selesai, saat-saat yang ditunggu anak-anak tiba, ia minum dari botolnya.

"Tahu rasa," bisik Tero. "Dia akan tertidur sebentar lagi!"

Namun Piri masih ragu. Apakah Golik benar-benar bisa dibuat tidur?

Sepuluh buah teropiriyaraint sudah pasti bisa membuat anak-anak tertidur, tetapi untuk orang dewasa? Golik masih tampak baik-baik saja walau hampir meneguk habis air dari botolnya.

"Bagaimana ini?" Kaia, yang sedari tadi diam, kini bertanya khawatir.

Piri termangu. "Mungkin Rufio harus mencari batu besar lagi ..."

"Buat memukul kepala orang itu?" Yara merinding ngeri.

"Apa boleh buat, kalau terpaksa ..."

"Hei," tegur Kasen. "Lihat itu!" Ia menunjuk. "Golik mulai terkantuk-kantuk!"

Jantung Piri berpacu, harap-harap cemas, menyaksikan secara perlahan si penjaga bertubuh tinggi kurus itu kehilangan kesadarannya. Botol minum di tangannya terlepas dan terguling ke tanah, lalu kepalanya menunduk dalam, dan akhirnya terkulai.

"Berhasil! Berha—"

Sorakan Tero terhenti karena perutnya disikut Kasen. "Kau mau suaramu didengar Nyonya Kulip atau Tuan Dulum?"

Dari belakang tubuh Golik muncul Rufio, dalam gelap, dengan seringai khasnya yang menakutkan dalam remang cahaya.

Anak itu mendekat, kemudian mencabut gantungan kunci yang tergantung di pinggang Golik. Tanpa membuang waktu ia berlari ke pintu gerbang dan membuka kuncinya.

"Cepat masuk!" bisiknya memanggil.

Anak-anak berlari. Begitu berkumpul mereka bersama-sama menyeret tubuh Golik sampai ke balik belukar. Rufio melepas baju Golik dan menyobeknya dengan pisau yang tergantung di pinggang penjaga itu, menggunakan sebagian kainnya untuk mengikat kaki dan tangannya. Mulutnya disumpal dengan kain yang tersisa.

"Berapa lama dia akan tertidur?" gumam Piri.

"Tidak tahu," jawab Rufio. "Tetapi dengan cara ini, jika terbangun ia tak akan bisa berbuat macam-macam. 

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now