Bab 7 ~ Mata Kuning

83 38 1
                                    

Piri tertidur. Ia sudah terlelap cukup lama, ketika tiba-tiba ia merasa seseorang membangunkannya dengan paksa, mengguncang bahunya sambil memanggil-manggil.

"Piri! Piri!"

Bisikan itu cukup keras hingga membuat mata Piri terbuka.

Wajah ketakutan Sera tampak gelap di balik bayang-bayang pohon. Di sampingnya duduk Yara dan Nere.

Nere tampak gelisah, sementara Yara masih setengah tertidur.

"Piri!"

"Sssttt, Sera, jangan keras-keras!" bisik Nere.

Kantuk Piri menghilang. "Ada apa?"

"Mata Kuning! Mata Kuning muncul lagi!"

Piri langsung terduduk.

Mata Kuning.

Itu adalah istilah yang digunakan anak-anak untuk menyebut sepasang titik cahaya berwarna kuning yang biasa muncul dari puncak Menara Hitam.

Sinar tersebut hanya terlihat saat malam, tetapi tidak setiap malam. Dia muncul sesuka hati, tak ada yang bisa menebak kapan akan datang.

Sebagian anak tidak menganggapnya penting, karena selama ini sinar itu tak pernah mengganggu. Dia hanya menyorot ke sana sini selama beberapa saat sebelum kemudian padam.

Tetapi sebagian yang lain selalu menanggapinya dengan ketakutan. Mereka percaya Mata Kuning muncul karena ada makhluk di dalam Menara Hitam yang sedang marah, dan dia sedang mencari sesuatu.

Sera dan Nere termasuk yang selalu takut. Sera bahkan sampai menggigil sambil mencengkeram lengan Piri, lalu menunjuk-nunjuk ke belakang. "Itu!"

Di tengah lembah, tepat di pusat Dunia Mangkuk, di puncak Menara Hitam yang jangkung setinggi awan, tampak dua buah titik cahaya berwarna kuning yang menyorot ke salah satu sisi lembah.

Tatapan kedua Mata Kuning itu berhenti di satu tempat beberapa saat, kemudian bergerak perlahan ke arah yang lain, berhenti di sana, lalu berpindah lagi ke tempat lainnya.

"Apa dia sudah melihat kemari?" tanya Piri.

"Sepertinya belum. Tetapi sebentar lagi dia pasti akan memutar dan melihat kita!" jawab Sera.

"Kita harus membangunkan yang lain," bisik Nere panik sambil memandangi Jiro, Buro dan Tero yang masih terlelap.

"Untuk apa?" tanya Yara datar, masih setengah mengantuk. "Biar saja mereka tidur. Dan seharusnya aku juga dibiarkan tidur!"

"Kamu tidak takut dia akan melihat kita di sini?" kata Sera.

"Ya, kita ada di tempat terbuka!" bisikan Nere mengeras. "Kita harus sembunyi! Di balik pohon, atau di belakang semak itu!"

"Lalu kenapa kalau dia melihat kita?" kata Yara. "Selama ini dia juga selalu bisa melihat kita, dan tidak pernah ada masalah."

"Itu karena dia selalu melihat kita di bawah lembah!" balas Sera. "Di sekitar rumah kita! Apa jadinya jika dia melihat kita di sini?"

"Tidak akan terjadi apa-apa!" tukas Yara.

"Kenapa kamu begitu yakin?" tanya Sera.

"Sssttt, Sera, jangan keras-keras!" bisik Nere.

"Ya, jangan keras-keras." Piri merasa agak sebal. "Mungkin kalian perlu jelaskan juga nanti, kenapa memilih membangunkan aku dan membiarkan mereka bertiga tetap tidur," katanya sambil menunjuk Jiro, Buro dan Tero.

"Itu karena Sera lebih percaya padamu—"

"Awas!" Sera menjerit tertahan, memotong ucapan Nere. "Dia datang!" Cengkeramannya di lengan Piri mengeras.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now