Bab 89 ~ Pertolongan Grayhayr

31 24 0
                                    

Hewan raksasa itu mendengus mendengar tantangan Kapten Morat, lalu berkata dengan suara berat, "Bertarung di tanah? Kau yakin? Kenapa tidak kau gunakan sihirmu saja, Kapten?"

"Aku tidak perlu sihir untuk mengalahkanmu!"

Kapten Morat balas menggeram. Tetapi pedang yang diacungkannya bergetar, menunjukkan bahwa sebenarnya tenaganya sudah jauh berkurang. Mungkin ia memang tak sanggup mengeluarkan sihir hujan maupun petirnya lagi. "Makhluk sialan! Turun!"

"Kapten, kudengar sebenarnya kau tidaklah sejahat Penyihir Merahmu," kata Grayhayr Emas. "Kau prajurit yang baik. Orang baik. Tapi kenapa ucapanmu begitu kotor? Apakah kau mempunyai dendam padaku?"

Grayhayr Emas mengembangkan sayapnya, kemudian melenting ke depan sang kapten. Laki-laki itu berteriak lalu berlari sambil mengayunkan pedangnya. Namun belum sempat ia membuat serangan apa pun, cakar raksasa sudah lebih dulu menghantam tubuhnya.

Kapten Moran terlempar. Tubuhnya terhempas ke dinding benteng. Ia kembali tak sadarkan diri. Si burung raksasa mengangkat kepalanya, berkaok nyaring, menatap Piri dan rekan-rekannya.

"Benar-benar bodoh. Aku tidak punya dendam pada manusia itu, aku bahkan tidak kenal dia. Tapi sepertinya dia begitu membenciku."

Kepalanya menoleh perlahan, memandangi tubuh para prajurit yang tergeletak di dekatnya. "Aku juga tak punya dendam pada mereka. Tapi manusia memang makhluk paling bodoh. Mereka yang memulai."

"Grayhayr," Yara, yang berdiri di samping Piri memberanikan diri menyapa. "Terima kasih. Kamu sudah menyelamatkan kami, walaupun ..." Ia tak mampu melanjutkan kata-katanya, dan terisak saat melihat para pejuang Frauli yang tewas dan terluka.

Grayhayr Emas membalas dengan nada tinggi, "Aku menyesal melihat semua yang mati!" Sepertinya ia tidak ingin disalahkan jika ternyata di antara Tuan Karili dan para pejuangnya yang tersisa ada yang coba-coba menganggapnya datang terlambat sehingga membuat banyak rekan mereka tewas. "Tapi ini bukan urusanku. Aku tak akan pernah datang kemari, jika saja Yara dan Piri tidak berada dalam bahaya! Aku datang hanya untuk mereka. Keduanya sudah membebaskan aku, dan kini aku membalas budi."

Tuan Karili dan para pejuang terdiam. Tak ada yang berani beradu kata dengannya. Mereka hanya bisa sedih, dan mungkin hanya memendam amarah melihat si grayhayr seolah tak peduli pada teman-teman mereka yang tewas.

Walau bagaimanapun mereka tetap harus berterima kasih, karena makhluk itu jugalah yang telah menyelamatkan nyawa mereka, betapapun Grayhayr Emas berusaha keras membantahnya.

"Sekarang, kalian berdua," katanya pada Piri dan Yara. "Naik ke atas cakarku dan pegang erat-erat. Kita pergi sekarang."

"Pergi?" tanya Piri gugup. "Ke mana?"

"Kalian berdua pulang, ke dunia yang telah disediakan Dewi Angin untuk kalian. Setelah itu, aku dan cucuku ..." Ia menyebut si grayhayr kelabu sebagai cucunya. "akan pulang ke negeri kami yang jauh, dan tak akan kembali lagi kemari. Aku akan bertemu dengan seluruh arwah leluhurku, juga arwah istri dan anak-anakku, kemudian memohon ampun, atas segala kesalahan yang telah kuperbuat sehingga membuat mereka semua mati!"

Piri dan Yara saling menatap dengan perasaan campur aduk.

Pulang ke Dunia Mangkuk, dan meneruskan hidup mereka yang menyenangkan di sana? Tak perlu lagi bertemu dengan Kapten Morat dan Penyihir Merah yang mengerikan?

Tentu saja mereka menginginkan itu. Tapi ...

"Grayhayr," ujar Piri, "aku dan Yara ingin pulang. Tapi bagaimana dengan teman-teman di sini? Semuanya terluka ..."

"Apa maumu?" tanya si grayhayr tak sabar.

"Mungkin kau bisa menolong mereka juga." Piri memberanikan diri.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now