Bab 68 ~ Menyusuri Sungai

26 20 0
                                    

"Tuan, aku bukannya tidak percaya. Aku hanya tak ingin hal buruk terjadi," Rufio menjawab ucapan Tuan Karili. "Kumohon, Tuan, aku bisa ikut membantu kalian. Aku akan ikut ke mana pun Piri dan Yara pergi."

"Aku juga mau," kata Kalai. "Izinkan aku ikut juga."

"Aku tak ingin pergi berkeliaran dengan banyak orang," balas Tuan Karili. "Semakin banyak yang pergi dalam kelompokku, akan membuat patroli Mallava yang melihatnya semakin curiga. Rufio boleh ikut, tetapi kau tidak, Kalai. Aku akan berangkat besok ke Framari, dan menurutku lebih baik kau tetap di sini dan menunggu kabar tentang ayahmu."

"Tuan, kau belum meminta pada Piri dan Yara, apakah mereka setuju atau tidak," kata Rufio. "Jika benar mereka keturunan kesatria Frauli, yang dulu merupakan pemimpin kalian, maka kalian semua harus hormat dan bertanya dengan sopan pada mereka. Benar?"

Tuan Karili tertegun, tampaknya tak menyangka Rufio berkata begitu.

Ia memandangi Piri dan Yara, lalu mengangguk hormat. "Benar, aku memang harus meminta ini dengan baik-baik kepada kalian. Piri, Yara, kuharap kalian mau membantu kami. Kalau kalian tidak keberatan, kita berangkat besok pagi. Hari ini kalian beristirahat saja dulu."

Piri dan Yara saling memandang, merasa canggung.

Lebih dari itu, Piri tetap masih belum yakin apakah mereka harus, dan bisa, menolong orang-orang itu. Namun Yara kemudian mengangguk pada Tuan Karili dengan gaya tenang yang tidak biasa, dengan dagu terangkat, dan tidak meledak-ledak seperti yang selama ini dikenal oleh Piri.

"Kami akan membantu kalian," kata Yara.

Piri termangu, memandangi Yara beberapa saat, coba menebak isi kepala anak perempuan itu. Setahunya, jika Yara sudah sampai setegas ini, biasanya pendiriannya sedang kuat dan tidak mau dibantah, dan mungkin punya semacam rencana aneh yang tak terduga di dalam kepalanya.

Tetapi, mungkin jawabannya sederhana saja. Pada dasarnya Yara senang menolong orang lain, bahkan walaupun itu sesuatu yang berbahaya. Mungkin hanya hal seperti itulah yang tengah dilakukannya saat ini.

Piri ikut mengangguk, "Ya, kami akan membantu kalian."

Piri dan Yara tidur sepanjang sore dan malam di rumah Tuan Karili, beralaskan kain tebal sehingga terasa nyaman, dan karenanya mereka bisa tidur cukup nyenyak.

Ketika bangun keesokan paginya tubuh mereka terasa lebih segar.

Anak-anak diajak makan di luar bersama seluruh penduduk. Semua orang, tua maupun muda, laki-laki dan perempuan, tampaknya sudah mendengar kabar tentang kedatangan Piri dan Yara yang kemungkinan adalah anak-anak keturunan kesatria Frauli. Semuanya tersenyum gembira, sekaligus menunjukkan rasa hormat yang terasa aneh buat kedua anak itu.

Tuan Karili lalu meminta para anak buahnya menyiapkan kantong-kantong berisi makanan, dan juga senjata.

Piri dan Yara kembali menjadi tegang.

Tetapi Rufio menenangkan, "Jangan khawatir. Aku ada di dekat kalian."

Piri senang mendengarnya, tetapi tetap saja dalam perjalanan nanti ia berharap tak akan bertemu dengan prajurit Mallava. Juga ketika nanti mereka sampai di Kastil Frauli, semoga tidak ada kejadian-kejadian aneh dan berbahaya. Grayhayr Emas pasti sangat mengerikan. Mudah-mudahan hewan itu memang bisa membantu, dan bukannya memakan mereka semua nanti.

Tujuan mereka hari itu tidak langsung ke Kastil Frauli. Tuan Karili bilang mereka akan pergi dulu ke Framari. Selain Tuan Karili, Piri, Yara dan Rufio, ada empat laki-laki lain yang ikut serta. Mereka prajurit terpilih yang pandai menggunakan setiap senjata yang mereka bawa. Pedang, belati maupun panah.

Mereka keluar dari pemukiman, menyusuri lereng dan menembus hutan lebat. Beberapa ekor serigala menemani, sementara beberapa ekor lainnya menyebar sampai ke tepi hutan. Tuan Karili bilang serigala-serigala itu akan memberi peringatan jika ada bahaya yang muncul. Tampaknya hutan dan pegunungan memang telah menjadi rumah yang aman bagi orang-orang ini. Perjalanan baru akan berbahaya begitu mereka sampai di lembah terbuka.

Saat petang mereka tiba di tepi sungai yang lebarnya hingga ratusan langkah. Jauh di seberang sana tampak bangunan-bangunan seperti rumah dan lain-lain, yang karenanya tempat itu pantas disebut kota atau desa.

Namun mereka tidak pergi ke kota itu melewati jembatan panjang yang tersedia. Tuan Karili justru mengajak mereka terus menyusuri tepian sungai ke arah hilir.

Rufio bertanya dengan heran, "Bukankah itu Framari? Mengapa kita tidak jadi masuk ke kota itu?"

"Itu Framari, tapi bukan berarti kita harus masuk ke sana. Kita hanya perlu sampai ke sungai ini lalu menyusurinya ke barat. Sudah tidak ada hal penting di kota itu, dan tak jauh dari sana ada benteng pasukan Mallava. Jika mereka melihat kita melewati jembatan itu, kita akan tamat."

"Tetapi kita tetap pergi ke Kastil Frauli?" tanya Piri.

"Tentu saja. Jika berjalan terus kita akan sampai di sana tengah malam nanti. Kenapa? Kau tidak percaya?" Tuan Karili bertanya dengan sopan, tetapi tanpa senyum.

Piri meringis. "Aku hanya ... berhari-hari kami selalu berjalan, ke banyak tempat, jadi—"

"Kami jadi sedikit bosan," Yara menyahut dan menatap Tuan Karili tanpa berkedip.

"Kalian tak perlu berjalan lagi. Lihat saja."

Apa maksudnya? Piri bertanya dalam hati. Pergi ke Kastil Frauli tanpa perlu berjalan? Apakah semacam terbang seperti ketika mereka dibawa kedua grayhayr ke atas pegunungan?

Ternyata bukan! Tak lama setelah itu, dalam gelap malam, Tuan Karili mengajak mereka berenang menyusuri sungai!

Piri dan Yara tentu saja bisa berenang. Mereka hampir setiap hari melakukannya di Dunia Mangkuk, berenang di sungai dekat tempat tinggal mereka, yang kecil dan tenang. Jadi mereka tak keberatan saat Tuan Karili mengajak mereka turun ke air.

Namun Tuan Karili berkata, "Kalian tidak perlu berenang. Kalian berpegangan saja pada kedua prajuritku. Piri bersama Parid, dan Yara bersama Koram."

"Kami bisa berenang," kata Piri.

"Kita akan berenang menyusuri sungai. Jauh, dan lama." Tuan Karili lalu menoleh ke arah Rufio. "Kau bisa berenang juga, atau aku terpaksa menggendongmu di air?"

"Aku bisa berenang!" tukas Rufio sambil melompat ke sungai.

"Bagus. Jangan sampai ketinggalan."

Rufio menggerutu karena merasa diremehkan. Ia memutar lengannya, berenang kencang mempertontonkan keahliannya, tapi kemudian melambat dan membiarkan yang lain mendahului. Tampaknya ia sadar lebih baik menghemat tenaga.

Piri merangkul leher Parid di depannya. Laki-laki itu berenang dengan tenang namun stabil hingga tidak menimbulkan banyak riak dan suara. Adiknya, Koram, membawa Yara. Keduanya berenang di belakang Karili. Setelah itu Rufio, dan terakhir dua prajurit lainnya, Duran dan Morav.

Sungai yang mereka lewati cukup lebar, tak banyak yang bisa dilihat Piri selain air gelap di sekelilingnya. Sementara jauh di sebelah kanan, terlihat beberapa titik api di sisi sungai.

Tuan Karili menengok, memberi tanda pada yang lainnya. Piri mengerti, rupanya ada benteng pasukan Mallava di dekat situ, dan mereka harus berenang dengan hati-hati tanpa suara.

Dalam gelap mereka terus berenang semakin jauh. Mereka lalu berbelok mengikuti aliran sungai. Tuan Karili mengajak mereka menepi ke seberang. Duran dan Morav naik lebih dulu untuk memeriksa keadaan.

Kedua prajurit itu menghilang di balik-balik pepohonan.

Cukup lama Piri, Yara dan yang lainnya menunggu di tepi sungai. Semua menanti dengan gelisah, menanti kabar, dan berharap semoga tidak ada patroli Mallava yang datang memeriksa.

Mereka lega ketika akhirnya Duran dan Morav muncul.

"Bagaimana? Ada yang berjaga di sekitar kastil?" tanya Tuan Karili.

"Empat penjaga, di depan." jawab Morav. "Seperti biasa."

"Kita bisa melumpuhkan mereka," kata Duran yakin.

Tuan Karili mengangguk. "Lakukan."

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now