Bab 26 ~ Para Pembeli

45 30 1
                                    

"Bicara memang mudah," tukas Pofel. "Aku punya rencana bagus dulu. Kupikir begitu. Tetapi tetap saja gagal."

"Tetapi Yara benar," sahut Kasen. "Kita tetap harus percaya."

Semua anak memandanginya, lalu mengangguk-angguk.

"Tapi kita butuh keberuntungan," sambung Kasen. Ia menatap Yara, Piri dan Tero. "Kalian berkata seperti ini, apa berarti kalian sudah punya rencana ... untuk kabur?"

Yara terdiam sesaat, lalu menggeleng. "Belum."

"Tidak apa-apa. Itu bisa kita bicarakan nanti."

"Tidak sekarang." Pofel menoleh ke luar jendela.

"Sekarang hampir petang," lanjutnya. "Sebentar lagi makan malam, dan setelah makan kita harus tidur. Jika kita berani berbincang saat malam, Tuan Dulum takkan ragu menghukum kita lagi."

"Besok saja, sebelum atau sesudah sarapan," Kasen berkata.

Kemudian suaranya merendah, "Semoga masih ada kesempatan ...."

Malam itu anak-anak makan dan setelah makan mereka disuruh naik dan tidur. Yara di kamar anak perempuan, Piri dan Tero di kamar anak laki-laki.

Bibi Molen berjalan bolak-balik untuk memeriksa apakah semua anak hadir dan lengkap. Sepertinya ia tak mau lagi kecolongan seperti hari sebelumnya saat kehilangan Pofel, Geza dan Horun.

Malam ini semua baik-baik saja. Tak ada ketegangan, tak ada kata-kata keras dari Nyonya Kulip, tak ada lagi hukuman. Berbeda dibandingkan dengan tadi siang. Ketika Piri memejamkan mata ia mengira esok hari pasti tak mungkin lebih buruk daripada hari ini.

Perkiraannya salah. Saat fajar ia dibangunkan, dan semua anak langsung disuruh mandi secepatnya. Anak-anak perempuan lebih dulu, dan selama mereka mandi anak-anak laki-laki menunggu di dekat tangga.

"Aku masih ingin tidur," Tero menggerutu.

"Apa selalu begini setiap pagi?" tanya Piri.

"Tidak." Kasen menggeleng. "Ini hanya berarti satu hal. Ada pembeli yang akan datang, dan tentu saja Nyonya Kulip tidak ingin melihat kita berpenampilan jelek di depan mereka."

"Mereka majikan, atau mungkin bahkan orangtua barumu."

Suara dingin itu terdengar dari arah belakang.

Piri dan anak-anak lainnya terperanjat. Tuan Dulum berdiri kaku. Tatapannya tajam, tetapi seperti biasa ekspresi wajahnya datar.

Kasen menelan ludah. "Tuan Dulum, aku ... aku cuma ..."

"Bercanda? Bercanda dan mengejek bedanya hanya sedikit. Kau anak yang paling lama di rumah ini, seharusnya paling mengerti mana yang baik, mana yang tidak. Hilangkan kebiasaan burukmu itu, atau kau tak akan pernah mendapat majikan, yang bagus tentu saja, sampai kapan pun. Jika sampai begitu, kami terpaksa harus mengirimmu ke tempat yang sangat buruk. Kau tidak akan suka, kami juga tidak. Kau mau seperti itu?"

Kasen mengangguk. "Akan kujaga kata-kataku. Aku berjanji."

Tuan Dulum mengangkat wajahnya, lalu berjalan pergi dengan langkah tegas.

Pofel mendengus perlahan sambil menatap punggung laki-laki jangkung itu. "Padahal apa yang salah dari kata 'pembeli'? Majikan atau orangtua baru, tetap saja mereka semua itu pembeli."

"Kamu tidak suka mereka?" tanya Piri. "Para pembeli?"

Pofel tertawa, tampak senang melihat Piri tak ragu menyebut kata 'pembeli'. "Jika mereka baik, aku suka. Jika tidak, ya tidak."

"Artinya akan ada ketegangan lagi hari ini, Piri," Kasen berkata. "Dua kali. Pertama, saat kita menunggu seperti apa pembeli yang datang. Apakah dia baik, atau buruk. Kedua, saat kita menunggu siapa yang akan dipilih. Siapa yang beruntung, atau sial."

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now