Bab 52 ~ Grayhayr Kecil

40 25 0
                                    

Esok harinya kehidupan berjalan seperti hari-hari biasanya. Yara sudah kelihatan ceria dan semangat seperti sebelumnya. Piri senang karena anak perempuan itu sudah mau ikut tertawa jika ada anak lain yang bercanda, ketika mereka semua makan atau sedang mendengar pelajaran dari Kakek.

Namun Yara sama sekali tak menyinggung soal grayhayr sedikit pun. Jadi, pikir Piri, mungkin sebenarnya Yara masih menyimpan sedikit kekesalan.

Tadinya ia bermaksud membiarkan saja Yara terus seperti itu. Namun lewat tengah hari, ia melihat Yara berjalan lagi sendirian menuju padang rumput. Piri bertanya-tanya dalam hati, apakah Yara hendak pergi ke tempat yang sama seperti kemarin? Sepertinya begitu. Dan mungkin kali ini mereka akan benar-benar bisa melihat sosok burung raksasa itu lagi!

Tak ingin kehilangan kesempatan Piri pun kembali mengajak Tero untuk mengikuti Yara.

Keduanya membuntuti Yara menyeberangi padang rumput. Awalnya diam-diam, tapi kemudian terang-terangan, karena toh tidak ada gunanya juga berpura-pura. Ketiganya akhirnya berjalan bersama-sama.

Di kaki pegunungan mereka menunggu.

Namun seperti kemarin setelah sekian lama mereka menunggu, ternyata grayhayr yang mereka tunggu-tunggu tetap tidak datang.

Ketiganya kembali pulang dengan kecewa, dan kembali Yara tidak mau berbicara lagi malam itu. Sehingga esoknya, ketika sekali lagi Yara pergi ke padang rumput, Tero menolak saat Piri mengajaknya.

"Aku sudah punya rencana lain," kata Tero. "Aku mau mendaki pegunungan." Ia tertawa penuh semangat. "Seperti dulu!"

"Kamu mau mendaki lagi?" tanya Piri tak percaya. "Dan kamu mau melakukannya sembunyi-sembunyi lagi? Tidak mau memberitahu Kakek?"

"Kamu tahu jawaban Kakek jika aku memberitahunya. Dia pasti menolak! Tapi seperti kubilang kemarin, aku pergi hanya untuk mencari kupu-kupu bintang, tidak akan sampai puncak, apalagi pergi ke negeri lain. Ini tidak akan berbahaya!"

"Kalau tidak berbahaya, kenapa tidak memberitahu Kakek?"

Tero menggeleng. "Lebih baik tidak."

"Kakek tahu mana yang baik untuk kita ..."

"Tetapi belum tentu paham apa yang aku mau," Tero membalas. "Apa yang kami mau."

"Kami?"

"Jiro, Buro, Sera, Nere dan yang lainnya juga mau ikut!" Tero tersenyum lebar. "Ini akan sangat menyenangkan! Kamu juga harus ikut. Ya! Ikutlah, Piri. Kami senang kalau kamu bisa ikut juga."

Piri menimbang-nimbang. Ikut mendaki pegunungan, bersama mereka?

Jika mengingat-ingat perjalanan yang dulu pernah mereka lakukan, hal itu memang cukup menyenangkan. Hanya di awal-awal tentu saja, karena setelah itu ia, Tero dan Yara terjerumus masuk ke dalam pertualangan berbahaya. Untunglah kemudian semuanya bisa berakhir dengan baik.

Sekarang, apakah perjalanan ini akan menyenangkan juga?

"Aku dan yang lainnya akan mengumpulkan makanan, setelah itu kita bisa segera pergi," kata Tero. "Ayolah, ikut saja. Ajak Yara juga, ia pasti senang. Nanti ia bisa melupakan grayhayrnya itu. Sudah terbukti hewan itu tidak akan datang lagi, kan?"

"Baiklah," akhirnya Piri berkata.

"Bagus!"

"Aku akan bilang pada Yara."

"Kita berangkat besok pagi," kata Tero. "Kita akan melihat kupu-kupu bintang lagi!"

Piri cepat-cepat berlari menyeberangi padang rumput untuk menyusul Yara. Di kaki pegunungan ia melihat anak perempuan itu bersembunyi di balik batu besar. Kali ini ia memilih untuk tidak mengganggunya, untuk sementara. Piri menunggu jauh di belakang. Ia baru akan muncul jika Yara memanggilnya.

Mereka menunggu sampai sore. Cukup lama untuk membuat Piri bosan.

Kelihatannya Yara juga sudah mulai kesal dan gelisah. Anak perempuan itu sudah bersiap untuk pergi.

Piri pun bangkit, hendak mengajak Yara untuk ikut mendaki bersama Tero. Tetapi kemudian terdengar angin berderu.

Piri mendongak. Sebuah benda besar meluncur cepat seolah jatuh dari langit, lalu mendarat di tanah lapang di depan batu besar yang menjadi tempat persembunyian Yara.

Benar, itu memang grayhayr!

Tetapi bukan hewan berbulu cokelat kehijauan yang dulu menolong Piri, Yara dan Tero di negeri Mallava. Ini grayhayr yang lain.

Dada Piri berdebar kencang. Awalnya ia takut, tetapi segera berubah jadi penasaran. Ia ingin tahu apa yang dilakukan burung raksasa itu di tempat ini. Sayangnya dari tempatnya berdiri ia tidak bisa melihat dengan jelas. Pandangannya tertutup batu besar di depan Yara.

Piri melangkah untuk mendekat, dan kakinya pun menginjak ranting tanpa sengaja. Ia tertegun ketika Yara menoleh dan melihatnya.

Anak perempuan itu melotot dan meletakkan jari telunjuknya di bibir, menyuruh Piri supaya tidak berisik. Dia mengayunkan tangan, meminta agar Piri mendekat. Pelan-pelan Piri berjingkat mendekatinya. Keduanya melongok, berusaha mengintip apa yang sedang dilakukan sang grayhayr.

Grayhayr kecil, dengan bulu berwarna kelabu. Siapa dia?

Apa yang dilakukannya di sini? Juga, kenapa hewan itu sepertinya hanya menunggu dan tidak melakukan apa-apa?

Tiba-tiba burung itu melenting ke udara dan mengepakkan sepasang sayap lebarnya. Awalnya Piri dan Yara mengira dia sudah mau pergi, tetapi tiba-tiba dia berbalik arah dan meluncur ke bawah.

Ia bertengger di atas batu besar, menatap Piri dan Yara.

Tanpa dikomando kedua anak itu menjerit ketakutan.

Kedua sayap burung itu terkembang. Namun dia tidak pergi. Kepalanya mendekat ke arah anak-anak. Paruhnya terbuka. Dari kerongkongannya keluar koakan nyaring yang langsung menutup suara jeritan Piri dan Yara.

Kedua anak terdiam. Masih ketakutan.

Si burung lalu menarik kepalanya, dan menatap mereka tanpa berkedip.

"Kamu mau apa?" Piri memberanikan diri bertanya pada burung itu.

"Maaf jika kami mengganggumu," sambung Yara. "Aku ... hanya ingin tahu, apa yang kamu lakukan di tempat ini. Maaf."

"Tolong biarkan kami pergi," Piri memohon. "Kami tak akan mengganggumu lagi. Iya, kan, Yara?"

Burung itu diam saja, masih menatap tajam dengan kedua bola mata hijaunya yang hampir sebesar kepala anak-anak.

Keringat dingin makin deras membasahi tengkuk Piri. Ini mengerikan, pikirnya. Grayhayr kecil yang satu ini tidak tampak bersahabat seperti dua grayhayr yang dulu menolong mereka. Tapi ... penampilan mereka sejak dulu memang selalu mengerikan seperti ini, bukan?

Seakan mengerti apa yang ada dalam benaknya, burung itu kembali berkoak, kali ini dengan suara lebih pelan. Dia melompat dari atas batu lalu turun ke tanah lapang. Di sana dia berdiri memperhatikan anak-anak.

"Kurasa dia tidak jahat," akhirnya Piri berbisik pada Yara. "Lihat, dia tidak menyerang kita."

"Apa dia suka buah-buahan?"

"Maksudmu?"

"Mungkin dia senang jika kita berikan makanan."

"Betul juga." Piri mengangguk mengerti. Kebetulan ia membawa beberapa butir buah allumint di kantong yang diikat di pinggangnya. Itu jatah makan siang dan malamnya, tapi ia rela memberikan buah itu jika memang bisa membuat burung di depannya senang.

Ia mengeluarkan dua butir, lalu bangkit dan berjalan tiga langkah. Ia meletakkan butiran itu di atas tanah di depan sang grayhayr.

Burung itu memandangi buah-buahan itu sejenak.

Kepalanya turun, kemudian tanpa ragu dia mengambil buah itu dengan paruhnya dan memasukkannya ke dalam mulut.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now