Bab 34 ~ Burung Gagak

42 28 1
                                    

Perjalanan berikutnya menuju Rumah Merah terasa lebih lama dan berat. Sekarang sudah lewat tengah hari dan menurut Rufio seharusnya mereka sudah kembali ke jalan utama.

Ia tampaknya belum bisa percaya mereka bisa sampai ke Rumah Merah lebih cepat. Tetapi berulang kali Yara meyakinkannya kalau mereka sudah berada di jalur yang benar.

Lewat tengah hari mereka sampai di luar hutan. Di balik semak belukar terakhir yang mereka lewati, mereka menemukan jalan tanah berbatu, yang di atasnya tampak bekas-bekas roda dan tapak kaki kuda.

Keempat anak berhenti.

"Kita kembali ke jalan utama ..." Kaia tertegun, lalu melihat ke kiri dan ke kanan, berusaha meyakinkan diri. "Ya, sepertinya ini jalan yang kemarin kita lewati."

"Kau yakin?" tanya Rufio.

Kaia mengangguk. "Ini tidak jauh dari Rumah Merah. Kalau kita terus jalan ke kiri, kita akan sampai di sana."

Yara menyambung, "Kalau kita menyeberangi jalan ini, melintasi padang rumput di depan itu, kita akan sampai di Jampa, tempat aku dan Piri diserahkan Pak Jenasin kepada Tuan Rodik. Aku yakin. Lalu semakin jauh ke depan, ke kaki pegunungan itu, di sana ada sungai, dan gua, tempat kita bisa kembali ke dunia kita. Iya, kan, Piri?"

Ia memandangi Piri sambil tersenyum lebar.

"Betul." Piri mengangguk setuju, walau masih sedikit ragu.

Ia menepuk-nepuk kepala rubah putih di sampingnya. "Berarti rubah ini memang benar-benar menolong kita."

Yara ikut menepuk kepala rubah itu. "Setelah menyelamatkan Tero, kita bisa segera pulang."

"Anak-anak lain juga," sahut Kaia.

"Kalian juga mau ikut ke dunia kami?" Yara menawarkan.

Kaia tersenyum. "Apa di sana tempat yang menyenangkan?"

"Tentu saja!" seru Yara.

"Pofel mungkin mau ikut juga," kata Kaia.

"Hei, sebelum berpikir sampai ke sana, kita harus menyelamatkan mereka semua dulu!" tukas Rufio kesal.

"Lebih baik kita istirahat dulu malam ini," kata Kaia.

"Sebaiknya tetap di dalam hutan, jauh dari jalan," kata Piri. "Orang-orang Nyonya Kulip pasti melewati jalan ini, termasuk mungkin Tuan Rodik, jika ia disuruh mencari kita. Kalau kita sampai terlihat, aku ragu kita akan bisa lolos sekali lagi."

Anak-anak masuk ke dalam hutan, menjauh dari jalanan.

Rufio menemukan sedikit tanah lapang di balik rimbunan belukar dan batu-batu besar, lalu memilihnya jadi tempat bermalam.

Tetapi ia berkata, untuk malam ini ia tidak akan menyalakan api unggun. Ia tidak mau mengambil resiko cahaya dan asapnya nanti terlihat oleh orang-orang suruhan Nyonya Kulip.

"Mudah-mudahan tidak ada anjing hutan," kata Rufio.

"Jangan khawatir," kata Piri. "Rubah putih bisa melindungi kita. Kalau ada anjing hutan, dia akan membangunkan kita."

"Kau benar-benar percaya padanya?"

"Dia baik." Piri tak ragu. Si rubah putih terbukti sudah dua kali membantu. Mengembalikan Batu Merah, dan lalu mengantar mereka ke Rumah Merah.

Sebelum tidur ia berpikir, apa yang bisa dilakukannya untuk membalas kebaikan hewan itu. Hei, bagaimana kalau nanti ia mengajak dia tinggal di Dunia Mangkuk?

Piri terlelap, dan ia bermimpi, ia dan si rubah putih melanjutkan perjalanan bersama Yara dan yang lainnya. Mereka menyeberangi padang rumput, lalu sampai di sungai, di depan mulut gua. Tetapi ... anehnya, mereka tidak masuk gua itu, mereka malah naik ke atas, mendaki pegunungan!

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now