Bab 72 ~ Peninggalan Kesatria

29 24 1
                                    

Cepat-cepat Yara menarik tangannya dari benda yang disentuhnya sambil meringis kesakitan. Matanya melotot ketakutan.

"Apa—apa yang terjadi?" tanya Piri gugup.

"Jariku ... jariku tersengat! Seperti terkena duri. Tidak! Ini lebih sakit daripada duri! Rasanya panas, dan tajam!"

Piri menggeleng-geleng. "Ya sudah, kita terus berjalan saja. Kita tak perlu mengambil barang-barang ini!"

"Tidak! Ini barang peninggalan orangtua kita! Untuk kita! Kita harus mengambilnya!"

"Tapi, Yara ..."

"Mungkin ... benda yang lain bisa ..."

"Benda yang lain?" Piri mengerutkan kening dan melihat ceruk di sebelahnya, tak yakin.

"Mungkin anting-anting yang itu memang bukan untukku. Tapi benda yang lain, mungkin iya." Mata Yara kembali berbinar. "Kamu mengerti, Piri? Anting-anting itu bukan untukku. Orangtuaku meninggalkan benda yang lain."

Benarkah? Masuk akal juga, pikir Piri. Kemungkinan besar dulu ada sepuluh ksatria, dan masing-masing ksatria meninggalkan satu benda, dan benda itu hanya boleh diambil oleh keturunannya, bukan keturunan ksatria yang lain.

"Dan karenanya, sebaiknya kamu mencoba mengambil anting-anting itu," kata Yara.

Itu mengerikan. Tapi sekali lagi, masuk akal juga, pikir Piri. Ia sebaiknya mencoba. Ia pun menarik napas. "Baik."

Piri menggosok jemarinya, berharap itu bisa membuatnya lebih tahan menahan sakit, lalu mengulurkan tangan, menyentuh anting-anting itu.

Dan sakit!

Cepat-cepat ia menarik tangannya.

Yara malah nyengir, seperti senang karena Piri bisa merasakan sakit yang sama. "Berarti anting-anting itu juga bukan untukmu!"

"Baguslah!" Piri menggerutu. "Aku memang tidak suka memakai anting-anting di telingaku!"

Tiba-tiba ia kesal. Jika ini berarti mereka harus mencoba satu per satu benda-benda itu, dan tersengat berkali-kali sebelum berhasil, betapa menyakitkan! Kenapa para kesatria tega membuat keturunan mereka sendiri kesakitan?

Ceruk berikutnya berisi ikat pinggang yang terbuat dari jalinan butir-butir logam. Pada bagian kepalanya terpasang batu berwarna hijau. Piri dan Yara memandanginya beberapa lama.

"Ikat pinggang itu buat laki-laki," cetus Yara.

"Buat laki-laki dewasa, bukan buat anak kecil," sahut Piri. Keduanya nyengir bersama. "Terus kenapa?"

"Ya kamu saja, aku tidak mau. Toh kalau aku sudah besar nanti, aku tetap tidak bisa memakainya."

"Tapi siapa tahu ini benda peninggalan orangtuamu!"

"Kamu duluan."

Piri mencibir. "Kamu tetap harus mencobanya nanti."

Ia menahan napas, lalu menyentuh ikat pinggang itu dan mencoba menarik lagi jemarinya secepat mungkin.

Kembali tangannya tersengat, dan niatnya untuk menyentuh sebentar saja juga gagal. Benda itu seperti lengket, sengaja membuat jemarinya sakit sebelum melepaskannya.

Keringat dinginnya mengalir, kemudian ia menoleh, mempersilakan Yara. "Giliranmu."

Yara meringis, bersiap menahan sakit, dan menyentuh ikat pinggang itu.

Sesaat kemudian ia menarik tangannya sambil menjerit. "Sudah kubilang, ini bukan untukku!"

Benda berikutnya adalah gelang emas dengan batu hijau di puncaknya.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now