Bab 14 ~ Sungai di Dalam Gua

69 33 1
                                    

Dalam gelap Piri memperhatikan gerakan makhluk di depannya yang merangkak maju dengan lincah. Lorong itu semakin ke dalam terasa semakin sempit, dan si makhluk mulai merayap.

Piri ikut merangkak. Matanya menangkap gerakan makhluk di depannya. Tanah basah terasa di telapak tangannya, dan semakin lama semakin lembek. Apa ini berarti sungai sudah dekat?

Piri berusaha menajamkan pendengaran. Terdengar suara-suara asing. Sayup-sayup, tetapi melengking tinggi, lalu semakin keras, bergetar, dan kemudian hilang.

Piri tertegun, lalu menoleh ke belakang. Wajah bingung dan takut dari Yara tampak jelas berkat sorot batu merah di tangan anak itu.

Tero melongok dari belakang tubuh Yara.

"Kamu ... dengar, Piri?" tanya Tero.

"Suara apa itu?" sahut Yara, gemetar.

"Mungkin ... hanya suara angin."

Yara menggeleng-geleng. "Mungkin sebaiknya kita tidak ke sini."

Tero menimpali, "Mungkin sebaiknya kita tetap pada rencana semula. Kamu naik ke atas tebing, dan memanggil anak-anak yang lain, kemudian kembali untuk menjemput kami!"

"Memanjat akan sangat sulit, kalian tahu itu," jawab Piri. "Aku bisa saja mencobanya, tetapi aku tidak tahu berapa lama aku bisa naik, pergi, lalu kembali kemari. Kalian akan menunggu terlalu lama, dan kita tak tahu apa yang akan terjadi!"

"Tetapi makhluk ini mungkin berbahaya!" ujar Yara. "Mungkin ia benar akan ... memakan kita! Mungkin memang benar kita yang dimaksud sebagai 'makanan enak'!"

"Jangan pikirkan itu!"

"Tetapi itu mungkin saja!" sahut Tero. "Ia akan memakan kita, seperti kita makan buah allumint!"

"Kita bukan buah-buahan, atau kacang-kacangan!" tukas Piri. "Tubuh kita besar, bagaimana caranya ia memakan kita? Bagaimana caranya kita masuk ke dalam perutnya?"

"Tetapi dia lebih besar daripada kita!" balas Tero.

"Hentikan!" Piri berseru, lalu menatap Yara dan Tero bergantian.

"Coba pikir," lanjutnya, "siapa tahu makhluk ini benar-benar mau membantu kita, dan ini satu-satunya jalan keluar. Lebih baik kita ikuti saja, tetapi tetap waspada. Kita masih punya batu merah. Kalau memang dia makhluk jahat, kita bisa gunakan batu itu untuk melawannya. Bagaimana?"

Yara mengangguk. "Aku sudah berpikir tentang itu sejak tadi."

"Tetapi ingat, hanya jika itu terbukti benar," tegas Piri. "Jika ia tetap baik, kita tidak boleh menyakitinya. Setuju?"

"Mungkin lebih baik kamu yang membawa batu ini, Piri," kata Yara ragu. "Aku takut nanti terlalu panik. Lagi pula kamu yang paling depan. Berbahaya buatmu jika—"

"Kamu saja, Yara," balas Piri. "Aku yakin kamu tidak akan panik. Yara yang kukenal tidak pernah begitu. Betul?"

"Kalau tak ada yang mau, sini aku yang pegang," sahut Tero.

"Tidak, aku saja," Yara akhirnya berkata. "Piri percaya padaku, maka aku akan percaya juga padanya."

Lorong yang mereka jalani terus menurun. Semakin berair, dan di ujung perjalanan, begitu hampir keluar dari mulut lorong, jika memang benar begitu, permukaan air sudah mencapai dada.

Tangan dan kaki Piri sudah separuh terbenam di tanah lembek.

Ia berhenti merangkak. Ini bukan lumpur. Airnya jernih dan tanahnya berbutir lembut seperti pasir. Mestinya mereka sudah sampai di tepi sungai.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now