Bab 11 ~ Rongga Gua

63 36 1
                                    

"Kami tidak protes, kami hanya bilang!" seru Yara kesal.

Piri mengangkat bahu. "Aku hanya merasa ... kalian seperti kehilangan semangat. Kamu, Yara, tidak sesemangat seperti saat hendak meraih awan. Kamu, Tero, tidak sesemangat seperti saat hendak menangkap kupu-kupu bintang. Ya, tentu saja tidak, karena semua kupu-kupu itu sudah ada di sini sekarang!"

"Aku tidak kehilangan semangat!" seru Tero marah.

"Aku juga tidak!" bantah Yara. "Aku tadi hanya mengatakan pendapatku! Apa itu tidak boleh?"

"Mmm ... tetapi, Piri," Tero menggaruk-garuk kepalanya. "Kamu tadi bilang Yara hendak meraih awan? Apa maksudnya?"

"Bukan apa-apa!" Yara berusaha mengelak.

"Ya." Piri mengangguk. "Bukan apa-apa."

Tero menatap curiga pada keduanya. Lalu ketiganya terdiam.

Setelah beberapa lama Piri menarik napas dalam-dalam. "Maaf, aku salah tadi, menganggap kalian kehilangan semangat. Sudahlah, aku akan naik ke rongga gua itu. Tidak ada salahnya mencoba."

"Sekarang?" Kedua alis tipis Yara bertaut.

"Kalau menunggu besok, kupu-kupu ini mungkin akan pergi, dan tempat ini bakal lebih gelap daripada sekarang."

"Tetapi apa kamu tidak lelah?"

Piri tidak menjawab. Tentu saja ia lelah, tetapi ia tidak mau memikirkan hal itu. Ia menggosok-gosok kedua telapak tangannya, mempersiapkan diri. Ia mendongak memperhatikan celah-celah yang bisa ia pegang atau injak, lalu mulai memanjat.

Sepertinya, karena ruangan kini lebih terang ia bisa memanjat dengan lebih yakin. Jari-jarinya mencengkeram lebih kuat, dan kedua kakinya menjejak lebih kokoh. Mungkin pikiran memang bisa menguatkan tubuh, pikirnya.

Sedikit demi sedikit ia naik, dua kali, dan akhirnya tiga kali tinggi tubuhnya. Ia tiba di 'lubang' yang ia percayai sebagai lubang.

Ratusan kupu-kupu yang tadi hinggap di dinding beterbangan, lalu hinggap lagi di sekujur tubuhnya.

"Sekarang kamu benar-benar terang!" Tero tertawa dari bawah.

"Tetapi hati-hati!" teriak Yara. "Apa yang kamu lihat?"

"Lubang, tentu saja! Aku benar!" seru Piri.

Ia menggerakkan sebelah tangannya untuk mengusir beberapa kupu-kupu yang masih hinggap di sekeliling lubang. Ia mengangkat tubuhnya ke dalam rongga. Lubangnya sedikit lebih tinggi daripada tubuh Piri, sehingga ia bisa berdiri tegak.

Seperti perkiraannya, lubang itu panjang. Memang lorong, dan tampaknya mengarah ke suatu tempat. Berpuluh-puluh kupu-kupu bintang menempel di sepanjang dinding lorong, sehingga ia bisa melihat sampai beberapa langkah ke dalam.

Sayangnya, ia belum bisa melihat ujungnya.

Kecuali, jika itu ...

"Piri! Ada apa di sana?!" Yara berteriak.

"Sudah kubilang, lubang! Ini lorong gua, seperti gua di sungai itu, cuma lebih kecil. Aku akan masuk ke sana!"

"Tidak! Tunggu!" Yara melambai-lambaikan tangannya. "Piri! Kamu tidak tahu ada apa di sana. Jangan masuk dulu!"

"Lalu aku harus apa di sini? Diam saja?" Piri membalas. "Buat apa aku capek-capek naik? Aku akan masuk, sebentar saja, untuk melihat-lihat. Kalian tidak usah khawatir!"

Sebenarnya ada sesuatu yang membuat Piri tertarik. Di dalam tampak pendar-pendar cahaya merah. Mirip warna buah tuirrint. Cahaya itu muncul dari balik batu besar di ujung lorong.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now