Bab 53 ~ Menembus Pegunungan

36 21 0
                                    

"Memang terlalu kecil buahnya, dan sedikit untuk badanmu yang besar," kata Piri sambil memperhatikan burung itu makan. "Tapi ... apa kamu suka?"

Burung itu mengangguk-angguk.

"Hei, dia mengerti!" Piri berseru tertahan.

Tiba-tiba ia teringat pada rubah putih yang dulu membantu mereka di Mallava. Perkenalan anak-anak dengan rubah itu mirip dengan kejadian sekarang. Rufio dulu memberikan roti untuk membuat rubah putih itu senang.

"Yara, kamu pikir dia seperti rubah itu?" tanya Piri.

"Maksudmu bisa mengerti ucapan kita? Kurasa lebih dari itu!" seru Yara bersemangat. "Sama seperti rubah putih, grayhayr ini sengaja datang untuk menemui kita! Bukan kita yang menunggunya, tapi dia yang menunggu kita."

Alis Piri terangkat. Ia kurang setuju dengan pendapat itu. "Dia tadi marah waktu melihat kita. Menurutku dia hanya sedang bermain-main di sini, dan tidak menyangka kita datang. Dia baru senang setelah kita beri makan."

"Tapi siapa tahu, kan?"

Piri diam saja, tak berniat membantah. Bukan kali ini saja Yara punya pikiran yang aneh-aneh. Hal itu justru menarik. Seringkali pemikiran anak perempuan itu memang salah, tapi kadang-kadang terbukti benar juga.

"Hmm ... Grayhayr," Yara coba memanggil. "Apakah kamu kenal dengan kedua grayhayr hijau yang dulu menolong kami?"

Kepala burung itu terangguk-angguk.

Piri dan Yara saling menatap, tersenyum lebar.

"Bagaimana kabar mereka? Apa baik-baik saja di awan sana?" tanya Piri. "Apa mereka masih tinggal bersama Dewi Angin?"

Burung itu berkoak nyaring.

"Apa artinya itu?" gumam Yara.

Piri kembali nyengir. "Mungkin dia mengucapkan terima kasih karena kita menanyakan kabar mereka. Hei, mungkin grayhayr ini adalah adik dari kedua grayhayr yang dulu itu!"

Mata Yara berbinar. "Piri, bagaimana kalau ...?"

Ia memandangi Piri sesaat. Piri mengira anak perempuan itu hendak mengusulkan sesuatu padanya, yang sudah pasti aneh. Tapi ternyata Yara langsung menatap si burung raksasa dan berkata pada burung itu, "Grayhayr yang baik, bisakah kamu membawa kami menyeberangi pegunungan?"

"Apa?" Piri tercengang. "Yara—"

"Aku ingin melihat lagi negeri-negeri lain di luar sana," Yara terus berkata, tak memedulikan kekagetan Piri. "Frauli, Kalani atau Suidon .... Ya, mungkin Suidon saja. Di sana ada Kaia. Ia pasti akan senang melihat kami."

Oh, Yara benar-benar mencoba sesuatu yang berbahaya sekali lagi, pikir Piri ketakutan. "Yara, kita tidak mungkin—"

"Bagaimana, grayhayr yang baik? Kamu mengerti?"

Burung itu kembali mengangguk-angguk.

Tanpa basa-basi dia mengembangkan sayap lebarnya, melenting halus ke udara, lalu mencengkeram tubuh Piri dan Yara dengan tak kalah lembut. Mengabaikan keterkejutan kedua anak—berbeda dengan Piri, keterkejutan Yara tentu saja adalah keterkejutan karena senang bukan kepalang—sang grayhayr membawa keduanya terbang tinggi ke angkasa.

"Yaraaa!" Piri langsung berteriak kesal. "Dia membawa kita!"

"Kita terbang, Piri! Seperti dulu!" Yara malah tertawa-tawa. "Kita akan pergi lagi ke dunia luar!"

"Ke mana?"

"Tidak tahu! Kita lihat saja!"

"Seharusnya kamu bilang dulu padaku soal rencanamu!"

"Kalau aku bilang, kamu pasti menolak!"

"Tapi di atas sini dingin, Yara! Kita belum memakai baju!"

Yara terdiam. Jelas, untuk yang satu ini tampaknya Yara pun tak mengira. Tubuh anak itu menggigil, seperti halnya Piri.

Mereka seharusnya memang memakai pakaian yang dulu mereka bawa dari Negeri Mallava, tidak lagi telanjang seperti sekarang!

Keduanya memeluk erat tubuh mereka sendiri dengan kedua tangan. Tentu saja itu tak cukup untuk melawan hempasan angin yang semakin dingin. Untungnya, seperti halnya kedua grayhayr yang dulu, ada hawa hangat yang terpancar dari tubuh grayhayr kelabu ini. Cukup untuk membuat Piri dan Yara tidak terlalu kedinginan.

Namun setelah beberapa lama kedua anak mulai khawatir. Grayhayr terbang semakin tinggi, Piri dan Yara tahu mereka akan menghadapi hawa yang semakin dingin di atas pegunungan. Mereka tak mungkin bisa bertahan!

Yara berkata dengan gigi gemeletuk, "Grayhayr ... y—yang baik, m—maaf ... mungkin ... se—sebaiknya ... kita ... pu—pulang dulu ..."

Burung itu tak peduli dan terbang makin tinggi.

Piri berteriak, "Tolong! Pulangkan kami! Kami kedinginan!"

Burung itu berkoak nyaring. Kedua sayapnya mengepak kuat, dan tiba-tiba dia mengubah arah, meluncur ke arah dinding pegunungan. Piri menahan napas melihat bebatuan mendekat begitu cepat ke arahnya. Burung itu seperti hendak membuat mereka semua menabrak dinding pegunungan!

Untungnya tiba-tiba dia mengubah arah lagi, berbelok ke kanan.

Sebuah celah sempit tampak di antara tebing-tebing batu yang menjulang tinggi. Grayhayr itu meluncur, terbang menembus celah, sementara Piri dan Yara hanya bisa terbengong-bengong, bingung bercampur takut.

Ke mana burung itu akan membawa mereka? Masuk ke dalam pegunungan? Dan bukannya melewati pegunungan?

Burung itu terus terbang, meliuk-liuk melewati celah tebing yang berkelok-kelok, dengan kecepatan tinggi. Piri harus memejamkan mata karena tidak kuat menghadapi hembusan angin yang menerpa wajahnya.

Namun setelah beberapa lama grayhayr itu melambat.

Piri membuka matanya, dan tercengang.

Mereka telah melewati pegunungan. Di hadapan mereka, sejauh mata memandang, yang tampak adalah lembah hijau luas dipenuhi pepohonan lebat dan jangkung, terhampar di bawah langit biru. Sang grayhayr meluncur turun menyisir tebing batu, kemudian mendarat di tanah lapang di tepi hutan.

Piri dan Yara dilepaskan dari cengkeraman, dan Piri langsung berteriak kesal. "Gara-gara kamu, Yara! Kita sampai di negeri asing! Dan tanpa baju!"

"Memangnya kenapa kalau tidak pakai baju?" tantang Yara.

"Semua orang harus memakai baju di sini. Kalau tidak, kita akan dianggap aneh. Apalagi kamu, anak perempuan."

"Kalau begitu kita harus mencari baju."

Piri menggeleng kesal sambil menghela panjang.

Ia memandang berkeliling. Bagaimana caranya mencari baju di sini? Mereka ada di tempat sepi yang jauh dari rumah-rumah penduduk.

"Aku punya ide yang lebih bagus," kata Piri. "Kita minta dia membawa kita kembali ke rumah."

"Kamu sudah mau pulang sekarang?" Yara merengut.

"Kita pulang, memakai baju yang dulu kita dapatkan di Mallava, setelah itu kembali ke sini ... kalau kamu memang masih mau pergi."

Yara terdiam sesaat, lalu mengangguk. "Ya, bagus juga."

"Coba kalau kamu bicarakan rencanamu sebelum kita berangkat, kan tidak perlu seperti ini," gerutu Piri.

Ia menoleh, berkata pada burung raksasa yang berdiri di samping mereka, "Grayhayr yang baik, sebaiknya kamu membawa kami pulang."

"Setelah itu bawa kami kemari lagi," sambung Yara cepat. Ia memandangi Piri dengan sorot mata keras kepala.

Sebagai jawaban, burung itu membuat koakan keras dan melompat-lompat di tanah. Kepala besarnya menggeleng-geleng, kemudian sayapnya terkembang. Tanpa terduga dia melenting, terbang jauh ke langit meninggalkan anak-anak.

Piri dan Yara melongo, bingung dan takut, ketika grayhayr itu ternyata benar-benar menghilang dan tak kembali.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now