Bab 66 ~ Penjaga Hutan

28 25 0
                                    

Anehnya, walaupun menggeram, hewan yang bentuknya mirip rubah itu tidak menyerang Piri dan Yara. Ia hanya mengawasi hewan-hewan lainnya yang masih berkelahi melawan Tuan Rodik, Grin dan Brok. Beberapa hewan lain lalu berdatangan pula. Jumlah mereka semakin banyak.

Piri mulai berpikir, jangan-jangan hewan ini memang datang untuk menolong mereka!

Tuan Rodik dan kedua laki-laki telah menyergap anak-anak dalam gelap, dan sekarang hewan-hewan ini mungkin membalas dengan hal serupa.

Titik-titik jingga kemudian muncul dari balik pepohonan. Jumlahnya cukup banyak. Piri memperkiran, ada belasan titik. Begitu mendekat, itu ternyata adalah obor-obor yang dibawa oleh lebih dari sepuluh orang.

Orang-orang itu berkumpul mengelilingi tempat itu. Seorang yang bertubuh kekar dan bercambang tebal mengeluarkan siulan panjang.

Semua hewan mengangkat kepala mereka. Dengan patuh hewan-hewan yang menyerang Tuan Rodik dan kedua rekannya mundur.

"Bawa mereka!" Si pembuat siulan memberi perintah.

Anak buahnya bergerak cepat mengikat tangan Tuan Rodik ke belakang punggung laki-laki jangkung itu. Grin dan Brok menyusul diperlakukan serupa. Ketiganya kemudian digiring pergi.

Namun si pembuat siulan tidak langsung pergi. Ia masih berdiri beberapa saat dengan obor di tangan kirinya. Dengan tangan kanan ia menepuk lembut kepala hewan buas di sampingnya.

Ia menoleh, memperhatikan Piri dan Yara.

"Kemarilah," ia berkata. "Kalian tidak perlu takut."

Piri dan Yara terdiam, gugup. Tetapi kali ini, berbeda dari biasanya, mereka memutuskan untuk langsung percaya pada orang asing yang satu ini.

Karena memang tak ada pilihan lain.

Keduanya berjalan mendekat, walaupun masih takut melihat hewan-hewan buas yang duduk di sekeliling mereka.

Si laki-laki tersenyum. "Serigala Frauli adalah penjaga hutan ini, dan mereka hanya berbahaya pada orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh. Dia tidak menganggap kalian sebagai musuh, jadi kalian tak usah takut. Aku Karili. Kalian Piri dan Yara, bukan? Kami tadi menemukan Kalai dan Rufio. Mereka berdua sempat bercerita tentang kalian."

Wajah Yara berubah lega. "Apakah mereka tidak apa-apa?"

"Mereka baik-baik saja. Ayo, mari kita jalan."

"Kalian mungkin bisa menyelamatkan Tuan Boromai juga," Piri memberanikan diri dan berkata dengan suara keras. "Ia dan anak buahnya diserang oleh pasukan Mallava di seberang sungai."

Tuan Karili menggeleng. "Sayangnya, untuk mereka, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Jarak mereka terlalu jauh. Para serigala juga tak mau menyeberangi sungai, jadi tak bisa membantu. Tapi aku sudah mengirim orang untuk melihat keadaan. Semoga mereka baik-baik saja."

Untuk yang terakhir itu dia sepertinya berbohong. Piri tak yakin kondisi Tuan Boromai baik-baik saja. Sepertinya Tuan Karili hanya sedang berusaha menenangkan Piri dan Yara.

Tuan Karili mengajak Piri dan Yara berjalan menembus hutan. Langit masih pekat. Untungnya Tuan Karili membawa obor sehingga mereka bisa berjalan cukup cepat. Piri melihat titik-titik api di kejauhan yang menunjukkan keberadaan rombongan anak buah Tuan Karili. Sementara di belakang, Piri yakin para serigala masih berjalan mengikuti walaupun langkah-langkah mereka hampir tak terdengar.

Tuan Karili sendiri tak banyak bertanya-tanya, tetapi Piri percaya laki-laki itu pasti sudah mendapat sedikit cerita dari Kalai tentang siapa sebenarnya Piri dan Yara.

Fajar menyingsing. Langit berangsur-angsur berubah cerah. Pucuk-pucuk pepohonan kini tampak jelas. Tuan Karili mematikan obor.

Mereka memasuki hutan semakin dalam. Semak belukar mulai lebat dan pohon-pohon makin rapat. Jalan yang mereka lewati naik turun dan berkelok-kelok, melewati perbukitan dan juga menyisiri tebing dengan lembah curam di sebelah kiri.

Lewat tengah hari mereka tiba di tujuan. Markas pejuang Frauli pimpinan Tuan Karili ada di balik perbukitan berbatu.

Di sana ada beberapa rumah kayu beratap jerami dan tumpukan kayu bakar untuk menyalakan api unggun di tengah pemukiman. Pada dinding-dinding tebing yang mengitari tempat itu ada lubang-lubang besar menyerupai gua, yang tampaknya menjadi tempat tinggal para pejuang dan keluarga mereka.

Ada cukup banyak orang di tempat itu, tak hanya laki-laki, tapi juga perempuan dan anak kecil. Tuan Rodik, Grin dan Brok, yang sepanjang perjalanan mata mereka ditutup dengan kain, digiring ke salah satu rumah, sementara anak-anak diajak Tuan Karili masuk ke rumah paling besar.

Piri dan Yara masuk. Di dalam sudah menunggu Rufio dan Kalai. Keempatnya melompat dan berpelukan gembira.

Tuan Karili lalu menyediakan buah-buahan dan sedikit daging untuk makan siang. Piri dan Yara tentu saja tidak suka daging-daging itu dan hanya memakan buah-buahannya.

Kalai bertanya, "Tuan, bagaimana dengan ayahku?"

Tuan Karili menjawab, "Kita tunggu kabar dari pengamatku malam ini atau besok. Apa pun yang terjadi, ayahmu telah berjuang dengan berani, demikian juga kau. Ayahmu akan bangga padamu."

Kalai mengangguk pelan, walau masih muram.

"Tuan Rodik dan dua orang itu, mau diapakan?" tanya Rufio.

Tuan Karili menatap Rufio beberapa saat. Sepertinya ia belum begitu suka pada anak dari Kalani itu. "Mungkin ada beberapa informasi yang bisa kita tarik dari mereka. Mereka akan dikurung di sini, sampai kita memutuskan mereka boleh pergi. Mereka tak perlu dipikirkan."

Ia ganti memperhatikan Piri dan Yara. "Kalian berdua, bagaimana, kalian suka tempat ini?"

"Mmm ... ya," jawab Piri ragu.

"Ini negeri kalian. Sudah seharusnya kalian suka." Tuan Karili tertawa.

"Jangan khawatir, Frauli lebih luas dan lebih indah daripada ini," katanya lagi. "Kalian bisa lihat nanti. Kami tinggal di sini hanya sementara. Begitu kita mengalahkan Mallava dan mengusir mereka dari negeri kita, kita akan kembali ke setiap kota dan membangun kembali rumah dan ladang. Setelah itu kita akan mempertahankannya sekuat tenaga, tak akan pernah lagi membiarkan orang-orang asing datang dan menghancurkan negeri kita."

Ia mengatakan semuanya dengan senyum, tidak berapi-api, lebih seperti orang yang menyuarakan kesedihan, dan mungkin harapan.

Laki-laki itu mengangguk, lalu melanjutkan dengan singkat, "Untuk itu, kita semua butuh bantuan kalian berdua."

"Ka—kami?" Piri menelan ludah. "Kami bisa bantu apa?"

"Kalian, mudah-mudahan benar, adalah keturunan kesatria Frauli yang tersisa." Melihat Piri dan Yara menjadi tegang dan gugup, Tuan Karili menenangkan. "Tentu saja kami tidak mengharapkan kalian bisa bertempur seperti orangtua kalian. Tetapi kalian bisa membantu. Kalian akan membantu kami membuka jalan, menghadirkan satu kekuatan yang akan membuat seluruh musuh bertekuk lutut. Akan kuceritakan beberapa hal, tapi sebelumnya minumlah dulu, supaya kalian tenang dulu."

Piri dan Yara minum dan bersiap mendengarkan cerita Tuan Karili.

Tetapi dibanding keduanya, kelihatannya justru Rufio dan Kalai yang lebih tertarik. Ya, karena Piri dan Yara lebih merasa gelisah daripada tertarik.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now