Bab 63 ~ Kesatria Frauli

32 21 0
                                    

"Dia bisa saja menarikmu jadi prajurit Mallava," kata Kalai, tetap belum yakin dengan ucapan Rufio.

"Begitu menurutmu? Kalau memang aku bisa menjadi prajurit Mallava, akan kubuat kacau pasukannya!" Rufio menyeringai. "Tapi itu tidak mungkin. Kapten Morat tidak membutuhkanku lagi."

"Padahal dia sudah mengenalmu dengan baik. Dia pasti tahu kau bisa jadi musuhnya yang berbahaya nanti!"

"Apa bedanya? Kapten Morat tidak pernah takut."

"Kita lihat saja. Kita akan membuat dia ketakutan nanti!" Kalai menyeringai lebar.

Dia tampak yakin sekali. Apa dia tidak mengenal Kapten Morat? Kalau sudah kenal, pasti tidak akan seyakin itu, kata Piri dalam hati.

Kalai kemudian melongok, melihat keluar melalui jendela rumahnya.

"Sudah hampir petang," katanya. "Mestinya ayahku datang sebentar lagi. Aku sudah lapar!"

Perkiraan Kalai benar. Tak lama kemudian pintu depan terbuka.

Seorang laki-laki bertubuh tegap memasuki rumah. Wajahnya keras dan dihiasi kumis tebal. Ia tertegun ketika melihat ada Rufio dan dua anak kecil lain di dalam rumahnya.

Ia pun memandangi putranya dengan pandangan bertanya-tanya.

"Mereka datang tadi sore," Kalai segera menjelaskan. "Tidak ada yang mengikuti mereka, aku yakin."

"Oh, aku yakin itu. Aku sudah memeriksa tadi, dan tak ada yang aneh. Tapi tetap saja ..." Laki-laki itu menatap Rufio dan duduk di hadapannya. "Aku pikir kau sudah pergi ke Kalani."

"Aku sudah mau pergi dari kemarin, Tuan Boromai," jawab Rufio. "Tapi tadi pagi kulihat Piri dan Yara di lapangan. Aku kenal mereka, dan tadinya hendak menyapa, tapi kulihat ada laki-laki gemuk yang ternyata mengamati dari jauh. Orang Mallava. Anak-anak ini ditangkap laki-laki itu. Jadi ..." Rufio menelan ludah. "... kupukul laki-laki Mallava itu dan kubawa anak-anak ini kemari. Mereka butuh perlindungan."

Boromai memandangi Rufio. "Perlindungan karena menurutmu mereka penting? Atau hanya karena mereka anak-anak?"

"Dua-duanya." Rufio mendekatkan tubuhnya. "Mereka anak-anak Frauli yang dicari oleh Tuan Karili."

"Hmm ... kau yakin sekali." Tuan Boromai memperhatikan Piri dan Yara lekat-lekat.

"Rufio bilang mereka pernah diselamatkan oleh sepasang grayhayr dari tangan pasukan Mallava," sahut Kalai.

Tuan Boromai bergumam, lalu terdiam. Selama beberapa saat ekspresi wajahnya sulit ditebak.

"Jadi, menurutmu aku harus membawa mereka ke Frauli?" tanya laki-laki itu pada Rufio.

"Ya, dan aku harus ikut."

"Kenapa?"

"Aku sudah berjanji melindungi mereka."

"Para pejuang bisa melindungi mereka, tidak perlu kau."

"Aku yang membawa mereka kemari. Jika terjadi sesuatu pada mereka berdua, aku harus ... bertanggung jawab."

Ekspresi wajah Tuan Boromai belum berubah. "Begini, Rufio, pejuang Frauli mungkin tidak akan suka melihatmu."

"Aku mengerti. Tapi aku sudah bicara pada Kalai. Bagiku yang penting kau percaya, dan memberiku kesempatan menunjukkan pada semua orang bahwa aku ada di pihak mereka. Aku bahkan bisa membantu kalian semua dengan cara melindungi Piri dan Yara."

"Baik." Akhirnya Tuan Boromai setuju. "Kau boleh ikut. Kau pernah menolongku, dan mungkin ini saatnya aku balas membantu. Tapi ingat, asal kau tidak berbuat macam-macam."

"Tentu saja tidak!"

"Kita berangkat besok pagi. Tapi sebelum itu aku harus kenal kalian. Apa kalian benar anak-anak kesatria Frauli?"

Piri dan Yara tersentak. Ternyata Tuan Boromai juga tahu soal anak-anak kesatria Frauli! Hal yang selama ini mereka kira hanya diketahui oleh Tuan Ardin dan Kakek.

Artinya, mungkin tak ada gunanya juga mereka menyembunyikan sesuatu dari laki-laki itu, karena bisa jadi ia sudah tahu lebih banyak soal ini dibanding mereka.

Piri menjawab lirih, "Ya, itulah yang dikatakan pada kami."

"Ada orang lain yang memberitahumu? Siapa? Tak usah takut. Percayalah, kami yang akan melindungi kalian di sini."

Mendengar kata-kata itu Piri memutuskan untuk percaya. Ia lalu menceritakan beberapa hal yang menurutnya patut diceritakan. Bahwa mereka berasal dari tempat bernama Dunia Mangkuk, lalu masuk ke dalam gua yang ternyata membawa mereka ke negeri Mallava.

Ia tak bercerita soal Pak Jenasin, Rumah Merah atau Tuan dan Nyonya Bumer, juga soal makhluk bermata hijau dan batu merah. Ia hanya mengatakan bahwa setelah mereka memutuskan untuk pulang dan kembali masuk ke gua, mereka disergap oleh Tuan Rodik, setelah itu ditangkap Kapten Morat. Sepasang grayhayr lalu menyelamatkan mereka, membawa mereka ke puncak gunung, tempat anak-anak bertemu dengan roh Sang Pelindung.

Di sana mereka diberitahu bahwa mereka adalah anak-anak kesatria Frauli yang lolos dari maut saat pasukan Mallava menyerang Istana Frauli saat mereka masih bayi. Dengan bantuan Dewi Angin mereka dipindahkan ke Dunia Mangkuk, hidup terasing sampai sekarang.

Kemudian beberapa hari yang lalu seekor grayhayr lain membawa mereka keluar, hingga akhirnya sampai di Oberta dan Buirine. Mereka tak menyangka Tuan Rodik ternyata masih mencari mereka dan menyuruh orang untuk mengejar. Padahal sebenarnya mereka hanya ingin mencari teman-teman mereka di Suidon, yaitu Kaia, dan juga Pofel, adik Rufio.

"Soal Pofel dan Kaia, aku sudah mencari ke mana-mana, tapi sejauh ini belum kutemukan," kata Rufio. "Mungkin mereka sudah jauh ke utara, atau mungkin malah ke negeri Kalani."

"Kamu akan mencari mereka nanti?" tanya Yara dengan mata berbinar. "Aku mau ikut. Aku mau ketemu Kaia lagi."

"Tidak bisa sekarang. Nanti saja, setelah urusan kalian dengan orang-orang Frauli beres, baru kita mencari bersama."

Piri dan Yara mengangguk gembira.

Sementara itu Tuan Boromai dan Kalai tampak terkagum-kagum dengan cerita panjang yang disampaikan Piri bergantian dengan Yara.

Tapi bisa jadi mereka malah belum percaya, pikir Piri.

"Ceritamu menjelaskan kenapa kalian dicari oleh banyak orang, dari Frauli maupun dari Mallava," kata Tuan Boromai. "Tapi kurasa Tuan Rodik dan orang-orang suruhannya hanya tahu sebagian kecil. Rahasia terbesar tetap dimiliki Tuan Karili dari Frauli."

"Rahasia apa?" tanya Kalai, sementara Piri ganti terpana.

"Tentang sesuatu, yang bisa mengubah arah sejarah negeri ini. Yang bisa membantu Frauli, Kalani, Suidon dan negeri-negeri lainnya lepas dari cengkeraman penjajah Mallava. Ah, tapi aku tak bisa menjelaskan lebih banyak. Lebih baik kita segera pergi besok, dan mendengar semuanya langsung dari Tuan Karili."

Tuan Boromai mengatakannya dengan penuh semangat, dan Piri merasa semangat itu menular padanya. Ia dan Yara akan membantu negeri-negeri ini lepas dari kekuasaan kerajaan Mallava?

Piri masih belum mengerti, tapi rasanya hebat sekali! Lebih dari itu, ia senang karena akhirnya mereka bisa melihat negeri asal mereka, Frauli. Seperti kata Yara saat masih berada di Dunia Mangkuk, akhirnya mereka bisa tahu siapa orangtua mereka.

Kesatria Frauli, pikir Piri semakin jauh, pasti mereka adalah orang-orang yang gagah dan baik hati!

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang