Bab 16 ~ Buah Teropiriyaraint

64 31 2
                                    

"Di sungai yang salah?" seruan Tero terdengar.

Anak itu belum bisa berenang di tengah sungai seperti Piri dan Yara. Ia hanya bisa berpegangan pada batu di mulut gua.

"Sungainya benar, hanya saja kita keluar di gua yang salah." Piri menenangkan. "Yang penting kita sudah berhasil keluar dari gua."

"Sekarang bagaimana?" seru Tero.

"Kita susuri sungainya. Pasti kita akan sampai di rumah," kata Piri.

"Ke kiri atau ke kanan?" tanya Yara.

Piri termangu, memperhatikan. Sungai yang keluar dari mulut gua itu bercabang dua.

"Seingatku sungai di dekat rumah berbelok ke kanan begitu keluar dari mulut gua," kata Piri. "Berarti sekarang kita harus mengambil anak sungai yang mengarah ke kiri, atau berlawanan dengan aliran sungai. Dengan cara itu kita bisa sampai di rumah."

"Berapa jauh kita harus berjalan?" tanya Tero.

"Tidak akan jauh," jawab Piri. "Jangan khawatir. Lagi pula di sini kita bisa menemukan buah-buahan untuk dimakan."

Tero nyengir. "Betul. Aku sudah lapar!"

"Sayang, ya? Kita harus melupakan mereka." Piri memandangi beberapa ekor ikan yang muncul di permukaan, tak jauh dari mulut gua.

Yara langsung menjerit jijik, sementara Tero tertawa.

Buah pertama yang mereka temukan berbentuk aneh. Panjang berwarna hijau, mencuat ke atas dengan kelopak-kelopak berwarna kuning di bagian pangkalnya, tak seperti buah allumint yang selalu menggantung ke bawah.

Anak-anak bisa menjangkau buah itu, namun mereka tetap belum yakin untuk memetiknya.

"Kurasa ini tidak bisa dimakan," kata Yara. "Lihat, warnanya hijau seperti daun. Mungkin rasanya pahit."

"Daun tuirrint bisa dimakan, dan rasanya enak," bantah Tero.

"Itu karena daun tuirrint berwarna merah, bukan hijau!"

"Daripada menebak-menebak, coba saja," kata Piri.

Ia merentangkan tangan, memetik satu. Buah itu tidak langsung tercabut, sehingga ia harus menariknya sekuat tenaga.

Ranting pohon itu ikut tertarik, tetapi akhirnya Piri berhasil.

Di bagian pangkalnya tampak bagian dalam buah yang putih dan berserat-serat. Piri mencium aromanya, yang harum mengundang selera.

Ia menyobek lapisan luarnya yang berwarna hijau. Satu, dua, tiga helai, hingga akhirnya bagian dalam buah yang putih memanjang terbuka.

"Ini dia buahnya," katanya. "Yang hijau tadi itu hanya kulitnya. Ada yang mau mencoba?"

Yara masih ragu, tetapi Tero menjawab, "Aku mau!"

Ia mengambil buah itu dari tangan Piri, dan melahapnya. Ia mengunyah sambil memandangi Yara dan Piri bergantian.

"Enak!" serunya. "Manis! Empuk! Tak kalah dengan allumint!"

"Benarkah?" tanya Yara dan Piri bersamaan.

"Ya! Ayo, kita ambil, semuanya!"

Yara dan Piri menyambut seruan Tero. Terpicu rasa lapar dan gembira tak tertahankan ketiganya bergegas memetik buah-buahan itu, dari satu pohon ke pohon yang lain, lalu menumpuknya di rerumputan.

Setelah terkumpul cukup banyak, mereka memakan semuanya tanpa ragu. Piri harus mengakui bahwa buah itu memang lebih enak daripada buah allumint. Mereka makan kenyang sampai perut mereka membuncit.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang