Bab 59 ~ Musuh Lama

29 22 0
                                    

Piri dan Yara meringkuk, berusaha agar tubuh mereka tak menimbulkan suara sedikit pun, termasuk desahan napas.

Tak jauh dari mereka Tuan Rodik terus melintasi jalanan. Di ujung jalan tiba-tiba laki-laki itu berbelok, masuk ke sebuah rumah berdinding batu yang memiliki dua buah jendela. Ruangan di dalam rumah itu terang benderang. Suara beberapa orang terdengar, sebagian tertawa.

Piri dan Yara saling menatap, gugup.

"Bagaimana ... bagaimana dia bisa ada di kota ini?" tanya Yara gelisah. "Bukankah dia dulu sudah ditangkap oleh Kapten Morat?"

"Mungkin dia dibebaskan?" kata Piri ragu.

"Apakah dia masih mencari kita, atau anak-anak yang lain?"

"Aku tak tahu ..." Piri menatap rumah benderang di ujung jalan yang tadi dimasuki Tuan Rodik. "Mungkin ... Hei, kamu benar-benar ingin tahu apa yang dia lakukan di sini?"

"Mungkin ..."

"Kalau begitu aku akan mencari tahu."

"Apa ...? Apa?" Yara melotot. "Kamu mau ke sana dan mencuri dengar pembicaraannya?"

"Kenapa tidak?" Piri nyengir.

"Tidak! Lebih kita pergi! Kalau kamu ketahuan, kita bisa celaka!"

"Tenang saja, aku tahu cara bersembunyi yang baik."

Yara hendak protes sekali lagi, tapi Piri sudah lebih dulu keluar dari tempatnya bersembunyi. Ia setengah berlari, lalu di ujung jalan berhenti di seberang jalanan yang gelap. Dari seberang jalan ia memperhatikan ke dalam rumah lewat salah satu jendelanya yang terbuka lebar.

Suara tawa dan sedikit obrolan terdengar jelas. Orang yang dicarinya, Tuan Rodik, sedang duduk berbincang dengan laki-laki lain, di samping jendela.

Piri mengendap-endap lalu menunduk begitu sampai di samping bangunan itu. Tubuhnya yang kecil membantunya bersembunyi di balik dinding luar, di bawah jendela, tertutup beberapa kotak bekas dari kayu.

Setelah nyaman dengan posisinya ia menguping. Sayangnya, Tuan Rodik berkata dengan sangat pelan. Suara laki-laki itu tertelan tawa orang-orang di sekitarnya.

Piri berusaha memilah-milah suara. Namun suara langkah kaki di lantai kayu membuatnya terkejut. Cepat-cepat Piri meringkuk di balik kotak kayu. Seorang laki-laki keluar, lalu laki-laki lainnya menyusul. Mereka berdua pergi, masih sambil tertawa-tawa.

Tak lama, Tuan Rodik keluar pula. Piri semakin meringkuk. Di tepi jalan Tuan Rodik menyalakan sepotong benda yang terselip di bibirnya, memakai pemantik api. Asap mengepul. Setelah melihat ke kiri dan ke kanan, Tuan Rodik melangkah pergi.

Piri menarik napas lega. Darahnya berdesir. Yara benar, ia telah berbuat nekat dengan datang ke rumah ini untuk mencuri dengar. Untung saja Tuan Rodik tidak sampai melihat. Sayangnya ia tak mampu mendengar kata-kata laki-laki jangkung itu.

Suara seseorang dari dalam rumah lalu terdengar.

"Apa yang dia cari, Grin?" Suaranya berat. "Rasanya aku dulu pernah melihatnya. Dia prajurit Mallava, iya kan?"

"Ya," lawan bicaranya yang bersuara cempreng berkata. "Dia membangkang saat perang melawan Kalani, tapi kelihatannya ia sudah diampuni si Penyihir, jadi bebas berkeliaran lagi."

"Tidak biasanya si Penyihir semurah hati itu."

"Memang aneh. Tapi kurasa, aku tahu kenapa, Brok." Grin tertawa dengan suaranya yang cempreng. "Sepertinya dia mendapat tugas khusus. Mencari seseorang, atau beberapa orang."

"Mencari siapa?"

"Anak-anak."

"Apa?"

"Dari negeri Frauli."

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now