Bab 76 ~ Kisah Leluhur

31 24 0
                                    

"Kisah ini dimulai lebih dari seratus tahun yang lampau, kala Frauli, Suidon dan negeri-negeri lain di tanah ini masih tergabung dalam satu kerajaan besar bernama Kalani," kata Grayhayr Emas. "Namun saat itu kerajaan sudah lemah dan hampir runtuh, karena terus diserbu oleh negeri Hurnun dari utara. Orang-orang Hurnun adalah kaum yang mengerikan. Pembunuh dan penjarah yang kejam, dan mereka telah membangkang pada para dewa.

"Lalu muncullah Gorhai, kesatria muda, anak bangsawan pemilik tanah dari Frauli. Pemuda yang baik, pandai, disukai banyak orang. Setelah bertahun-tahun mengembara ia mengumpulkan para ksatria yang tersisa untuk melawan serangan terakhir Hurnun. Di perbatasan Frauli mereka bertarung dengan hebat, tetapi kekuatan mereka tidak cukup untuk melawan musuh. Mereka terdesak, dan sebentar lagi pasukan mereka akan dihancurkan.

"Kemudian, seorang penyihir muncul. Ia tak membawa nama. Yang ia bawa adalah sebuah batu bercahaya berwarna hijau. Ia berkata pada Gorhai, bahwa ia membawa bantuan dari para dewa, yang tak menginginkan kehancuran yang disebabkan oleh bangsa Hurnun. Dengan batu hijau itu ia berjanji akan memberikan kekuatan dahsyat pada Gorhai dan sembilan kesatria utamanya. Namun ada syaratnya, kekuatan tersebut hanya boleh dipakai pada pertempuran terakhir melawan Hurnun. Hanya satu kali itu saja, dan sesudah itu tak boleh lagi dipergunakan dalam kesempatan apa pun. Jika para kesatria berani menggunakannya lagi, para dewa akan murka.

"Gorhai setuju. Kesepuluh kesatria menyerahkan sepuluh benda yang biasa mereka pakai kala bertempur. Si Penyihir memecah batu hijaunya dan menempelkan potongan-potongan kecilnya di sepuluh benda tersebut. Saat itu Gorhai bertanya, kekuatan apa yang sekarang ada di sana. Si Penyihir menjawab, ia sendiri tidak tahu. Menurutnya hal itu tergantung pada sifat masing-masing kesatria, dan baru akan terlihat nanti pada saat pertempuran.

"Para ksatria kemudian memakai benda-benda pusaka itu dan maju ke pertempuran terakhir. Dan benar, benda-benda itu sekarang ternyata memiliki kekuatan yang menakutkan, dan mematikan! Dari sebelumnya posisi mereka terdesak, para kesatria berhasil membalikkan keadaan. Mereka membunuh banyak prajurit Hurnun, dan membuat pasukan musuh itu kocar-kacir. Jumlah yang semula begitu banyak menurun jauh, dan mereka yang selamat kabur ke utara. Gorhai dan pasukannya mendapatkan kemenangan besar.

"Mereka semua kagum pada kekuatan yang kini mereka miliki. Namun Gorhai mengingatkan, bahwa sesuai janji mereka pada Si Penyihir, mereka tak boleh lagi menggunakan kekuatan istimewa itu, atau para dewa akan murka. Para kesatria awalnya ragu, tapi akhirnya setuju. Mereka melepaskan senjata dan barang-barang berharga mereka, pulang ke kastil milik keluarga Gorhai di Frauli, dan menyimpan benda-benda itu di tempat rahasia."

"Kastil Frauli ini?" tanya Yara.

"Ya, kastil yang berdiri di atas bukit tempat kita berada saat ini," jawab Grayhayr Emas. "Saat itu kastilnya belum begitu besar, dan penjara bawah tanah ini belum digali. Itu ada di ceritaku selanjutnya."

"Sebelum kamu teruskan, kamu tadi bilang akan menjelaskan siapa orangtua kami, juga kakek ayah kami," kata Yara.

"Belajarlah bersabar, manusia kecil. Ada waktunya nanti. Sekarang biar kulanjutkan ceritaku."

Piri melirik, melihat Yara yang cemberut.

Grayhayr Emas melanjutkan ceritanya.

"Gorhai kemudian membangun negerinya, Frauli. Ia memisahkan diri dari Kalani, karena kecewa pada Kerajaan yang tak memberinya bantuan saat ia menghadapi serangan bangsa Hurnun. Sembilan kesatrianya ternyata juga memilih tinggal dan mengabdi pada Gorhai. Tahun demi tahun berlalu, Frauli berkembang pesat, dan dalam waktu singkat menjadi negeri yang makmur dan kuat melebihi Kalani. Saat itulah, kisah tentang diriku dimulai.

"Tentu saja, kalian telah mendengar cerita tentang aku sebelum ini, dari orang yang kalian panggil Tuan Karili. Aku tak bermaksud menambah-nambah atau mengurangi. Aku telah merasakan pahitnya kehilangan semua yang kucintai, juga kehilangan kaumku. Aku telah melakukan kejahatan, yang telah kuakui, dan telah menerima hukumanku. Aku pun telah memaafkan semua musuhku. Jadi di sini aku hanya akan bercerita tentang hal-hal yang belum kalian ketahui. Tentang perjanjian yang dibuat oleh Gorhai, yang mewakili para ksatria, dengan Dewi Angin, yang mewakili para dewa.

"Para ksatria ingin aku mati. Aku tidak menyalahkan mereka, aku juga sudah siap. Tapi kemudian sepasang grayhayr hijau, mereka yang tersisa dari kaumku, datang mewakili Dewi Angin. Dewi Angin meminta agar aku dibebaskan, sebagai balasan atas jasa yang pernah kulakukan di masa lampau, dan hukuman untukku biarlah menjadi urusan para dewa. Para kesatria berembuk, dan malah mengajukan syarat. Mereka bersedia tidak menghukum mati aku, tapi meminta agar diperbolehkan memakai kembali senjata-senjata mereka tanpa mendapat bencana dari para dewa.

"Awalnya Dewi Angin menolak mentah-mentah. Sebagai balasan para kesatria pun menolak permintaannya. Namun di saat-saat terakhir Dewi Angin setuju. Akhirnya aku hanya diberi hukuman penjara, dan saatnya nanti, setelah seratus tahun, aku akan dibebaskan. Pada saat yang sama itu keturunan Gorhai dan sembilan ksatrianya juga baru bisa mengambil kembali benda pusaka mereka yang tersembunyi di dalam kastil. Namun demi kepentingan bersama, sifat-sifat yang merusak dan menghancurkan dari benda-benda itu dicabut, sehingga kini hanya mempunyai sifat pelindung."

Grayhayr Emas menatap lekat-lekat Piri dan Yara yang berdiri di atas tebing. "Itulah perjanjian yang sebenarnya, yang dibuat oleh Gorhai dan Dewi Angin. Sedikit berbeda daripada yang diceritakan Tuan Karili, kelihatannya."

Yara mengangguk. "Agak sedikit berbeda."

"Dan versi mana yang akan kalian percayai?"

Piri dan Yara terdiam, belum bisa menjawab.

"Kelihatannya aku tetap tak bisa membuat kalian percaya," kata Grayhayr Emas sambil menatapi Piri dan Yara. "Kalian tetap berpikir bahwa seharusnya aku dihukum seumur hidup? Dan kalaupun bebas, aku harus tetap berada dalam kekuasaan kalian?"

Yara menggeleng. "Aku hanya berharap ... ayahku bisa bicara langsung padaku, siapa yang harus kupercaya."

"Mungkin aku pun harus berharap seperti itu!" Grayhayr Emas membalas. "Mengharapkan roh Guiras cucu Gorhai, atau bahkan Gorhai sendiri muncul di hadapanku, dan di hadapanmu, untuk mengatakan yang sesungguhnya! Hah! Kau pikir mereka akan datang? Lebih masuk akal jika aku menunggu saja sampai kau dewasa, sehingga kau bisa memikirkan semuanya dengan lebih baik, kemudian memutuskan mana yang paling baik pula!"

"Menurutmu ... orang dewasa selalu bisa memikirkan semuanya dengan lebih baik?" tanya Piri.

Dari pengalamannya selama ini, ia merasa orang dewasa biasanya lebih licik dan anak-anaklah yang selalu berhati baik. Dari kata-kata grayhayr tadi, apakah artinya keputusan yang baik biasanya justru muncul dari hati yang licik?

Grayhayr Emas menatapnya lekat-lekat, seolah tahu apa yang Piri pikirkan. "Orang dewasa bisa memutuskan mana yang paling baik, apalagi jika mereka orang-orang baik. Tapi ya, seringkali, untuk itu, mereka harus melihat juga apa yang dilihat oleh anak-anak."

"Aku tetap berharap roh ayahku bisa muncul dan bicara padaku," kata Yara. Ia memandangi cincin di tangannya, kemudian kembali melepaskan tatapan tajam ke arah si burung raksasa. "Grayhayr, katakan padaku siapa nama ayahku! Aku akan memanggilnya, dan semoga ia bisa datang."

Di luar dugaan sang grayhayr menjerit panjang.

Piri kaget, karena dari suaranya kali ini hewan itu tidak terdengar sedang marah atau kesal, melainkan justru sangat kesakitan.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl Worldحيث تعيش القصص. اكتشف الآن