Bab 8 ~ Pohon Allumint

82 35 2
                                    

"Ha! Pagi yang cerah!"

Tero berseru seraya merentangkan kedua tangannya dan melompat, membuka hari dengan semangat tinggi dan energi penuh.

Walau demikian, di antara seluruh teman-temannya, hanya Jiro dan Buro yang tampak segar. Sera dan Nere lebih banyak diam, sementara Yara tak mampu menutupi wajahnya yang kuyu karena kurang tidur.

"Apa kita bisa tidur lebih lama?" tanya Piri setengah mengantuk.

"Bangun, pemalas!" tukas Tero. "Kita harus segera berangkat sebelum malam datang lagi. Bukan begitu, Yara?"

"Malam masih lama," sahut Yara yang masih mengantuk pula. "Tetapi kamu betul, kita harus berjalan lagi."

"Kita bisa makan dulu, kan?" sahut Buro.

Semua setuju, termasuk Piri yang akhirnya bisa menghilangkan rasa kantuknya. Melihat pengalaman kemarin, pagi ini ia berjanji, nanti malam ia harus tidur lebih cepat.

Dan semoga Mata Kuning tidak kembali datang mengganggu.

Saat makan Tero banyak bercerita tentang berbagai jenis kupu-kupu yang hidup di taman kecil miliknya. Adanya kemungkinan ia membawa pulang kupu-kupu bintang membuat wajahnya berseri. Ia tertawa-tawa dengan suara keras, cukup membuat semangat anak-anak kembali.

Kehadiran Tero dalam kelompok mereka ternyata memberikan manfaat yang tidak diduga sebelumnya.

Mereka berangkat tak lama setelah masing-masing makan dua butir allumint. Mereka menyusuri lereng, terus mendaki. Semakin lama jalan yang mereka lewati semakin sempit dan curam, diapit belukar dan pepohonan lebat di satu sisi dan jurang yang menganga di sisi lain.

Tak ada yang tahu ke mana mereka mengarah, tetapi Yara berkata, jika mereka terus menanjak, mereka akan sampai di puncak pegunungan suatu saat nanti.

Tiba-tiba Tero yang berjalan paling depan berhenti. "Hei! Aku melihat pohon allumint!"

"Mana? Mana?" Buro langsung berteriak.

"Itu!"

Saat itu mereka sedang berada di jalan setapak yang menanjak. Sepertinya jalan itu tidak mengarah ke mana-mana. Di depan hanya ada jurang.

Namun setelah mendekat, baru mereka bisa melihat bahwa di sebelah kiri tebing ada tanjakan lain yang bisa dinaiki. Pohon yang ditunjuk oleh Tero terletak di balik tebing di sebelah kanan, dan jika belum sampai di bibir tebing mereka memang tadi hanya bisa melihat pucuknya saja.

"Piri, bagaimana menurutmu?" tanya Yara.

"Apanya yang bagaimana?"

"Kamu bisa memanjat sampai ke atas sana?" sahut Jiro.

Awalnya Piri ingin balas bertanya, "Kenapa tidak kalian saja yang memanjat?"

Tetapi ucapan itu akan terdengar kurang baik, padahal mereka semua tampak sangat mengharapkan dirinya. Maka ia pun mengangguk dan memberi jawaban lain, "Mungkin."

"Kelihatannya berbahaya," kata Sera lirih.

"Ya," timpal Nere. "Pohonnya tinggi dan miring. Untuk ke sana kamu mesti menuruni tebing dulu, dan di bawah baru bisa memanjat batangnya. Tapi tanah dan batunya licin dan curam. Kalau tidak hati-hati, kamu bisa terpeleset dan jatuh ke jurang."

"Betul, ini berbahaya," sahut Yara. "Kalau menurutku lupakan saja. Lebih baik kita jalan terus. Siapa tahu nanti ada pohon allumint lain yang buahnya lebih gampang diambil."

"Itu pohon allumint pertama yang kita lihat di sini, dan mungkin satu-satunya," tukas Buro.

"Itu pohon allumint pertama, dan mungkin nanti akan ada yang kedua, ketiga dan seterusnya!" balas Jiro.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now