Bab 82 ~ Kematian

25 25 0
                                    

Piri, Yara dan Rufio berjalan di bebatuan di tepi sungai, mencari-cari pijakan di tengah arus sungai yang deras. Mereka bertiga berpegangan di batu-batu besar yang menyembul dan mulai menyeberang.

Awalnya tidak sulit, tapi di tengah sungai ternyata dasarnya mulai dalam, sehingga Piri dan Yara harus sangat hati-hati agar tidak terpeleset atau terseret arus. Air menerpa dada, leher, serta wajah kedua anak itu.

Keduanya sebenarnya pandai berenang, tapi di sungai deras ini jelas kemampuan itu tak berguna. Untunglah di dekat mereka ada Rufio yang terus menarik keduanya agar tetap berada di dekat bebatuan.

Setelah beberapa saat ketiganya sampai di seberang. Di belakang, Tuan Karili dan keempat pejuang Frauli juga sudah mulai menyeberang.

Namun baru separuh jalan, sudah terdengar teriakan para prajurit Mallava. Para prajurit itu rupanya juga berhasil memanjat tebing dan kini berlari mendekat.

"Cepat!" seru Tuan Karili sambil belari. Keempat pejuangnya mengikuti, hingga akhirnya mencapai seberang sungai.

Piri lega, dan mengira mereka akan kembali lari melanjutkan perjalanan, namun ternyata seorang pejuang kemudian membuat keputusan sendiri.

Dia Parid, yang berkata, "Kalian semua pergi! Aku dan Koram akan menahan mereka di sini!"

Koram mengangguk. Ia mengikuti kakaknya mengambil posisi di balik batu besar, untuk melindungi diri dari lemparan tombak.

Tuan Karili membalas, "Tidak! Kita semua pergi! Ayo!"

"Kita pasti terkejar kalau begitu!" bantah Parid. "Cepat! Pergi! Sebelum semuanya terlambat!"

"Parid benar!" kata Duran. "Harus ada yang menahan musuh di sini. Tuan, kau bilang kita harus menjaga anak-anak ini dengan nyawa kami? Nah, inilah yang akan kami lakukan!"

"Pergilah, Tuan!" sahut Morav. "Kau harus membawa mereka!"

"Aku tak mau meninggalkan kalian di sini!"

"Tidak ada pilihan, Tuan!"

Tuan Karili mengerang, putus asa melihat puluhan prajurit Mallava yang mulai menyeberangi sungai. Ia berbalik dan berseru ke arah anak-anak. "Kalian pergi! Aku tetap di sini!"

"Tuan!" Parid dan ketiga pejuang kaget.

Namun keputusan Tuan Karili rupanya sudah bulat. "Kalian bertiga harus menemukan jalan pulang! Pergi!"

Piri tidak khawatir dengan itu. Ia yakin pasti bisa menemukan jalan, entah bagaimana caranya, berkat pengalamannya pergi ke mana-mana selama ini. Yang ia khawatirkan justru nasib Tuan Karili, Parid, Koram, Duran dan Morav yang sebentar lagi akan diserang begitu banyak prajurit musuh.

Yara bahkan mulai menangis. "Bagaimana dengan kalian?"

Kelima pejuang Frauli tak lagi memperhatikannya. Pasukan Mallava semakin dekat, dan yang ada dalam benak Tuan Karili dan anak buahnya pastilah hanya soal bertarung untuk hidup, jika tidak ingin mati di sungai.

Teriakan-teriakan marah mengawali pertempuran, disusul dentingan keras senjata beradu. Pedang dan tombak, semua benda-benda mengerikan itu! Senjata-senjata yang akan membuat darah orang-orang tertumpah di sungai!

Piri bergidik, tak berani melihat. Cepat-cepat ia memalingkan wajah. Ia melihat Rufio berusaha menarik Yara yang menangis kencang melihat Tuan Karili dan teman-temannya diserang.

Jerit kemarahan sahut-menyahut terdengar.

"Ayo, Yara!" seru Piri. "Kita pergi dari sini!"

"Jangan! Jangan!" Yara menjerit-jerit.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now