Bab 17 ~ Makanan Yang Menyulitkan

63 33 1
                                    

Makhluk yang baru muncul itu bentuknya serupa dengan anak-anak, tapi jauh lebih besar. Jika nanti Piri berdiri, jika ia berani melakukan itu, kepalanya tak akan lebih tinggi daripada jarak pinggang makhluk tersebut ke tanah.

Lingkar pinggang makhluk itu pun begitu besar, lebih besar daripada batang pohon karamunt.

Namun, yang membedakan sosok ini dengan makhluk aneh di gua adalah dia memiliki wajah yang bersih. Tak ada rambut kotor dan berantakan di sekitar hidung besar dan bibir tebalnya. Rambut itu hanya ada di atas kepala, tipis dan pendek serta berwarna kelabu seperti batu.

Satu lagi yang membedakan, sekujur tubuh makhluk itu mulai dari bawah leher sampai ke siku dan lutut tertutup lapisan aneh tebal berwarna coklat yang disambung-sambung sedemikian rapi dan rumitnya.

Piri heran, oleh Kakek selama ini anak-anak hanya disuruh menutup tubuh di bagian kemaluan saja, dengan lembaran daun pohon karamunt, lalu kenapa makhluk ini menutup rapat hampir seluruh tubuhnya?

Apakah dia merasa malu dengan tubuhnya itu sehingga semuanya perlu ditutup sedemikian rupa?

Piri belum berani bertanya tentang itu. Berbeda dengan makhluk aneh di gua, yang selalu meringkuk ketakutan padanya, makhluk besar di hadapannya ini berdiri tegak menjulang dan menatap tajam, terlihat berbahaya.

Piri terdiam, jongkok merapat di antara Tero dan Yara yang juga belum berani berkata-kata. Tiba-tiba Piri teringat, si makhluk aneh di gua takut padanya karena ia memiliki batu merah.

Sekarang, di mana batu merah itu?

Kali ini tanpa pikir panjang Piri mendongak dan bertanya dengan lantang, "Di mana batu merahku? Apakah kamu mengambilnya?"

Si makhluk besar balik menatap. Kedua alis tebalnya bertaut.

"Batu apa?" Suaranya terdengar berat. Pengucapan kata-katanya terasa sedikit aneh, namun nadanya cukup lembut.

"Batu merah yang ... " Piri terdiam, tiba-tiba ragu.

Namun, merasa bahwa si makhluk besar sepertinya tidaklah berbahaya, ia bertanya lagi, "Hei, apa yang terjadi? Kenapa kami ada di sini?"

Si makhluk besar tertawa terbahak-bahak, cukup untuk membuat perutnya tampak bergoyang-goyang di balik lapisan penutup tubuhnya.

Ia lalu berjalan keluar ruangan, meninggalkan sepotong dinding tetap terbuka. Piri dan kedua anak lainnya saling memandang, kemudian cepat-cepat melongok mencoba melihat apa yang ada di luar ruangan.

Sayangnya, belum sempat mereka melihat makhluk itu sudah kembali, kali ini dengan membawa dua buah mangkuk besar.

Yang pertama berisi belasan buah-buahan utuh berwarna-warni. Ya, mestinya itu buah-buahan, pikir Piri, karena diletakkan di mangkuk.

Yang kedua, isinya lebih mirip buah tuirrint merah yang ditumbuk sampai hancur dan dicampur dengan air sungai hingga berair dan lengket. Hanya saja Piri tak yakin itu adalah isi buah tuirrint, karena baunya berbeda, yang ini lebih menyengat.

Di dalam mangkuk ada kayu kecil sepanjang satu jengkal, yang terbenam sebagian dan sepertinya digunakan untuk mengaduk.

Makhluk itu duduk bersila di depan anak-anak dan menyodorkan kedua mangkuknya. "Ini, makan buahnya, satu atau dua buah. Setelah itu cicipi bubur merah ini. Kalian sudah pernah memakannya?"

Anak-anak menggeleng.

Si makhluk termangu. "Terserah kalian, mau yang mana dulu."

Piri mencium aroma bubur itu, dan langsung kehilangan selera. Ia juga masih ragu mengambil buah-buahan di mangkuk pertama.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldWhere stories live. Discover now